Investor China dan Jepang Bangun Pabrik Baterai Litium di Morowali
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Upaya pemerintah memancing investasi asing langsung membuahkan hasil. Terbaru, investor China dan Jepang berkolaborasi mendirikan pabrik baterai litium pertama di Indonesia. Selain bisa menyerap tenaga kerja, investasi ini bisa mengurangi impor baterai yang terus naik.
Perusahaan yang membangun pabrik itu adalah PT QMB New Energy Materials. Perusahaan ini hasil kerjasama investor China, Indonesia, dan Jepang. Pembangunan pabrik di kawasan industri PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), Morowali, Sulawesi Tengah (Sulteng). Ada tiga investor terlibat: GEM Co.,Ltd., Brunp Recycling Technology Co.,Ltd., Tsingshan, PT IMIP dan Hanwa.
Mereka membangun pabrik di atas lahan 120 hektare. Nilai investasi US$ 700 juta dan produksi yang dihasilkan bisa mencapai US$ 800 juta per tahun. Peletakan batu pertama pembangunan pabrik berlangsung, Jumat (11/1) dan dihadiri, antara lain oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan dan Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto.
Chairman GEM Co Ltd Prof. Xu Kaihua menuturkan, fasilitas itu akan memanfaatkan nikel laterit. "Jadi, akan memberikan contoh bagi dunia industri yang mengubah nikel laterit menjadi suatu energi yang baru,” terangnya dalam keterangan pers, Jumat (11/1).
PT QMB New Energy Materials memiliki kapasitas konstruksi nikel sebesar 50.000 ton dan kobalt 4000 ton. Mereka akan memproduksi 50.000 ton produk intermediate nikel hidroksida, 150.000 ton baterai kristal nikel sulfat, 20.000 ton baterai kristal sulfat kobalt, dan 30.000 ton baterai kristal sulfat mangan.
Luhut menyebut, pengembangan pabrik tersebut merupakan lompatan besar yang besar dalam pengembangan industri baterai litium di Indonesia. Selain menjadi pabrik yang pertama, pengembangan ini juga menjadi penting dalam hilirisasi bahan tambang di wilayah itu. "Berpuluh tahun Indonesia hanya mengekspor bahan mentah. Dulu kita ekspor nikel mentah nilainya US$ 200 juta-US$ 240 juta sekarang turunan pertamanya akan dihasilkan di dalam negeri. Perubahan ini luar biasa, kami masih menghitung berapa nilainya jika sampai turunan ke empat," terang Luhut.
Selain itu, adanya pabrik ini akan mengurangi Indonesia terhadap baterai impor. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, impor baterai litium sepanjang Januari-November 2018 mencapai US$ 7,65 juta, meningkat 7,57% dibandingkan dengan periode sama tahun 2017. Selain baterai litium, Indonesia juga mengimpor jenis baterai lain.
Realisasi investasi ini juga akan mendukung percepatan pengembangan kendaraan bermotor listrik untuk transportasi. Pemerintah menargetkan, tahun 2025 ada 2.200 mobil listrik, 711.000 mobil hibrida dan 2,1 juta unit sepeda motor listrik.