IMF Nilai Kesepakatan Harga Dasar Global Karbon akan Batasi Ancaman Pemanasan Global

Jumat, 18 Juni 2021 | 21:25 WIB
IMF Nilai Kesepakatan Harga Dasar Global Karbon akan Batasi Ancaman Pemanasan Global
[ILUSTRASI. Logo IMF di kantor pusat di Washington, AS, 4 September 2018. REUTERS/Yuri Gripas/File Photo]
Reporter: Sumber: Reuters | Editor: Thomas Hadiwinata

KONTAN.CO.ID - WASHINGTON. Sebuah kesepakatan oleh beberapa atau semua negara-negara Kelompok 20 tentang harga dasar yang fleksibel untuk perdagangan karbon global akan membantu membatasi ancaman pemanasan global di kisaran 1,5 derajat Celcius hingga 2 derajat Celcius, Dana Moneter Internasional mengatakan dalam makalah staf baru yang dirilis Jumat.

Kesepakatan seperti itu akan mencakup persentase besar emisi karbon dioksida global, menandai langkah besar menuju pengurangan gas rumah kaca yang diperlukan, tutur Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva dalam acara yang diselenggarakan Brookings Institution.

"Untuk membantu menyelamatkan planet, kita harus bekerja sama untuk mencegah krisis iklim berubah menjadi bencana," kata Georgieva. "Kami melihat harga dasar karbon internasional sebagai opsi yang layak untuk mencapai kesepakatan semacam itu dan akan melanjutkan pekerjaan kami untuk itu."

Para ahli mengatakan emisi harus turun seperempat hingga satu setengah untuk menjaga pemanasan global di bawah 2 derajat Celcius. IMF telah meningkatkan upayanya pada perubahan iklim, mengutip apa yang dilihatnya sebagai "risiko besar bagi berfungsinya ekonomi dunia."

Baca Juga: AS berupaya mencegah masuknya pengaruh China di negara-negara Pasifik

Georgieva dan pejabat IMF lainnya berpendapat bahwa kebijakan iklim yang tepat juga dapat memberikan peluang luar biasa untuk investasi, pertumbuhan ekonomi, dan pekerjaan ramah lingkungan.

Pengurangan emisi yang diperlukan tidak mungkin terjadi kecuali harga karbon global mencapai sekitar US$75 per ton pada akhir dekade ini, naik dari hanya US$3 per ton sekarang, kata Georgieva.

Meningkatkan biaya sumber energi yang mencemari akan memberikan insentif yang kuat untuk meningkatkan efisiensi energi. Demikian salah satu kesimpulan yang termuat dalam makalah yang ditulis bersama oleh Vitor Gaspar, kepala Departemen Urusan Fiskal IMF, dan Ian Parry, pakar kebijakan fiskal lingkungan terkemuka di dana tersebut.

Baca Juga: Para pemimpin negara G7 berkomitmen untuk meningkatkan kontribusi pendanaan iklim

Makalah, yang masih didiskusikan dengan dewan IMF dan anggota IMF, berpendapat bahwa mengadopsi dasar pajak karbon yang fleksibel dan berbeda dengan harga mulai dari $25 hingga $75 per ton dapat mengurangi emisi sebesar 23% pada tahun 2030.

Skema itu bisa dimulai dengan penghasil emisi terbesar - Amerika Serikat, China, Uni Eropa dan India dan negara-negara G20 lainnya - dan secara bertahap diperluas untuk mencakup negara-negara lain.

Georgieva mengatakan pajak karbon akan menjadi mekanisme yang efisien untuk menerapkan harga dasar karbon, tetapi regulasi, perdagangan emisi, dan tindakan lainnya dapat memberikan hasil yang setara.

Dasar harga karbon juga akan "tidak memecah belah dan jauh lebih efektif daripada penyesuaian karbon perbatasan yang diberlakukan secara sepihak," kata Georgieva, menurut teks sambutannya yang telah disiapkan.

Selanjutnya: Telisik Korupsi Asabri, Kejagung Periksa Tukang Loak Terkait Pemblokiran SID

 

Bagikan

Berita Terbaru

Transaksi Pembayaran Lewat QRIS Semakin Semarak
| Sabtu, 13 Desember 2025 | 10:11 WIB

Transaksi Pembayaran Lewat QRIS Semakin Semarak

BI menargetkan volume transaksi QRIS tahun 2025 mencapai 15,37 miliar atau melonjak 146,4% secara tahunan dengan nilai Rp 1.486,8 triliun 

CIMB Niaga Syariah Jajaki Konsolidasi dengan BUS
| Sabtu, 13 Desember 2025 | 10:07 WIB

CIMB Niaga Syariah Jajaki Konsolidasi dengan BUS

Bank CIMB Niaga berpotensi memiliki bank syariah beraset jumbo. Pasalnya, bank melakukan penjajakan untuk konsolidasi dengan bank syariah​

Ekonomi Tak Pasti, Kolektor Barang Mewah Berhati-hati
| Sabtu, 13 Desember 2025 | 08:00 WIB

Ekonomi Tak Pasti, Kolektor Barang Mewah Berhati-hati

Kondisi ekonomi global yang tak pasti serta suku bunga tinggi menekan industri barang mewah di tahun 2025

Berhentilah Menebang Masa Depan
| Sabtu, 13 Desember 2025 | 07:10 WIB

Berhentilah Menebang Masa Depan

Bencana  banjir dan longsor di tiga provinsi Sumatra jadi momentum reformasi kebijakan perizinan dan tata ruang Indonesia.​

Jangan Jadi Tradisi
| Sabtu, 13 Desember 2025 | 07:00 WIB

Jangan Jadi Tradisi

Lonjakan harga-harga komoditas pangan menjelang Nataru ataupun saat puasa dan Lebaran harus disikapi serius pemerintah lewat kebijakan.

Bos Martina Berto (MBTO) Memilih Investasi Berhorizon Menengah hingga Panjang
| Sabtu, 13 Desember 2025 | 06:55 WIB

Bos Martina Berto (MBTO) Memilih Investasi Berhorizon Menengah hingga Panjang

Direktur Utama PT Martina Berto Tbk (MBTO), Bryan David Emil, memilih aset berjangka menengah panjang dalam portofolio investasinya.

Multifinance Kejar Pembiayaan Mobil
| Sabtu, 13 Desember 2025 | 06:50 WIB

Multifinance Kejar Pembiayaan Mobil

Pemangkasan target penjualan mobil baru oleh Gaikindo menjadi 780.000 unit menegaskan tekanan pada industri otomotif belum mereda.

Daya Beli Pulih, Kredit Masih Tertahan
| Sabtu, 13 Desember 2025 | 06:48 WIB

Daya Beli Pulih, Kredit Masih Tertahan

Pemulihan daya beli masyarakat mulai terlihat di Oktober 2025, namun belum merata. Kredit rumahtangga jadi penopang utama pertumbuhan kredit OJK.

Rupiah Pekan Ini Terangkat Pelemahan Dolar
| Sabtu, 13 Desember 2025 | 06:30 WIB

Rupiah Pekan Ini Terangkat Pelemahan Dolar

Mengutip Bloomberg, rupiah di pasar spot menguat 0,18% secara harian ke Rp 16.646 per dolar AS pada Jumat (12/12).

Sinergi Multi (SMLE) Bersiap Mengekspor Minyak Nilam
| Sabtu, 13 Desember 2025 | 05:20 WIB

Sinergi Multi (SMLE) Bersiap Mengekspor Minyak Nilam

SMLE memperkuat bisnis nilam sebagai salah satu komoditas strategis di Indonesia dengan fokus pada kategori wewangian (fragrance & flavors).

INDEKS BERITA

Terpopuler