Harga Gas Alam Meroket di Seluruh Dunia, Sejumlah Sektor Industri Kalang Kabut


KONTAN.CO.ID - LONDON. Rekor harga gas alam di seluruh dunia telah mendorong beberapa perusahaan padat energi mengurangi dan menangguhkan produksi. Efek domino dari tindakan tersebut yakni gangguan rantai pasokan global pada beberapa sektor bertambah dan pelanggan berpotensi membayar harga produk lebih tinggi.

Dalam beberapa bulan terakhir harga gas alam telah meningkat tajam di seluruh dunia. Penyebabnya adalah kombinasi antara peningkatan permintaan terutama dari Asia seiring pemulihan pasca pandemi, persediaan gas rendah dan pasokan gas yang lebih ketat dari biasanya dari Rusia.

Harga gas di Eropa telah meningkat lebih dari 250% tahun ini. Sementara harga gas di Asia telah mengalami kenaikan sekitar 175% sejak akhir Januari 2021. 

Ini Artikel Spesial

Segera berlangganan sekarang untuk memperoleh informasi yang lebih lengkap.

ATAU

Baca Juga: CIMB Berkomitmen Memenuhi Target Sustainable Finance US$ 7,16 Miliar Hingga 2024

Lalu di Amerika Serikat (AS), harga telah melonjak ke level tertinggi multi tahun dan sekitar dua kali lipat dibandingkan awal tahun. Harga listrik juga meningkat tajam karena banyak pembangkit listrik berbahan bakar gas.

Tekanan sejauh ini sangat akut di Eropa. Stok gas jauh lebih rendah dibandingkan biasanya menuju musim dingin.

Bahan kimia dan makanan

 

Beberapa pelaku industri meminta pemerintah campur tangan atas nama mereka. Salah satu yang meminta bantuan adalah makanan menyusul kelangkaan karbon dioksida (CO2) akibat terhentinya produksi di beberapa pabrik pupuk. CO2 digunakan dalam kemasan vakum produk makanan untuk memperpanjang umur simpan, menyetrum hewan sebelum disembelih serta memasukkan soda ke dalam minuman ringan dan bir.

Para pengolah daging di Inggris telah memperingatkan potensi kehabisan CO2 dalam waktu lima hari sehingga akan memaksa terjadinya penghentian produksi. Produsen minuman ringan pun mengatakan pasokan gasnya menipis.

Baca Juga: Efek Sengketa Perbatasan Himalaya, India Akan Blokir China dari Pembelian Saham LIC

Pada Hari Selasa (21/9), Pemerintah Inggris mengatakan telah mencapai kesepakatan tiga minggu dengan CF Industries Holdings Inc. Dengan dukungan finansial dari Negara Inggris, perusahaan itu untuk memulai kembali produksi CO2 di Inggris. Menteri Lingkungan Inggris mengatakan dukungan negara bisa mencapai puluhan juta pound dan memperingatkan industri makanan bahwa harga CO2 akan naik tajam.

Dalam sebuah pernyataan, CF Industries mengatakan akan segera memulai kembali produksi amonia di pabrik Billingham pasca kesepakatan. Tidak ada penjelasan lebih lanjut karena CF Industries tidak menanggapi permintaan komentar Reuters.

CF Industries adalah perusahaan yang berbasis di Amerika A Serikat (AS). Sebelumnya, lonjakan harga gas mendorong perusahaan tersebut untuk menghentikan operasi dua pabrik di Inggris. Gas alam adalah biaya terpenting dalam proses produksi bahan kimia dan pupuk berbasis nitrogen mereka.

Baca Juga: Kuroda BOJ: Evergrande Adalah Masalah Perusahaan Individu dan Properti China

Pada Hari Jumat pekan lalu, Yara International ASA mengatakan akan memotong sekitar 40% produksi amonia Eropa karena harga gas yang tinggi. Yara adalah salah satu pembuat pupuk terbesar di dunia asal Norwegia. 

Yara membawa amonia ke Eropa dari fasilitas produksi di tempat lain seperti Amerika Serikat dan Australia. "Daripada menggunakan gas Eropa, kami pada dasarnya menggunakan gas dari belahan dunia lain untuk membuat produk itu dan membawanya ke Eropa," kata Svein Tore Holsether, Chief Executive Yara International ASA kepada Reuters dalam sebuah wawancara Senin (20/9).

Norwegia sebenarnya telah mengizinkan peningkatan ekspor gas. Pada akhir tahun nanti, akan ada lebih banyak pasokan gas mengalir dari Rusia. Namun pasokan melalui pipa Nord Stream 2 masih menunggu persetujuan dari regulator energi Jerman. 

Proyek pipa itu sebelumnya telah menuai kritik dari Amerika Serikat. AS mengatakan proyek Nord Stream 2 akan meningkatkan ketergantungan Eropa pada pasokan energi Rusia.

Industrial Energy Consumers of America (IECA) dalam beberapa hari terakhir meminta Departemen Energi AS untuk menghentikan ekspor gas alam cair demi membantu menekan biaya energi bagi industri. IECA merupakan kelompok perdagangan yang mewakili produsen bahan kimia, makanan dan barang manufaktur.

Baca Juga: Untuk Pertama Kalinya, Pekan Ini China Akan Melelang Cadangan Minyak Mentah Negara

Beberapa negara lain juga telah bertindak untuk melindungi konsumen dari tagihan energi yang melonjak. Misalkan saja Spanyol yang pekan lalu menyetujui paket tindakan termasuk pembatasan harga.

Baja, semen, keramik, kaca

 

Sektor padat energi lain seperti baja dan semen juga merasakan tekanan. "Melonjaknya harga gas dalam beberapa minggu terakhir memaksa beberapa pembuat baja menangguhkan operasi selama periode malam dan siang ketika biaya energi meroket," kata Gareth Stace, Director General Industry Group UK Steel

British Steel mencoba mempertahankan tingkat produksi normal. Namun produsen baja terbesar kedua di Inggris itu mengatakan tak membuat baja secara menguntungkan pada waktu-waktu tertentu dalam sehari.

Baca Juga: Sejumlah Penerbit Berita Australia Kecewa Dengan Facebook Soal Penggunaan Konten

Thyssenkrupp AG Jerman mengatakan mekanisme lindung nilai terhadap kenaikan harga energi terutama gas, berarti tidak membatasi produksi. Namun secara tidak langsung, industrinya tetap saja terpengaruh karena gas industri yang digunakan terkait dengan harga listrik. Thyssenkrupp merupakan pembuat baja terbesar kedua di Eropa.

Pembuat semen terbesar kedua di dunia asal Jerman yakni HeidelbergCement AG, mengatakan harga energi yang lebih tinggi menaikkan biaya produksi. Namun sebagai akibatnya operasi tidak dihentikan.

Beberapa pembuat baja, keramik dan kaca di China juga telah mengurangi produksi untuk menghindari kerugian. Demikian informasi dari Li Ruipeng yang merupakan pemasok lokal gas alam cair di bagian utara Provinsi Hebei. 

Bulan ini, pemerintah di Provinsi Yunnan di bagian barat daya China memberlakukan batasan pada produksi beberapa industri berat seperti pupuk, semen, bahan kimia dan peleburan aluminium karena kekurangan energi. Menurut para analis, langkah itu dapat mengurangi ekspor.

Peralihan energi

 

Para analis dan trader mengatakan untuk sementara beberapa industri dan perusahaan utilitas padat energi di Asia dan Timur Tengah beralih dari gas ke bahan bakar minyak, minyak mentah, nafta atau batubara. Menurut pengawas energi yang berbasis di Paris yakni International Energy Agency, kemungkinan peralihan sumber energi itu akan berlanjut hingga awal tahun depan.

Baca Juga: Internal Pemerintah India Berbeda Pendapat Soal Rencana Pengetatan Aturan E-commerce

Permintaan batubara sebagai sumber listrik alternatif di Eropa juga meningkat signifikan. Namun pilihan untuk beralih ke sumber energi alternatif terbatas karena kebijakan pemerintah yang bertujuan mendorong penggunaan gas dibandingkan dengan bahan bakar yang lebih berpolusi seperti batubara.

Paul Pearcy, Koordinator Federasi British Glass mengatakan secara historis industri kaca beroperasi dengan bahan bakar minyak. Namun kini hampir semua lokasi di Inggris telah beralih ke gas alam. "Hanya beberapa pabrik yang memiliki tangki bahan bakar minyak yang memungkinkan mereka untuk beralih sumber energi itu jika harga gas meroket," katanya.

Selanjutnya: J Resources Asia Pasifik (PSAB) Jajaki Penjualan Aset, MDKA Siap Akuisisi?

 

Editor: Anastasia Lilin Yuliantina