Inilah Strategi Pendanaan Pemerintah untuk Menutup Defisit Anggaran yang Kian Lebar

Jumat, 19 Juli 2019 | 08:11 WIB
Inilah Strategi Pendanaan Pemerintah untuk Menutup Defisit Anggaran yang Kian Lebar
[]
Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Thomas Hadiwinata

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Penerimaan pajak tahun ini makin terbatas hingga memperbesar defisit anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2019. Ini artinya, pemerintah harus siap menambah pembiayaan.

Dalam paparan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di DPR beberapa waktu lalu, pemerintah memperkirakan defisit anggaran sampai akhir tahun mencapai 1,93% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Angka ini melebar dari yang ditargetkan dalam APBN 2019 sebesar 1,84% dari PDB.

"Walaupun tidak terdevaluasi terlalu jauh, ini akibat tren pelemahan penerimaan dengan perekonomian yang mengalami tekanan," kata Sri Mulyani, Selasa (16/7).

Hingga akhir semester I-2019, realisasi defisit anggaran telah mencapai 0,84% dari PDB. Angka ini juga lebih tinggi dibandingkan dengan defisit anggaran pada periode yang sama tahun lalu yang sebesar 0,75% dari PDB.

Dengan proyeksi defisit anggaran akan melebar, pemerintah memperkirakan realisasi pembiayaan akhir tahun juga melebihi target, yaitu sebesar 105% dari target yakni mencapai Rp 296 triliun.

Direktur Jenderal (Dirjen) Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan (Kemkeu) Luky Alfirman menambahkan, pemerintah memiliki dua opsi utang untuk menambal defisit tersebut. Pertama, memperbesar penerbitan surat berharga negara (SBN). Kedua, memperbesar penarikan pinjaman.

"Kami punya fleksibilitas untuk dua hal itu," kata Luky kepada KONTAN, Kamis (18/7). Meski pun demikian Luky masih enggan menyebut opsi mana yang paling memungkinkan yang akan diambil pemerintah. Sebab pemilihan opsi itu tergantung pada kondisi pasar keuangan, termasuk potensi risikonya.

Ekonom Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih menilai, langkah yang paling mudah yang bisa diambil pemerintah yaitu dengan memperbesar penerbitan SBN. Jika pemerintah mau menerbitkan kembali global bonds, hal ini bisa dijadikan sebagai tabungan oleh pemerintah jika sewaktu-waktu membutuhkan likuiditas dollar.

Selain itu, imbal hasil (yield) juga berpotensi turun sejalan dengan potensi penurunan kembali bunga acuan Bank Indonesia (BI), setelah penurunan pada bulan ini.

"Artinya kan masih panjang. Investor bisa beli saat ini, karena ke depan ada potensi harga obligasi naik karena yield turun," tambah Lana.

Lana memperkirakan, pemerintah bakal menjaga defisit anggaran akhir tahun ini agar tidak melampaui 2% dari PDB. Menurutnya, pemerintah selalu memiliki cara untuk menambal defisit, baik melalui penghematan anggaran belanja maupun dengan menambah utang.

"Pemerintah bilang tidak akan ada pemangkasan (belanja). Tapi pemerintah selalu melakukan," tambah dia.

Bagikan

Berita Terbaru

Bisnis Reasuransi Masih Menantang di Tahun Depan
| Senin, 29 Desember 2025 | 04:15 WIB

Bisnis Reasuransi Masih Menantang di Tahun Depan

Risiko bisnis diprediksi masih cukup besar di tahun 2026, sehingga menuntut kehati-hatian dari perusahan reasuransi.

Pertaruhan Besar Nikel RI: Banjir Pasokan di Gudang LME, Kalah Saing Lawan LFP
| Minggu, 28 Desember 2025 | 13:00 WIB

Pertaruhan Besar Nikel RI: Banjir Pasokan di Gudang LME, Kalah Saing Lawan LFP

Indonesia mengalami ketergantungan akut pada China di saat minat Negeri Tirai Bambu terhadap baterai nikel justru memudar.

Restrukturisasi Garuda Indonesia Masuk Babak Baru, Simak Prospek GIAA Menuju 2026
| Minggu, 28 Desember 2025 | 11:15 WIB

Restrukturisasi Garuda Indonesia Masuk Babak Baru, Simak Prospek GIAA Menuju 2026

Restrukturisasi finansial saja tidak cukup untuk mengembalikan kepercayaan pasar secara total terhadap GIAA.​

Agar Kinerja Lebih Seksi, TBS Energi Utama (TOBA) Menggelar Aksi Pembelian Kembali
| Minggu, 28 Desember 2025 | 10:27 WIB

Agar Kinerja Lebih Seksi, TBS Energi Utama (TOBA) Menggelar Aksi Pembelian Kembali

Perkiraan dana pembelian kembali menggunakan harga saham perusahaan pada penutupan perdagangan 23 Desember 2025, yaitu Rp 710 per saham.

Provident Investasi Bersama (PALM) Tetap Fokus di Tiga Sektor Investasi di 2026
| Minggu, 28 Desember 2025 | 10:12 WIB

Provident Investasi Bersama (PALM) Tetap Fokus di Tiga Sektor Investasi di 2026

Tahun depan, PALM siap berinvetasi di sektor-sektor baru. Kami juga terbuka terhadap peluang investasi pada perusahaan tertutup.

Melalui Anak Usaha, Emiten Happy Hapsoro Ini Mencaplok Saham Kontraktor Hulu Migas
| Minggu, 28 Desember 2025 | 10:03 WIB

Melalui Anak Usaha, Emiten Happy Hapsoro Ini Mencaplok Saham Kontraktor Hulu Migas

HCM,  kontraktor kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi pada Wilayah Kerja Selat Madura berdasarkan production sharing contract dengan SKK Migas.

Okupansi Hotel Fluktuatif, DFAM Tancap Gas Garap Bisnis Katering
| Minggu, 28 Desember 2025 | 10:00 WIB

Okupansi Hotel Fluktuatif, DFAM Tancap Gas Garap Bisnis Katering

Penyesuaian pola belanja pemerintah pasca-efisiensi di tahun 2025 bisa membuat bisnis hotel lebih stabil.

Menjadi Adaptif Melalui Reksadana Campuran
| Minggu, 28 Desember 2025 | 08:20 WIB

Menjadi Adaptif Melalui Reksadana Campuran

Diversifikasi reksadana campuran memungkinkan investor menikmati pertumbuhan saham sekaligus stabilitas dari obligasi dan pasar uang 

Defensif Fondasi Keuangan, Agresif dalam Berinvestasi
| Minggu, 28 Desember 2025 | 08:15 WIB

Defensif Fondasi Keuangan, Agresif dalam Berinvestasi

Ekonomi dan konsumsi masyarakat berpotensi menguat di 2026. Simak strategi yang bisa Anda lakukan supaya keuangan tetap aman.

Cari Dana Modal Kerja dan Refinancing, Emiten Ramai-Ramai Rilis Surat Utang
| Minggu, 28 Desember 2025 | 08:02 WIB

Cari Dana Modal Kerja dan Refinancing, Emiten Ramai-Ramai Rilis Surat Utang

Ramainya rencana penerbitan obligasi yang berlangsung pada awal  tahun 2026 dipengaruhi kebutuhan refinancing dan pendanaan ekspansi.

INDEKS BERITA