Ini Argumentasi Powell Mengapa AS Belum Membutuhkan Kenaikan Suku Bunga

Sabtu, 28 Agustus 2021 | 12:22 WIB
Ini Argumentasi Powell Mengapa AS Belum Membutuhkan Kenaikan Suku Bunga
[ILUSTRASI. FILE PHOTO: Federal Reserve Board Chairman Jerome Powell di Capitol Hill, Washington, AS, 12 Februari 2020. REUTERS/Yuri Gripas/File Photo]
Reporter: Sumber: Reuters | Editor: Thomas Hadiwinata

KONTAN.CO.ID - WASHINGTON. Otoritas moneter memberi sinyal akan mempertahankan kebijakannya. Dalam simposium Jakson Hole, Ketua Federal Reserve Jerome Powell, Jumat (28/8), berupaya meredakan kekhawatiran pasar bahwa kenaikan harga yang cepat akan mejadi tren yang bertahan lama. Dan situasi seperti itu, akan memaksa otoritas moneter untuk menaikkan bunga di Amerika Serikat (AS), hingga mempersingkat pemulihan.

Powell menyatakan, inflasi yang terekam baru-baru ini telah menarik perhatian Fed. Namun, ia mengartikan data itu sebagai tren sementara. Dan, pengetatan kebijakan moneter bisa menjadi kesalahan yang sangat berbahaya, tutur Powell.

Pernyataan Powell menuai kontroversi karena tak cuma muncul di masa inflasi mulai melemahkan sentimen konsumen, tetapi juga bersamaan dengan masa Presiden Joe Biden mempertimbangkan apakah ia akan menunjuk Powell untuk melanjutkan masa jabatannya yang kedua sebagai kepala Fed.

Baca Juga: Indeks Wall Street reli terdorong pernyataan Ketua The Fed yang masih dovish

Memang, ada yang mendukung keputusan Powell untuk membangun alasan mengapa inflasi tidak mengkhawatirkan, daripada menelisik apa yang keliru. Kubu yang menyuarakan dukungan adalah mereka yang mendukung kebijakan Fed untuk memperjuangkan lapangan kerja, dan menolak upaya antisipasi dengan melakukan pengetatan moneter yang lebih cepat.

Namun ada juga yang mengkritik komenter Powell, seperti Jason Furman dari Universitas Harvard, mantan asisten ekonomi senior dalam pemerintahan Presiden Barrack Obama. Dia menilai Powell “gagal untuk menganggap serius argumen apa pun di pihak lain.”

Dan tentu, tanggapan di dalam internal Fed terhadap komentar Powell juga terbagi. Perdebatan tentang kapan Fed harus lepas tangan dari tugas melindungi ekonomi AS dari gangguan Covid-19, juga berlangsung sengit di dalam lembaga pengatur kebijakan moneter itu.  Sejumlah rekan Powell mulai menyuarakan penghentian pembelian aset keuangan oleh Fed, sebagai langkah pertama dari proses penghentian pelonggaran moneter.

Baca Juga: Wall Street: S&P 500 capai rekor tertinggi karena Powell yang bijaksana

Dalam pidatonya pada Jumat, Powell memang menuturkan bahwa dia mendukung langkah Fed untuk mulai mengurangi pembelian aset bulanan hingga $ 120 miliar di tahun ini. Pemangkasan pembelian dilakukan, tutur Powell, mengingat langkah itu sudah sesuai dengan kriteria inflasi dan kemajuan yang diharapkan di bidang ketenagakerjaan.

Tetapi untuk menaikkan suku bunga, Powell menilai, masih ada persyaratan lain yang lebih ketat yang harus dipenuhi. Misal penyerapan lapangan kerja yang maksimum, dan laju inflasi yang mencapai, dan terlihat di jalur untuk melebihi 2% untuk beberapa waktu.

Beberapa pejabat Fed yang turut merumuskan kebijakan moneter, memang menilai inflasi secara rata-rata sudah mencapai target yang terbilang tinggi. Toh, Powell enggan berkomitmen. "Waktu akan memberi tahu apakah kita telah mencapai 2% secara berkelanjutan," kata Powell.

Indeks harga pengeluaran konsumsi pribadi (PCE), di luar komponen makanan yang mudah berubah serta energi, yang merupakan ukuran utama inflasi, naik 3,6% selama 12 bulan yang berakhir pada Juli, demikian data pada Jumat menunjukkan. Kenaikan secara bulanan per Juli merupakan yang terkecil dalam lima bulan terakhir.

Inilah lima poin argumentasi yang disampaikan Powell, tentang mengapa dia tidak terganggu dengan kenaikan harga belakangan ini.

Tidak berbasis luas

Inflasi sejauh ini berasal dari kenaikan harga yang drastis di sejumlah sektor, terutama barang dan jasa yang paling terpukul oleh pandemi virus corona. Di saat ekonomi dibuka kembali, Powell optimistis, permintaan cepat pulih.

Lonjakan harga tertinggi mulai mereda

Harga mobil dan barang tahan lama lainnya sekarang stabil atau turun setelah meroket di musim panas. "Tampaknya tidak mungkin bahwa inflasi yang tahan lama akan terus berkontribusi penting dari waktu ke waktu terhadap inflasi secara keseluruhan," kata Powell.

Baca Juga: The Fed akan mengumumkan simposium tahunan, simak pergerakan IHSG pekan depan

Tidak ada ancaman dari sisi upah

Upah naik, tetapi tidak lebih cepat dari peningkatan produktivitas atau inflasi dengan cara yang dapat mengarah ke spiral ke atas. "Ini akan terus kami pantau dengan hati-hati," katanya.

Ekspektasi inflasi

Berdasarkan survei dan langkah-langkah pengawasan yang dilakukannya, Fed menilai ekspektasi inflasi sudah kembali ke tingkat yang konsisten dengan tujuan inflasinya, dan tidak berlari secepat inflasi actual. Menurut Powell, ini merupakan sinyalemen bahwa rumah tangga, bisnis dan pelaku pasar yang menjadi responden percaya bahwa rekam jejak  inflasi yang tinggi belakangan ini cenderung sementara.

Harga cenderung bergerak ke bawah di tingkat global

Faktor-faktor, seperti populasi yang menua, kemajuan teknologi, globalisasi, menciptakan kecenderungan harga bergerak ke bawah di Amerika Serikat dan di banyak negara lainnya. "Ada sedikit alasan untuk berpikir bahwa tekanan harga ke bawah tiba-tiba mereda atau berbalik arah," kata Powell.

Selanjutnya: Sepekan Penawaran, SR015 Laris Manis Diserbu Investor

 

Bagikan

Berita Terbaru

PetroChina Investasi Besar Demi Eksplorasi Blok Jabung, RATU Punya 8 Persen PI
| Jumat, 28 November 2025 | 10:40 WIB

PetroChina Investasi Besar Demi Eksplorasi Blok Jabung, RATU Punya 8 Persen PI

PetroChina akan menggelar eksplorasi 6 sumur baru dan 11 sumur work over di Blok Jabung hingga 2028.

Operator Telekomunikasi Optimalkan Layanan AI
| Jumat, 28 November 2025 | 08:50 WIB

Operator Telekomunikasi Optimalkan Layanan AI

Perkembangan ini menjadi hal positif apalagi industri telekomunikasi saat ini sudah menyebar ke banyak wilayah Tanah Air.

Voksel Electric (VOKS) Mengejar Target Pertumbuhan 15%
| Jumat, 28 November 2025 | 08:40 WIB

Voksel Electric (VOKS) Mengejar Target Pertumbuhan 15%

VOKS membidik proyek ketenagalistrikan baru, termasuk melalui lelang yang akan dilakukan PT PLN (Persero).

Berharap Bisnis Melaju dengan Diskon Nataru
| Jumat, 28 November 2025 | 08:30 WIB

Berharap Bisnis Melaju dengan Diskon Nataru

Tak hanya mendorong pertumbuhan ekonomi, pemerintah berharap program diskon belanja ini dapat meningkatkan daya beli masyarakat.

Prodia Widyahusada (PRDA) Siapkan Strategi Bisnis di 2026
| Jumat, 28 November 2025 | 08:10 WIB

Prodia Widyahusada (PRDA) Siapkan Strategi Bisnis di 2026

Pada tahun depan, Prodia jWidyahusada membidik posisi sebagai South East Asia (SEA) Referral Laboratory.

DOID Akan Terbitkan Global Bond Setara Rp 8,31 Triliun
| Jumat, 28 November 2025 | 08:01 WIB

DOID Akan Terbitkan Global Bond Setara Rp 8,31 Triliun

Rencana penerbitan global bond merupakan bagian dari strategi DOID untuk mempertahankan sumber pendanaan yang terdiversifikasi. 

Konsumsi Produk Bisa Meningkat, Prospek KLBF Semakin Sehat
| Jumat, 28 November 2025 | 07:53 WIB

Konsumsi Produk Bisa Meningkat, Prospek KLBF Semakin Sehat

Kinerja PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) KLBF pada 2026 masih prospektif dengan ditopang segmen pharma (prescription) dan consumer health. 

Realisasi Marketing Sales Anjlok, Kinerja Agung Podomoro Land (APLN) Ikut Jeblok
| Jumat, 28 November 2025 | 07:47 WIB

Realisasi Marketing Sales Anjlok, Kinerja Agung Podomoro Land (APLN) Ikut Jeblok

Kinerja PT Agung Podomoro Land Tbk (APLN) loyo di sepanjang sembilan bulan pertama tahun ini. Lemahnya daya beli jadi salah satu pemicunya.

Demutualisasi Bisa Mendorong Penerapan GCG di BEI
| Jumat, 28 November 2025 | 07:36 WIB

Demutualisasi Bisa Mendorong Penerapan GCG di BEI

Penerapan demutualisasi dinilai tidak akan berdampak kepada investor. Justru, itu jadi sarana BEI untuk menerapkan good corporate governance. ​

Kinerja Saham Pelat Merah Belum Cerah
| Jumat, 28 November 2025 | 07:30 WIB

Kinerja Saham Pelat Merah Belum Cerah

Saham emiten BUMN cenderung stagnan, bahkan terkoreksi dalam 1-2 tahun terakhir. Alhasil, saham emiten BUMN tak lagi jadi penopang laju IHSG​.

INDEKS BERITA

Terpopuler