Indonesia Menang

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indonesia dan Amerika Serikat (AS) mencapai kesepakatan dagang. Dalam kesepakatan, Indonesia kena tarif impor sebesar 19% di AS. Sementara AS tidak kena tarif impor sama sekali untuk masuk ke Indonesia.
Pekan ini, AS merilis pernyataan yang mengungkapkan kemenangan atas kesepakatan dagang. Gedung Putih menyebutkan bahwa Presiden AS Donald Trump telah mewujudkan kesepakatan dagang yang akan menguntungkan pekerja AS, eksportir, petani, dan inovator digital.
"Kesepakatan ini adalah wujud nyata dari kemenangan bagi rakyat Amerika," ungkap Gedung Putih dalam pernyataan 22 Juli 2025 lalu.
Pernyataan Gedung Putih pun menyebutkan berbagai langkah yang harus ditempuh Indonesia dalam kesepakatan dagang dengan AS, termasuk menghapus hambatan non-tarif seperti tingkat kandungan dalam negeri dan penyederhanaan lisensi produk pertanian.
AS mencatat defisit perdagangan dengan Indonesia. Defisit perdagangan barang AS ke Indonesia mencapai US$ 17,9 miliar pada 2024. Sepanjang 2024, angka impor nonmigas Indonesia dari AS merupakan terbesar keenam setelah China, Jepang, Singapura, Australia, dan Thailand. Tetapi dari sisi ekspor nonmigas, AS merupakan tujuan ekspor terbesar kedua Indonesia setelah China.
Apakah benar rakyat AS menang dalam kesepakatan dagang ini? Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat dunia setelah India, China, dan AS. Artinya ada pasar baru bagi produk-produk Amerika.
Dengan tarif masuk 0% ke Indonesia, harga barang AS akan menjadi lebih murah, termasuk impor energi. Artinya jika kita belanja barang modal untuk manufaktur, maka biaya pokok akan ikut turun.
Untuk barang konsumsi, belum tentu barang kiriman AS ke Indonesia akan mendapat tempat bagi warga +62. Ini terutama dari sisi harga yang kurang bersaing karena biaya produksi yang tinggi dan nilai tukar yang mahal.
Permintaan penyederhanaan lisensi di Indonesia memang seolah-olah jadi pembuka pasar yang luas. Tapi kita perlu akui bahwa birokrasi usaha di Indonesia masih sangat berbelit. Jadi ini bukan hal sepenuhnya negatif.
Dari sisi AS, Trump tengah terjepit karena sepinya kesepakatan dagang menjelang tenggat waktu. Trump juga tengah menghadapi badai politik di dalam negeri sehingga pernyataan kemenangan diperlukan untuk mengangkat image-nya.