Kecemasan Inflasi Masih Menghantui, Saham Asia Pasifik Tertahan di Jalur Melandai

Rabu, 12 Mei 2021 | 15:59 WIB
Kecemasan Inflasi Masih Menghantui, Saham Asia Pasifik Tertahan di Jalur Melandai
[ILUSTRASI. Seorang pria berjalan di depan papan indeks saham bursa Tokyo pada 25 Februari 2020. (Photo by AFLO)]
Reporter: Sumber: Reuters | Editor: Thomas Hadiwinata

KONTAN.CO.ID - SYDNEY. Gelombang aksi jual membenamkan indeks saham Asia, Rabu (12/5) ke level terendah selama  tujuh minggu terakhir. Lonjakan harga komoditas dan meningkatnya tekanan inflasi di Amerika Serikat (AS) memicu spekulasi tentang kenaikan bunga acuan yang cepat dari rencana sebelumnya, serta peningkatan imbal hasil obligasi yang lebih tinggi secara global.

Perdagangan berjangka untuk saham-saham di Eropa dan AS juga lesu. Indeks Eurostoxx 50, Dax Jerman, dan FTSE London masing-masing mengalami pelemahan 0,2%. E-mini berjangka untuk S&P 500 tersandung 0,4% sementara indeks berjangka untuk Nasdaq turun 0,6%.

Indeks MSCI dari saham Asia-Pasifik di luar Jepang merosot 1,5% ke level terendahnya sejak 26 Maret. Penurunan ini melanjutkan pelemahan sebesar 1,6% yang terjadi pada perdagangan Selasa, dengan semua indeks utama berada di bawah tekanan jual yang berat.

Baca Juga: Rupiah bisa menguat setelah libur Lebaran, ini syaratnya

Indeks saham tertekan oleh kombinasi dari munculnya kembali ketakutan akan inflasi yang tinggi di AS serta aksi investor mengurangi eksposurnya di saham atau sektor yang sudah mahal.

Dengan berada di kisaran 678 poin, indeks regional tidak terlalu jauh dari rekor tertingginya, yaitu 745,89 yang disentuh pada Februari. Jika diukur selama tahun ini, indeks masih naik 3%. Untuk tahun 2019 dan 2020, indeks menguat masing-masing sebesar mendekati 16% dan lebih dari 19%.

Indeks saham di Australia tergelincir 0,9% sementara indeks KOSPI di bursa Korea Selatan tergelincir 1,4%. Nikkei Jepang mengalami perubahan arah, dan berakhir melemah 1,5%. Sedang indeks saham blue chip China nyaris tidak berubah.

Indeks benchmark Taiwan jatuh 6% dari level tertinggi sepanjang masa ke level yang terlihat pada bulan Februari, dipicu kekhawatiran akan pemberlakuan pembatasan sehubungan dengan pencegahan peredaran virus corona. Sementara bursa di Jakarta tutup untuk menyambut perayaan Idul Fitri.

Analis meragukan aksi jual ekuitas akan meluas lebih jauh, di saat banyak negara memberlakukan kebijakan moneter yang longgar dan menawarkan berbagai insentif fiskal.

Baca Juga: Harga emas terkoreksi, dipicu kenaikan yield US Treasury

“Terlepas dari beratnya pergerakan indeks, kami merasakan kepanikan terbatas dalam percakapan dengan klien kami. Banyak yang memanfaatkan momen pelemahan sebagai kesempatan untuk membeli saham di harga murah, terutama untuk sektor yang berorientasi ke nilai, seperti bank, energi dan asuransi,” demikian penilaian analis dari JPMorgan.

Dalam perdagangan Selasa di Wall Street, saham-saham teknologi termasuk di antara pecundang terbesar. Kendati, indeks Nasdaq yang berfokus ke emiten sektor teknologi mampu membalikkan sebagian besar penurunannya di awal perdagangan hari itu. Sedang indeks Dow turun 1,4% dan S&P 500 turun 0,9%.

Pelemahan di bursa saham, tidak berujung ke menguatnya aset berbasis dollar AS. Bahkan, di saat kontrak berjangka untuk indeks Wall Street menunjukkan angka negatif.  “Apa yang tidak biasa dalam dua hari terakhir adalah kecemasan pasar ekuitas tidak memberikan dollar AS kenaikan yang signifikan,” kata Alvin T. Tan, kepala strategi FX Asia di RBC Capital Markets.

Tan mengatakan tidak ada tanda-tanda “risk-off” di antara mata uang regional baik dengan rupee India dan rupiah Indonesia yang sebagian besar bertahan. “Belum jelas apakah ini menandakan paradigma pasar baru,” tambah Tan.

Pelaku pasar finansial global kini menanti laporan indeks harga konsumen AS yang akan diterbitkan Kementerian Tenaga Kerja AS pada hari ini waktu setempat. Ekspektasi di pasar saat ini, inflasi akan bergerak lebih cepat.

“Harga pasti sedang naik dan ini terbukti di berbagai sektor dan geografi. Yang belum jelas, seberapa lama kenaikan harga akan bertahan,” demkian kesimpulan laporan analis ANZ.

Imbal hasil obligasi tetap berada pada kisaran yang ketat. Imbal hasil obligasi pemerintah AS untuk tenor 10-tahun turun lebih rendah menjadi 1,6217%. Memang, posisi itu masih jauh dari level sebelum pandemi Covid-19, yaitu 2%.

Federal Reserve AS memproyeksikan inflasi lebih tinggi. Namun pejabat The Fed menunjukkan kenaikan itu lebih dipengaruhi oleh faktor musiman.

Baca Juga: Data pekerjaan pada April di Amerika suram, ekonomi belum akan bisa pulih?

“Hasilnya adalah Fed masih jauh dari mencapai tujuan inflasi rata-rata 2% per tahun. Kebijakan moneter ultra-akomodatif The Fed adalah bagian dari alasan mengapa kami menganggap tren turun USD belum berakhir,” kata analis Commonwealth Bank of Australia, Carol Kong.

Dollar AS menguat 0,2% terhadap yen Jepang di 108,84. Indeks dollar, yang mengukur nilai tukar greenback terhadap enam mata uang utama, menanjak hingga 90,335, setelah menyentuh level terendahnya selama dua bulan terakhir di 89,979.

Mata uang dari negara pemasok sumber daya alam utama, seperti Kanada, menguat seiring kenaikan harga komoditas. Dollar Kanada bergerak di kisaran tertingginya selama 3,5 tahun terakhir, yaitu CAD 1,2078.

Dollar Australia, yang merupakan valuta proxy lain untuk harga komoditas, bertahan di kisaran tertinggi selama pekan terakhir, di US$ 0,7891 yang dicapai pada hari Senin. Aussie, yang juga dimainkan sebagai proxy likuid untuk risiko, melemah di perdagangan Asia sore menjadi US$ 0,7790.

Selanjutnya: Oscar Darmawan CEO Indodax: Nilai Transaksi Aset Kripto Sepanjang 2021 Melonjak 60%

 

 

Bagikan

Berita Terbaru

Kongsi IBC, Antam dan CATL Atur Skema Pendanaan Sindikasi Luar Negeri dan Himbara
| Jumat, 15 November 2024 | 15:15 WIB

Kongsi IBC, Antam dan CATL Atur Skema Pendanaan Sindikasi Luar Negeri dan Himbara

Nilai investasi ekosistem baterai EV di proyek patungan IBC, Antam dan anak usaha CATL mencapai kurang lebih US$ 6 miliar.

Aral Melintang Gerus Komposisi China di Smelter Nikel Indonesia Demi Tembus Pasar AS
| Jumat, 15 November 2024 | 14:30 WIB

Aral Melintang Gerus Komposisi China di Smelter Nikel Indonesia Demi Tembus Pasar AS

Meski mendapat halangan dari Amerika Serikat, China dan Indonesia akan tetap mendominasi pasokan nikel dunia.

Pasar Obligasi Asia Bakal Tumbuh Subur, Indonesia Jadi Salah Satu Pendorong
| Jumat, 15 November 2024 | 10:40 WIB

Pasar Obligasi Asia Bakal Tumbuh Subur, Indonesia Jadi Salah Satu Pendorong

China, Indonesia, India, dan Filipina diprediksi akan terus memimpin pertumbuhan pasar obligasi di Asia.​

Saham Lapis Dua Mulai Merana
| Jumat, 15 November 2024 | 09:02 WIB

Saham Lapis Dua Mulai Merana

Setelah sempat menguat di tengah pelemahan saham-saham big cap, kini saham-saham lapis kedua juga mulai kehilangan tenaga.

Harga Emas Turun tapi Stok Logam Mulia Antam Belum Tersedia
| Jumat, 15 November 2024 | 08:49 WIB

Harga Emas Turun tapi Stok Logam Mulia Antam Belum Tersedia

Tidak tersedianya stok emas batangan Antam bisa terjadi karena masalah logistik ataupun permintaan. 

Saham Big Cap Mulai Minim Sokongan Asing
| Jumat, 15 November 2024 | 08:48 WIB

Saham Big Cap Mulai Minim Sokongan Asing

Beberapa saham berada di daftar top 10 market cap bursa, tidak  masuk dalam portofolio hedge fund asing

Incar Dana Rp 2 Triliun dari Obligasi, Tower Bersama Catat Oversubscribed
| Jumat, 15 November 2024 | 08:42 WIB

Incar Dana Rp 2 Triliun dari Obligasi, Tower Bersama Catat Oversubscribed

Rasio lancar TBIG per September 2024 berada di angka 0,2x, turun dari periode sama tahun sebelumya yang sebesar 0,3x. 

Daya Beli Anjlok, Kinerja Industri Ritel Keok
| Jumat, 15 November 2024 | 07:55 WIB

Daya Beli Anjlok, Kinerja Industri Ritel Keok

Pelemahan industri ritel disebabkan oleh beberapa faktor ekonomi, termasuk tren deflasi yang terjadi selama lima bulan berturut-turut.

Pemerintah Menindak Penyelundupan Barang Senilai Rp 6,1 Triliun di Sepanjang 2024
| Jumat, 15 November 2024 | 07:29 WIB

Pemerintah Menindak Penyelundupan Barang Senilai Rp 6,1 Triliun di Sepanjang 2024

Pemerintahan Prabowo Subianto membentuk Desk Pencegahan dan Pemberantasan Penyelundupan di bawah koordinasi Kemenko Bidang Politik dan Keamanan.

Dilema Industri di Tengah Lonjakan Harga Kakao
| Jumat, 15 November 2024 | 07:20 WIB

Dilema Industri di Tengah Lonjakan Harga Kakao

Produsen makanan dan minuman fokus melakukan efisiensi dan pengetatan biaya operasional untuk mengantisipasi efek kenaikan harga kakao.

INDEKS BERITA

Terpopuler