Hadapi Risiko Jatuh Tempo Utang, Agung Podomoro (APLN) Diperkirakan Jual Aset Lagi

Rabu, 24 Mei 2023 | 17:15 WIB
Hadapi Risiko Jatuh Tempo Utang, Agung Podomoro (APLN) Diperkirakan Jual Aset Lagi
[ILUSTRASI. Agung Podomoro (APLN) memiliki obligasi US$ 300 juta yang akan jatuh tempo Juni 2024. (KONTAN/Fransiskus Simbolon)]
Reporter: Herry Prasetyo | Editor: A.Herry Prasetyo

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Agung Podomoro Land Tbk (APLN) masih belum bisa keluar dari risiko pembiayaan kembali alias refinancing utang. Memang, APLN telah berhasil melunasi fasilitas pinjaman yang jatuh tempo pada November 2022 lalu menggunakan dana hasil penjualan unit Central Park Mall. 

Namun, pengembang properti yang dikendalikan oleh Trihatma Kusuma Haliman ini masih memiliki utang jumbo yang akan jatuh tempo pada tahun depan. Padahal, likuiditas perusahaan hingga saat ini masih tertekan. 

Seperti diketahui, Agung Podomoro memiliki utang kepada Guthrie Venture Pte. Ltd. sebesar S$ 172,8 juta berdasarkan perjanjian tertanggal 20 November 2020. 

Fasilitas dengan bunga 8% per tahun tersebut dijamin dengan perjanjian gadai atas rekening bank dan hak tanggungan atas Mal Central Park. Jangka waktu fasilitas tersebut 24 bulan hingga November 2022.

Untuk melunasi utang jatuh tempo tersebut, APLN menggelar divestasi aset. Pada 22 September 2022 lalu, APLN melego 149  sertifikat hak milik atas satuan rumah susun (SHMSRS) atas unit satuan rumah susun di Central Park Mall kepada PT CPM Assets Indonesia. 

Baca Juga: Hanwha Mulai Proses Tender Offer Wajib Saham LPGI, Hanya Menarik Untuk Investor Lama

Yang disebut terakhir merupakan perusahaan properti yang telah diakuisisi oleh Hankyu Hanshin Properties Corp. melalui anak usahanya, CPM Assets Japan LLC. Hankyu Hanshin Properties merupakan anak usaha perusahaan konglomerasi asal Jepang, Hankyu Hanshin Holdings. 

Nilai transaksi penjualan 85% kepemilikan di Central Park tersebut sebesar Rp 4,53 triliun, termasuk pajak pertambahan nilai (PPN). Sebesar Rp 1,84 triliun dari dana hasil divestasi tersebut APLN gunakan untuk membayar utang kepada Guthrie Venture. 

"Sebagai bagian dari transaksi divestasi CP Mall, APLN juga mempercepat pelunasan pinjaman Guthrie Venture Pte. Ltd. yang jatuh tempo pada 20 November 2022," ujar Direktur Utama Agung Podomoro Land Bacelius Ruru dalam keterangan resmi pada Oktober 2022 lalu. 

Langkah APLN menggelar divestasi aset untuk melunasi utang bisa dibilang wajar. Sebab, likuiditas APLN memang terbatas. Di kuartal I tahun lalu, kas APLN yang dihasilkan dari operasional hanya sebesar Rp 281,76 miliar. Setelah dikurangi pembayaran beban bunga dan biaya keyangan, kas bersih yang diperoleh dari aktivitas operasi hanya sebesar Rp 121,66 miliar. 

Setelah digabung dengan kas bersih dari aktivitas investasi dan aktivitas pendanaan, per akhir Maret 2022, kas dan setara kas APLN hanya sebesar Rp 1,15 triliun. Jumlah tersebut jelas tidak mencukupi untuk membayar utang jatuh tempo kepada Guthrie. 

Kini, tekanan likuiditas masih juga membayangi kinerja APLN. Memang, kinerja APLN tampak membaik. Meski pendapatan turun 8,6% menjadi Rp 1,15 triliun per kuartal I-2023, Agung Podomoro Land berhasil membalikkan kerugian di tahun lalu menjadi laba bersih sebesar Rp 99,11 miliar.

 

 

 

APLN diperkirakan jual Neo Soho

Namun, kondisi likuiditas APLN masih belum membaik. Per akhir kuartal I-2023, kas bersih operasional APLN malah tercatat minus Rp 19,72 miliar. Sementara kas dan setara kas di akhir periode hanya sebesar Rp 922,61 miliar. 

Padahal, dalam setahun ke depan, APLN memiliki utang jatuh tempo yang terbilang besar. Melalui anak usahanya, APL Realty Holdings Pte. Ltd., APLN memiliki utang obligasi global alias global bond dari Senior Notes due 2024 (Notes 2024).

Terbit pada 2 Juni 2017, Notes 2024 memiliki jumlah pokok sebesar US$ 300 juta. Surat utang dengan tingkat bunga tetap sebesar 5,95% ini akan jatuh tempo pada 2 Juni 2024. 

Artinya, dalam setahun ke depan, APLN harus siap untuk melunasi utang obligasi tersebut senilai US$ 300 juta. Dengan asumsi kurs Rp 14.900 per dollar AS, APLN harus menyiapkan dana segar sebesar Rp 4,47 triliun untuk melunasi obligasi tersebut. 

Dengan kondisi likuiditas saat ini, APLN jelas tidak memiliki dana yang mencukupi untuk melunasi Notes 2024 tersebut saat jatuh tempo. Itu sebabnya, lembaga pemeringkat Moody's Investors Service menyebutkan, APLN menghadapi risiko refinancing yang membayangi obligasi US$ 300 juta yang akan jatuh tempo pada Juni 2024. 

Menurut Moody's, APLN memang sedang mengejar beberapa rencana refinancing. Termasuk di dalamnya untuk memperoleh pinjaman bank maupun penjualan aset. Namun,  Vice President dan Senior Analyst Moody's Rachel Chua bilang, diskusi tersebut kini tengah berlangsung dan kemungkinan tidak akan selesai pada kuartal ini. 

Moody's memperkirakan, aset yang akan APLN jual antara lain Neo Soho, pusat perbelanjaan ritel di Jakarta Barat yang menyatu dengan Central Park. Proyeksi Moody's, penjualan aset tersebut akan menghasilkan pendapatan bersih sekitar US$ 100 juta. 

Baca Juga: Maybank Sekuritas Tawarkan 16 Waran Terstruktur Baru, Seri GOTO Sudah In-The-Money

Itu sebabnya, Moody's pekan lalu telah menurunkan peringkat Agung Podomoro Land dari Caa1 menjadi Caa2. Pada saat bersamaan, Moody's juga menurunkan peringkat Notes 2024 ke Caa2. 

Prospek untuk seluruh peringkat tetap negatif. Prospek tersebut mencerminkan risiko refinancing yang tinggi selama 12 bulan ke depan. 

"Peringkat Caa2 mencerminkan struktur permodalan perusahaan yang tidak berkelanjutan, yang ditandai dengan leverage yang tinggi dan cakupan bunga (interest coverage) yang lemah serta ekspektasi kami akan tingkat pemulihan yang lebih rendah dari rata-rata untuk pemegang Notes 2024 dalam lingkungan pendanaan yang menantang," ujar Rachel dalam keterangan resmi. 

Moody's juga menilai, kinerja marketing sales bersih pada kuartal I lalu relatif lemah. APLN mengumumkan penjualan bersih sebesar Rp 240 miliar untuk kuartal tersebut sementara target sepanjang tahun ini sebesar Rp 2 triliun-Rp 2,5 triliun. 

Realisasi penjualan bersih tersebut setelah dikurangi pembatalan proyek di Medan dan bandung. Tanpa menghitung pembatalan tersebut, Moody's bilang, maka marketing sales APLN akan mendekati sekitar Rp 580 miliar. 

Baca Juga: Rencana Spin Off IndiHome oleh Telkom Indonesia (TLKM), Inilah Sederet Manfaatnya

Menurut Moody's, masih belum jelas apakah lebih banyak pembatalan akan berlanjut pada tahun ini. Yang jelas, Moody's memperkirakan, marketing sales tahun ini akan relatif datar dibandingkan tahun 2022 lalu yang mencapai Rp 1,6 triliun-Rp 1,7 triliun. 

Di sisi lain, rasio utang alias leverage APLN diperkirakan akan tetap tinggi, lebih dari 10 kali selama 12 bulan hingga 18 bulan ke depan. Sementara cakupan bunganya akan tetap di bawah 1 kali. 

Kontan telah melayangkan permintaan tanggapan atas penurunan rating oleh Moody's ini. Namun, hingga artikel ini diunggah, manajemen APLN belum memberikan respons.

Bagikan

Berita Terbaru

Program Serampangan
| Minggu, 03 Agustus 2025 | 06:15 WIB

Program Serampangan

Menjelang akhir Juli 2025, jutaan warga di Jember dan Banyuwangi, Jawa Timur dibuat sengsara akibat kelangkaan bahan bakar minyak (BBM).

Lika-liku Usaha KAI Meniti Impian Transportasi Hijau
| Minggu, 03 Agustus 2025 | 05:50 WIB

Lika-liku Usaha KAI Meniti Impian Transportasi Hijau

Dari sisi lingkungan, KAI secara bertahap menurunkan jejak karbon meski jalan masih panjang. Namun KAI masih punya pekerjaan rumah, apa saja ?

Bisnis Studio Estetik Beromzet Fantastik
| Minggu, 03 Agustus 2025 | 05:35 WIB

Bisnis Studio Estetik Beromzet Fantastik

Kebutuhan promosi konten di sosial media makin berkembang. Usaha studio pun jadi peluang menjanjikan. Seperti apa bisnisnya?

 
Nasib LCGC Saat Mobil Listrik Murah Makin Bergairah
| Minggu, 03 Agustus 2025 | 05:10 WIB

Nasib LCGC Saat Mobil Listrik Murah Makin Bergairah

Kehadiran BYD Atto 1 bukan hanya menggoyang pasar mobil listrik, tetapi juga mengancam eksistensi pasar mobil low cost green car (LCGC).

 
Ada Unsur Spekulasi, BEI Suspensi Dua Emiten Ini
| Minggu, 03 Agustus 2025 | 04:50 WIB

Ada Unsur Spekulasi, BEI Suspensi Dua Emiten Ini

Pergerakan harga BUVA seperti tengah mengejar ketertinggalan kenaikan, dengan memanfaatkan sentimen dari aksi beli Hapsoro.

Daya Beli Masyarakat Lesu dan Ekonomi Buruk Bikin Sido Muncul (SIDO) Masuk Angin
| Minggu, 03 Agustus 2025 | 04:45 WIB

Daya Beli Masyarakat Lesu dan Ekonomi Buruk Bikin Sido Muncul (SIDO) Masuk Angin

Penurunan tersebut dikarenakan pelemahan konsumsi rumah tangga serta kondisi makroekonomi yang kurang baik selama semester pertama 2025,

Siap-Siap, BEI Akan Buka Kode Domisili Investor Bulan Depan
| Minggu, 03 Agustus 2025 | 04:41 WIB

Siap-Siap, BEI Akan Buka Kode Domisili Investor Bulan Depan

Pembukaan kode domisili investor merupakan bagian dari peningkatan likuiditas pasar. Kode domisili investor akan dilakukan secara tidak real time

Kinerja Emiten Mengecewakan dan Duit Asing Hengkang Bikin IHSG Jeblok
| Minggu, 03 Agustus 2025 | 04:19 WIB

Kinerja Emiten Mengecewakan dan Duit Asing Hengkang Bikin IHSG Jeblok

Rilis kinerja keuangan semester I-2025 dari sejumlah emiten, khususnya sektor keuangan dan saham-saham bluechip, juga turut memengaruhi pasar

HM Sampoerna (HMSP) Pacu Kinerja Tetap Mengepul
| Minggu, 03 Agustus 2025 | 04:15 WIB

HM Sampoerna (HMSP) Pacu Kinerja Tetap Mengepul

Volume penjualan HMSP turun sebesar 1,5% menjadi 39,3 miliar batang. Ini merupakan cerminan dari tren downtrading.

Steel Pipe Industry (ISSP) Siapkan Strategi Dongkrak Kinerja
| Minggu, 03 Agustus 2025 | 04:00 WIB

Steel Pipe Industry (ISSP) Siapkan Strategi Dongkrak Kinerja

ISSP bisa terus menjaga profitabilitas melalui efisiensi biaya dan pengelolaan product mix yang efektif.

INDEKS BERITA

Terpopuler