Jika Aturan Baru Terbit, Pencatatan Saham Perusahaan China Bakal Semarak Lagi

Jumat, 17 Desember 2021 | 16:39 WIB
Jika Aturan Baru Terbit, Pencatatan Saham Perusahaan China Bakal Semarak Lagi
[ILUSTRASI. Pejalan kaki dengan masker melintas di depan papan indeks saham di Hong Kong, China, 26 Februari 2020. Photo by May James/ABACAPRESS.COM]
Reporter: Sumber: Reuters | Editor: Thomas Hadiwinata

KONTAN.CO.ID - HONG KONG. Setelah mengalami masa-masa lesu sepanjang tahun ini, penawaran umum perdana perusahaan-perusahaan China kemungkinan akan kembali semarak di tahun depan. Otoritas di China diprediksi akan menerbitkan aturan baru yang menjawab ketidakpastian yang menghantui pasar di tahun ini.

Dalam merancang aturan baru, regulator menelisik skema initial public offering (IPO) dengan struktur variable interest entity (VIE) yang biasa digunakan perusahaan China saat ini. Dalam skema VIE, entitas China yang hendak melakukan IPO, mendirikan perusahaan di luar negeri yang mempermudah investor asing membeli sahamnya.

Struktur semacam itu yang menyebabkan banjir pencatatan saham perusahaan China di bursa Amerika Serikat (AS) selama dua dekade terakhir.

Aturan baru itu akan muncul setelah Hong Kong menyaksikan pencatatan yang lesu di 2021. Nilai IPO di bursa Hong Kong menyumbang 16% dari volume pencatatan di kawasan Asia-Pasifik. Mengutip data Refinitiv, nilai IPO di Hong Kong selama 2021 cuma US$ 26,7 miliar, lebih rendah dibandingkan dengan hasil di periode yang sama tahun lalu, yaitu US$ 31,8 miliar.

Baca Juga: SenseTime Dimasukkan Dalam Daftar Hitam AS di Tengah Proses Finalisasi IPO Hong Kong

Jika perhitungan pencatatan diperluas hingga dual-primary dan secondary listing perusahaan China, maka Hong Kong membukukan aktivitas senilai US$ 41,3 miliar selama 2021 hingga saat ini, dibandingkan dengan US$ 50,8 miliar pada tahun sebelumnya.

Para bankir mengatakan aturan baru akan meningkatkan transparansi untuk prospek pencatatan dan mendorong perusahaan asal China untuk beralih ke pasar publik. Terutama, perusahaan di sektor teknologi dan media yang berada di pusat tindakan keras peraturan yang belum pernah terjadi sebelumnya sepanjang tahun ini.

"Jika Anda menggunakan satu kata untuk menggambarkan IPO pada tahun 2021, itu adalah ketidakpastian. Ada terlalu banyak ketidakpastian pada kebijakan," kata Li Hang, kepala pasar modal ekuitas (ECM) dan sindikat bank investasi CLSA.

"Tahun depan akan ada lebih banyak dan lebih banyak kepastian kebijakan dibandingkan dengan 2021. Kepastian bisa berarti aturan yang lebih ketat, tetapi harus ada lebih sedikit ketidakpastian. Itu adalah hal utama. Ketidakpastian itu benar-benar merugikan IPO."

Para bankir mengharapkan pencatatan kedua di Hong Kong meningkat selama tahun 2022 karena ancaman penghapusan saham-saham China di bursa AS akibat ketidakmampuan memenuhi aturan audit masih tetap tinggi. 

"Ada lebih dari 50 perusahaan China yang terdaftar di AS yang belum terdaftar di Hong Kong tetapi memenuhi persyaratan listing di sini," kata kepala UBS China, David Chin.

"Kami mungkin akan melihat banyak dari mereka datang ke Hong Kong untuk pencatatan kedua di tahun depan."

Meskipun nilai kesepakatan di China menurun, aktivitas bursa di seluruh kawasan Asia-Pasifik, termasuk Jepang, mengalami kenaikan. Nilai IPO sepanjang tahun ini mencapai US$ 166 miliar, berbanding dengan US$ 120,1 miliar di tahun lalu. Nilai IPO di tahun ini pun menjadi yang tertinggi sejak 2010.

Korea Selatan, India, dan Australia masing-masing mencatat kenaikan besar dalam nilai transaksi.

Baca Juga: Uber Ingin Jual Kepemilikan Saham yang Dianggap Tidak Strategis, Termasuk Saham Didii

"Secara historis ketika China melambat, kawasan itu melambat. Tahun ini, meskipun terjadi perlambatan di China, pasar lain mengisi kekosongan itu," kata William Smiley, co-head of equity capital market di Goldman Sachs Asia ex-Jepang.

Sektor teknologi dan perawatan kesehatan menyumbang lebih dari sepertiga IPO yang terjadi di Asia Pasifik sepanjang tahun ini.

"Jalur tahun depan terlihat lebih beragam baik dari segi geografi, dengan Korea, India, Asia Tenggara, dan Australia bersama-sama menjadi lebih besar dibandingkan dengan China dan lebih beragam dalam hal eksposur sektor," kata Magnus Andersson, co-head Asia Pacific ECM, Morgan Stanley.

"Kami melihat mungkin lebih sedikit teknologi dan media dan lebih banyak perawatan kesehatan, industri, dan FIG (kelompok lembaga keuangan). Ada rotasi ke dalam tema siklus yang dimainkan secara global."

CITIC, Goldman Sachs dan Morgan Stanley adalah bank dengan peringkat tiga teratas untuk aktivitas pasar modal ekuitas Asia pada tahun 2021, data Refinitiv menunjukkan.

 

Bagikan

Berita Terbaru

Profit 29,70% Setahun, Harga Emas Antam Hari Ini Merosot (27 Juni 2025)
| Jumat, 27 Juni 2025 | 16:13 WIB

Profit 29,70% Setahun, Harga Emas Antam Hari Ini Merosot (27 Juni 2025)

Harga emas Antam hari ini (27 Juni 2025) Rp 1.907.000 per gram. Di atas kertas pembeli setahun lalu bisa untung 29,70% jika menjual hari ini.

Belum Setahun Listing di BEI, Master Print Bakal Diakuisisi Perusahaan Singapura
| Jumat, 27 Juni 2025 | 16:04 WIB

Belum Setahun Listing di BEI, Master Print Bakal Diakuisisi Perusahaan Singapura

Harga saham PTMR sudah melambung duluan sebelum pengumuman resmi soal rencana akuisisi oleh Deep Source diumumkan.

Proyek EBT Digeber Pemerintah, Ada Rencana Revisi Aturan Tarif Listrik dan PLTP
| Jumat, 27 Juni 2025 | 10:57 WIB

Proyek EBT Digeber Pemerintah, Ada Rencana Revisi Aturan Tarif Listrik dan PLTP

Dalam waktu dekat akan ada peresmian pembangkit EBT total 350 MW, sebesar 55 MW di antaranya berlokasi di Sumatra.​

Jaga Stabilitas Harga Saham, Bangun Kosambi (CBDK) Melaksanakan Buyback Saham
| Jumat, 27 Juni 2025 | 10:13 WIB

Jaga Stabilitas Harga Saham, Bangun Kosambi (CBDK) Melaksanakan Buyback Saham

Anak usaha PT Pantai Indah Kapuk Dua Tbk (PANI) akan melaksanakan aksi buyback saham selama tiga bulan, mulai 25 Juni 2025-24 September 2025.​

Dorong Kinerja Tahun 2025, Solusi Bangun (SMCB) Genjot Penjualan ke Pasar Ritel
| Jumat, 27 Juni 2025 | 10:08 WIB

Dorong Kinerja Tahun 2025, Solusi Bangun (SMCB) Genjot Penjualan ke Pasar Ritel

PT Solusi Bangun Indonesia Tbk (SMCB) berupaya mempertahankan kinerja operasional dan keuangannya di tengah kelesuan pasar semen di Indonesia.

Danantara Kucurkan Dana Investasi US$ 120 juta Untuk Pertamina Geothermal (PGEO)
| Jumat, 27 Juni 2025 | 09:58 WIB

Danantara Kucurkan Dana Investasi US$ 120 juta Untuk Pertamina Geothermal (PGEO)

Chief Investment Officer Danantara, Pandu Sjahrir menegaskan, nilai investasi untuk PGEO telah disepakati beberapa waktu lalu.

Medco Energi (MEDC) Akuisisi Hak Partisipasi Repsol di Blok Corridor
| Jumat, 27 Juni 2025 | 09:52 WIB

Medco Energi (MEDC) Akuisisi Hak Partisipasi Repsol di Blok Corridor

 Akuisisi tersebut bernilai US$ 425 juta atau setara Rp 6,89 triliun dengan penyesuaian sesuai praktik yang berlaku.

Merry Riana Education (MERI) Siap Menggenjot Bisnis Pasca IPO
| Jumat, 27 Juni 2025 | 09:44 WIB

Merry Riana Education (MERI) Siap Menggenjot Bisnis Pasca IPO

Manajemen PT Merry Riana Education Tbk (MERI) menargetkan penggunaan dana dari hasil IPO untuk ekspansi usaha.

Tantangan Masih Mengadang Prospek Lorena (LRNA) di Sisa Tahun 2025
| Jumat, 27 Juni 2025 | 09:38 WIB

Tantangan Masih Mengadang Prospek Lorena (LRNA) di Sisa Tahun 2025

PT Eka Sari Lorena Transport Tbk (LRNA) tengah berjuang menghadapi berbagai tantangan berat di industri transportasi darat berbasis bus.

Masih Merugi di Kuartal I-2025, Emiten Investasi Bersiap Membenahi Kinerja
| Jumat, 27 Juni 2025 | 09:30 WIB

Masih Merugi di Kuartal I-2025, Emiten Investasi Bersiap Membenahi Kinerja

Di sepanjang tiga bulan pertama tahun 2025, mayoritas emiten portofolio investasi masih mencatat kerugian. 

INDEKS BERITA

Terpopuler