Jerat Pengangguran

Senin, 13 Oktober 2025 | 04:11 WIB
Jerat Pengangguran
[ILUSTRASI. TAJUK - Djumyati Partawidjaja]
Djumyati Partawidjaja | Redaktur Pelaksana

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Jelang 1 tahun Pemerintahan Prabowo-Gibran, kita bisa mulai melihat bagaimana perkembangan kesejahteraan ada di negeri ini. 
Banyak orang melihat kondisi negeri makin memprihatinkan, tapi ada juga yang optimistis. Pertumbuhan ekonomi kuartal II 2025 yang mendadak jadi 5,2%, angka kemiskinan turun, dan IHSG terus mencetak rekor jadi dasar optimismenya. 

Kembali kita melihat pandangan berseberangan. Sayangnya, kita akan sulit melihat dengan objektif, apalagi angka statistik atau indikator yang biasanya jadi tolok ukur mulai "digoyang" kepentingan.

Indonesia Emas di tahun 2045 yang digadang-gadang akan jadi bukti keunggulan Indonesia, negara dengan subsidi demografi yang besar, yaitu 70% penduduk berusia produktif, bisa menjadi anti klimaks. Apa jadinya penduduk usia produktif sebesar itu kalau menganggur?

Per Februari 2025, Tingkat Pengangguran Terbuka, lulusan SMK mencapai 9,01%, tertinggi di antara jenjang pendidikan lainnya. Agak ironi, pendidikan yang seharusnya paling banyak mendapatkan pekerjaan, justru menciptakan pengangguran paling besar.

Sebenarnya ada beberapa program pemerintah untuk mengatasi pengangguran, yaitu: Kartu Pra Kerja yang telah berjalan sejak 2020, dan Magang Nasional  Kemenaker 2025 yang baru saja diluncurkan.

Kartu Pra Kerja, dengan skalabilitas masif menjangkau 18,9 juta penerima, unggul dalam inklusi digital dan reskilling dasar. Studi awal menunjukkan dampak positif, namun hasil jangka panjangnya rapuh. Survei Komite Cipta Kerja mencatat 60% alumninya kembali menganggur setahun pasca program.

Magang Nasional Kemenaker 2025 menawarkan solusi yang lebih baik: work-based learning, yang secara empiris terbukti signifikan menekan risiko pengangguran terdidik. Program ini menjanjikan pembayaran setara Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) yang disubsidi APBN. 

Namun, desain pendanaannya mengandung risiko moral tinggi. Program ini dikritik serikat buruh sebagai upah rendah bagi sarjana. Dan yang lebih fatal, menciptakan insentif bagi perusahaan untuk mensubstitusi karyawan entry-level permanen dengan intern bersubsidi. Magang Nasional berisiko hanya menjadi subsidi operasional, bukan pencipta pekerjaan.   

Tanpa reformasi struktural agresif dari sisi permintaan, yang bisa mendorong investasi domestik dan asing, program ini hanya menghasilkan antrean panjang pencari kerja yang semakin terampil. 

Selanjutnya: Asing Mengoleksi Saham-Saham Emiten Konglomerasi

Bagikan

Berita Terbaru

Berusaha Tetap Bertahan Kini Karyawan Indofarma (INAF) Hanya Tersisa 21 Orang Saja
| Selasa, 04 November 2025 | 19:18 WIB

Berusaha Tetap Bertahan Kini Karyawan Indofarma (INAF) Hanya Tersisa 21 Orang Saja

Setelah anak usahanya, PT Indofarma Global Medika pailit, Indofarma (INAF) mencoba tetap bertahan dengan melaksanakan pengurangan karyawan.

Era Keemasan Ekspor Batubara Indonesia ke Tiongkok Kian Menjauh
| Selasa, 04 November 2025 | 19:09 WIB

Era Keemasan Ekspor Batubara Indonesia ke Tiongkok Kian Menjauh

Industri batubara Indonesia kini perlu bersiap-siap dengan risiko bisnis besar sejalan dengan turunnya ekspor ke Tiongkok.

Bitcoin Volatil Ekstrem, Berikut Alternatif Koin Crypto Lain
| Selasa, 04 November 2025 | 16:38 WIB

Bitcoin Volatil Ekstrem, Berikut Alternatif Koin Crypto Lain

Ethereum (ETH) berada dalam watchlist karena dijadwalkan meluncurkan upgrade besar bernama Fusaka ke mainnet pada 3 Desember 2025.

Prabowo Akan Siapkan Rp 1,2 Triliun Per Tahun Buat Bayar Utang Whoosh
| Selasa, 04 November 2025 | 14:57 WIB

Prabowo Akan Siapkan Rp 1,2 Triliun Per Tahun Buat Bayar Utang Whoosh

Prabowo tekankan tidak ada masalah pembayaran utang Whoosh, namun belum jelas sumber dana dari APBN atau dari BPI Danantara.

Faktor Biaya dan Kurs Rupiah Membebani Mayora, Begini Proyeksi Arah Saham MYOR
| Selasa, 04 November 2025 | 09:09 WIB

Faktor Biaya dan Kurs Rupiah Membebani Mayora, Begini Proyeksi Arah Saham MYOR

Hingga akhir 2025 MYOR menargetkan laba bersih sebesar Rp 3,1 triliun atau cuma naik sekitar 0,8% dibandingkan tahun lalu.​

Bursa Efek Indonesia (BEI) Meluncurkan Tiga Indeks Baru
| Selasa, 04 November 2025 | 08:49 WIB

Bursa Efek Indonesia (BEI) Meluncurkan Tiga Indeks Baru

Investor diharapkan bisa berinvestasi pada saham profit tinggi, valuasi harga dan volatilitas rendah.

Investasi Saham dan Efek Buntung, Saratoga Investama Sedaya (SRTG) Cetak Kerugian
| Selasa, 04 November 2025 | 08:45 WIB

Investasi Saham dan Efek Buntung, Saratoga Investama Sedaya (SRTG) Cetak Kerugian

Saratoga juga mencatat kerugian bersih atas instrumen keuangan derivatif lainnya Rp 236 juta per 30 September 2025.

Invesco dan Allianz Konsisten Borong Saham UNTR Hingga Oktober, Blackrock Beda Arah
| Selasa, 04 November 2025 | 08:16 WIB

Invesco dan Allianz Konsisten Borong Saham UNTR Hingga Oktober, Blackrock Beda Arah

Sepanjang Oktober 2025 investor asing institusi lebih banyak melakukan pembelian saham UNTR ketimbang mengambil posisi jual.

Penjualan Nikel Melejit, Laba PAM Mineral (NICL) Tumbuh Tiga Digit
| Selasa, 04 November 2025 | 08:02 WIB

Penjualan Nikel Melejit, Laba PAM Mineral (NICL) Tumbuh Tiga Digit

PT PAM Mineral Tbk (NICL) meraih pertumbuhan penjualan dan laba bersih per kuartal III-2025 di tengah tren melandainya harga nikel global.

Laba Emiten Farmasi Masih Sehat Sampai Kuartal III-2025
| Selasa, 04 November 2025 | 07:52 WIB

Laba Emiten Farmasi Masih Sehat Sampai Kuartal III-2025

Mayoritas emiten farmasi mencatat pertumbuhan pendapatan dan laba di periode Januari hingga September 2025.

INDEKS BERITA

Terpopuler