Hemat Anggaran Demi Bayar Utang Politik

Kamis, 30 Januari 2025 | 06:10 WIB
Hemat Anggaran Demi Bayar Utang Politik
[ILUSTRASI. TAJUK - Syamsul Ashar]
Syamsul Ashar | Managing Editor

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Janji adalah utang. Itulah prinsip yang tampaknya dipegang teguh oleh Presiden Prabowo Subianto ketika memutuskan untuk merealisasikan program makan gratis, salah satu janji politik utamanya. Program ini ditujukan bagi anak-anak PAUD, SD, SMP, SMA, serta ibu hamil dan menyusui dengan harapan dapat meningkatkan gizi masyarakat sekaligus menekan angka stunting. 

Namun, di balik ambisi besar ini, ada satu pertanyaan mendasar: apakah negara bisa membiayainya?

Pemerintah semula mengalokasikan Rp 71 triliun untuk membiayai program ini. Namun, dengan jumlah penerima manfaat yang mencapai 80 juta orang, angka tersebut dinilai masih jauh dari cukup. Untuk menutup kekurangan, pemerintahan Prabowo memutuskan memangkas anggaran hingga Rp 256,1 triliun dari berbagai pos belanja 2025.  

Kebijakan ini tentu menimbulkan implikasi luas. Pemangkasan anggaran sebesar itu bukan jumlah yang kecil, bahkan lebih besar dibandingkan belanja subsidi energi dalam RAPBN 2025 yang berkisar Rp 186,9 triliun. Pertanyaannya, dari mana saja dana yang dipangkas? Apakah sektor-sektor vital lain seperti kesehatan, pendidikan, atau infrastruktur ikut dikorbankan?  

Dalam jangka panjang, program makan gratis bisa berkontribusi pada peningkatan kualitas sumber daya manusia, yang pada akhirnya mendorong pertumbuhan ekonomi. Namun, dalam jangka pendek, realokasi anggaran yang besar dapat menekan sektor-sektor lain dan menghambat laju pembangunan.  

Di sisi lain, anggaran yang tersedot ke program ini dapat mengurangi belanja produktif lainnya, seperti infrastruktur dan investasi sektor riil. Efeknya bisa beragam: daya beli mungkin terdongkrak dalam jangka pendek, tetapi pertumbuhan ekonomi bisa melambat jika investasi publik susut.  

Ada pula pertanyaan besar soal efektivitas program ini dalam memperbaiki ketimpangan ekonomi. Jika program makan gratis ini dikelola secara sentralistik, ada risiko distribusi yang tidak merata. Kita tidak ingin melihat daerah-daerah tertentu mendapatkan manfaat lebih besar, sementara daerah lain tertinggal karena keterbatasan logistik dan pengawasan.  

Jika dikelola dengan baik, program ini bisa berkontribusi menurunkan rasio gini dan mempersempit ketimpangan. Tapi, jika pelaksanaannya tidak optimal dan hanya tersentralisasi di kota besar justru memperburuk ketimpangan. Meskipun janji itu utang memenuhi tanpa perhitungan bisa fatal akibatnya.

Bagikan

Berita Terkait

Berita Terbaru

Perusahaan Pelayaran Milik Keluarga (PJHB) Akan IPO, Pendapatannya Dalam Tren Turun
| Kamis, 23 Oktober 2025 | 17:51 WIB

Perusahaan Pelayaran Milik Keluarga (PJHB) Akan IPO, Pendapatannya Dalam Tren Turun

Perusahaan pelayaran asal Samarinda, PT Pelayaran Jaya Hidup Baru Tbk (PJHB) akan menggalang dana demi membangun tiga kapal pengangkutan baru.

Bagaimana Properti & Saham Bikin 52 Juta Orang Jadi Jutawan Global
| Kamis, 23 Oktober 2025 | 14:20 WIB

Bagaimana Properti & Saham Bikin 52 Juta Orang Jadi Jutawan Global

Pada 2024, UBS mencatat 52 juta everyday millionaire global dengan kekayaan bersih US$ 1 juta‑US$ 5 juta. Siapa mereka?

Tera Data Indonusa (AXIO) Membidik Penjualan Tumbuh 20% Tahun Ini
| Kamis, 23 Oktober 2025 | 08:50 WIB

Tera Data Indonusa (AXIO) Membidik Penjualan Tumbuh 20% Tahun Ini

Realisasi kinerja perusahaan memasuki semester kedua sudah sesuai dengan target yang ditetapkan perusahaan.

Hasrat Pemerintah Garap Mobil Nasional
| Kamis, 23 Oktober 2025 | 08:30 WIB

Hasrat Pemerintah Garap Mobil Nasional

Pemerintah membuka peluang mobil buatan Indonesia masuk dalam Proyek Strategis Nasional (PSN) dan hal ini akan dibahas di internal pemerintah.

Ramai-ramai Pangkas Tarif Tiket Penerbangan
| Kamis, 23 Oktober 2025 | 08:05 WIB

Ramai-ramai Pangkas Tarif Tiket Penerbangan

Penerbitan aturan yang tidak mepet dengan periode puncak akan mengubah pola pembelian tiket oleh masyarakat.

Di Balik Polemik Utang Megaproyek Whoosh
| Kamis, 23 Oktober 2025 | 08:04 WIB

Di Balik Polemik Utang Megaproyek Whoosh

Kebiasaan dan pola lama penyelesaian proyek yang membebani anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN), sudah tentu harus dikaji ulang.

Waspada, Pasar Kripto Diprediksi Masih Bergerak Bearish Hingga Akhir Oktober 2025
| Kamis, 23 Oktober 2025 | 07:57 WIB

Waspada, Pasar Kripto Diprediksi Masih Bergerak Bearish Hingga Akhir Oktober 2025

Investor masih menunggu rilis data inflasi AS pada 24 Oktober serta hasil pertemuan The Fed pada 28-29 Oktober 2025.​

Nihil Efek BI Rate
| Kamis, 23 Oktober 2025 | 07:56 WIB

Nihil Efek BI Rate

Banyak bank masih menawarkan bunga deposito yang relatif besar untuk menjaga likuiditas dan menarik dana masyarakat.

Bundamedik (BMHS) Merawat Kinerja Tetap Sehat
| Kamis, 23 Oktober 2025 | 07:45 WIB

Bundamedik (BMHS) Merawat Kinerja Tetap Sehat

BMHS menyiapkan langkah strategis untuk tahun depan, termasuk pengembangan layanan kesehatan preventif dan klinik komunitas di area publik.

Pemulihan Sektor Properti Tertahan, Momentum Perbaikan Diperkirakan Baru di 2026
| Kamis, 23 Oktober 2025 | 07:36 WIB

Pemulihan Sektor Properti Tertahan, Momentum Perbaikan Diperkirakan Baru di 2026

Penguatan harga saham sejumlah emiten properti sepekan terakhir dilatarbelakangi faktor technical rebound.

INDEKS BERITA

Terpopuler