Investasi yang Lesu dan Pasar Global yang Suram Menahan Pertumbuhan Kuartal Kedua

Selasa, 06 Agustus 2019 | 06:00 WIB
Investasi yang Lesu dan Pasar Global yang Suram Menahan Pertumbuhan Kuartal Kedua
[]
Reporter: Abdul Basith, Grace Olivia, Yusuf Imam Santoso | Editor: Thomas Hadiwinata

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Target ertumbuhan ekonomi di tahun ini sebesar 5,3% terlihat semakin jauh. Produk domestik bruto (PDB) per kuartal II-2019, yang diharapkan jadi motor sepanjang tahun ini, cuma naik 5,05%. Angka itu lebih rendah daripada realisasi pertumbuhanPDB di kuartal I-2019 yang sebesar 5,07%.

Pertumbuhan di kuartal kedua tahun ini juga lebih rendah dibanding hasil di periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar 5,27%. Bahkan, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan di kuartal II-2019 sebagai yang terendah sejak kuartal II-2017.

Salah satu penyebab ekonomi tumbuh lebih rendah di kuartal II-2019 adalah investasi baru hanya tumbuh 5,01%, turun dari kuartal I-2019 sebesar 5,03%. Pertumbuhan tersebut juga merupakan yang terendah sejak kuartal I-2017 sebesar 4,77%. Padahal, investasi atau pembentukan modal tetap bruto (PMTB) berkontribusi 31,25% terhadap PDB.

Baca Juga: BI bilang pertumbuhan ekonomi Indonesia masih terjaga

Kepala BPS, Suhariyanto menyebut pertumbuhan ekonomi mengalami kontraksi lantaran investasi melambat, terimbas perang dagang di antara Amerika Serikat (AS) dan China serta penyelenggaraan Pemilu. "Saya kira tren wait and see investor berlangsung sepanjang kuartal II-2019," kata Suhariyanto dalam konferensi pers, di kantor BPS, Senin (5/8).

Sebagai gambaran, Badan Koordinasi Penanaman Modal mencatat realisasi investasi triwulan II-2019 hanya mencapai Rp 200,5 triliun, atau naik 2,8% dibandingkan dengan realisasi pada kuartal sebelumnya. Pada kuartal I-2019, investasi naik 4,85% dari kuartal sebelumnya.

Melambatnya pertumbuhan ekonomi kuartal II-2019 akan berpengaruh besar terhadap  pencapaian pada kuartal selanjutnya. Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik BPS Sri Soelistyowati mengatakan, secara tren pertumbuhan ekonomi Indonesia bertolak ukur pada peak season Ramadhan-Idul Fitri yang pada tahun ini berlangsung di kuartal II-2019.

Artinya sampai akhir tahun, Sri memprediksi pertumbuhan investasi kuartal III-IV 2019 sulit melebihi pencapaian kuartal II-2019. "Tapi masih ada sepercik harapan konsumsi akan tumbuh pada saat Natal dan tahun baru," terang Sri seusai konferensi pers.

Baca Juga: Kepala Bappenas memprediksi pertumbuhan ekonomi di 2019 sebesar 5,1%

Di bawah target

Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution mengakui realisasi pertumbuhan ekonomi kuartal kedua 2019 meleset dari ekspektasinya, yaitu 5,12% yoy. Selain investasi yang lesu, kinerja perdagangan internasional turut menahan laju pertumbuhan di kuartal kedua.

BPS mencatat, pertumbuhan ekspor turun 1,81% yoy sedangkan pertumbuhan impor turun lebih dalam yaitu 6,73 yoy. "Tahun lalu meski ekspor melambat, tapi impornya naik dan kalau impor naik itu memang menunjukkan pergerakan ekonomi. Kali ini, impor negatif dan kelihatannya dampak terhadap pertumbuhan ekonomi cukup langsung," tutur Darmin.

Menurut Darmin, perlambatan impor menjadi persoalan yang harus dijawab pemerintah lantaran memengaruhi pertumbuhan ekonomi cukup signifikan. Padahal, di sisi lain, pemerintah menekan impor demi memperbaiki kondisi neraca transaksi berjalan yang mengalami defisit. "Kami perlu menjawab impor yang turun ini, tapi saya juga belum ketemu clue untuk menjawab itu," jelas Darmin.

Baca Juga: Fitch Ratings: Perang dagang AS-China ancam sektor tekstil dan garmen domestik

Ekonom Permata Bank Josua Pardede menganalisa, pertumbuhan ekonomi sampai akhir 2019 bakal di bawah 5,1%. Untuk mengejar target pertumbuhan sesuai versi outlook pemerintah yang disampaikan ke DPR pada akhir Juli 2019 lalu sebesar 5,2%, maka pemerintah harus memacu investasi dan industri manufaktur. "Pemerintah perlu memberikan kepastian hukum dan deregulasi kebijakan ekonomi agar investor kembali," kata Josua.

Ia menyebut insentif super deduction tax yang sudah diterbitkan bisa menjadi stimulus pertumbuhan ekonomi. Namun, insentif nampaknya perlu diperluas lagi, sebagai jurus melawan sentimen perang dagang AS-China dan sentimen eksternal lainnya. "Fungsinya memastikan kepada investor kalau ekonomi dalam negeri tetap solid. Sehingga, ekspektasi investor bakal positif," tutur Josua.

Selain itu, pemangkasan suku bunga Bank Indonesia (BI) atau BI 7-Day Reserve Repo Rate (BI 7-DRR) perlu berlanjut guna menumbuhkan gairah ekspansi dunia usaha. Bersamaan itu, perbankan juga harus menurunkan suku bunga kredit.

Baca Juga: Investasi diproyeksi menggeliat di semester kedua, simak potensinya

Bagikan

Berita Terbaru

Dikelilingi Sentimen Akuisisi dan Fundamental, Saham INET Melanjutkan Penguatan
| Senin, 17 November 2025 | 19:10 WIB

Dikelilingi Sentimen Akuisisi dan Fundamental, Saham INET Melanjutkan Penguatan

Dorongan terhadap saham INET dilatarbelakangi oleh aksi korporasi untuk memperluas ekspansi dan jaringan internet berkecepatan tinggi.

Bunga KUR Dipatok Flat 6% Mulai 2026, UMKM Bisa Ajukan KUR Tanpa Batas
| Senin, 17 November 2025 | 17:38 WIB

Bunga KUR Dipatok Flat 6% Mulai 2026, UMKM Bisa Ajukan KUR Tanpa Batas

Menteri UMKM Maman Abdurrahman umumkan perubahan signifikan KUR: bunga flat 6% dan pengajuan tanpa batas mulai 2026. 

Pemerintah Siap Patok Bea Keluar Emas, Targetkan Penerimaan Hingga Rp 2 Triliun
| Senin, 17 November 2025 | 16:35 WIB

Pemerintah Siap Patok Bea Keluar Emas, Targetkan Penerimaan Hingga Rp 2 Triliun

Besaran tarif dalam usulan ini bersifat progresif, mengikuti perkembangan harga emas dunia atau harga mineral acuan (HMA)

Kinerja BBCA Oktober: Pertumbuhan Laba Melambat Tapi Masih Sesuai Proyeksi Analis
| Senin, 17 November 2025 | 13:17 WIB

Kinerja BBCA Oktober: Pertumbuhan Laba Melambat Tapi Masih Sesuai Proyeksi Analis

BCA catat laba Rp 48,26 triliun di Oktober 2025, naik 4,39% secara tahunan dan sesuai proyeksi analis

Membedah Dampak Redenominasi Rupiah untuk Perekonomian
| Senin, 17 November 2025 | 10:33 WIB

Membedah Dampak Redenominasi Rupiah untuk Perekonomian

Situasi ekonomi suatu negara sangat mempengaruhi keberhasilan redenominasi. Ada beberapa aspek yang membuat kebijakan ini gagal.

Pelemahan Harga Properti, CTRA dan SMRA Tahan Banting dan Lebih Bisa Beradaptasi
| Senin, 17 November 2025 | 09:57 WIB

Pelemahan Harga Properti, CTRA dan SMRA Tahan Banting dan Lebih Bisa Beradaptasi

Survei harga properti BI menunjukkan pertumbuhan harga properti residensial di pasar primer melambat, hanya naik 0,84% YoY hingga kuartal III-2025

Strategi Transformasi ASSA Berbuah Manis: Laba Melonjak, Saham Direkomendasikan Buy
| Senin, 17 November 2025 | 08:30 WIB

Strategi Transformasi ASSA Berbuah Manis: Laba Melonjak, Saham Direkomendasikan Buy

Laba bersih PT Adi Sarana Armada Tbk (ASSA) melompat didorong bisnis logistik dan penjualan kendaraan bekas.

Daya Beli Konsumen bisa Menguat, Saham Ritel AMRT dan MIDI Siap Tancap Gas?
| Senin, 17 November 2025 | 08:09 WIB

Daya Beli Konsumen bisa Menguat, Saham Ritel AMRT dan MIDI Siap Tancap Gas?

Menjelang momen musiman Nataru, kinerja emiten ritel modern seperti PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (AMRT) diprediksi menguat.

Dana Kelolaan Reksadana Pecah Rekor Rp 621 Tiliun, Aset Defensif jadi Andalan
| Senin, 17 November 2025 | 08:00 WIB

Dana Kelolaan Reksadana Pecah Rekor Rp 621 Tiliun, Aset Defensif jadi Andalan

Tujuh tahun mentok di sekitar Rp 500-an triliun, akhirnya dana kelolaan industri reksadana tembus level Rp 600 triliun.  

Investor Ritel Lebih Mengincar ST015 Tenor Dua Tahun
| Senin, 17 November 2025 | 06:45 WIB

Investor Ritel Lebih Mengincar ST015 Tenor Dua Tahun

Berdasarkan catatan salah satu mitra distribusi, Bibit, ST015 tenor dua tahun ST015T2 mencatatkan penjualan lebih banyak

INDEKS BERITA

Terpopuler