Kempar: Dikepung Banyak Pungutan Pajak, Bisnis Pondok Wisata Sulit Berkembang

Kamis, 21 Februari 2019 | 07:05 WIB
Kempar: Dikepung Banyak Pungutan Pajak, Bisnis Pondok Wisata Sulit Berkembang
[]
Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Thomas Hadiwinata

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Minat masyarakat untuk merintis bisnis pondok wisata masih terganjal oleh banyaknya pajak yang mengintai. Pemilik homestay harus membayar lima jenis pajak, baik yang dipungut oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

Hasil kajian Guru Besar Ilmu Kebijakan Perpajakan Universitas Indonesia Haula Rosdiana, ada empat jenis pajak daerah yang harus dibayar pebisnis homestay.

Pertama pajak hotel sebesar 10% dari penghasilan, kedua Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) lalu ketiga pajak penerangan jalan, keempat pajak air tanah. Masalah lain adakah pajak penghasilan (PPh) badan usaha ke pusat.

Banyaknya pungutan pajak ini juga dikeluhkan Ketua Tim Percepatan Pengembangan Homestay Desa Wisata Kementerian Pariwisata (Kempar) Anneke Prasyanti. Ia menyebut pajak berganda ini sebagai bentuk ketidakadilan terhadap pelaku usaha homestay. Apalagi tarif pajak daerah berbeda-beda.

Selain harus membayar beragam pajak yang besar "Ada juga petugas yang nakal," ujar Anneke dalam Focus Group Discussion tentang Kebijakan Perpajakan Homestay Desa Wisata, Rabu (20/2).

Ia berharap perlakuan pajak berganda ini dihapus. Apalagi Kempar menargetkan 10.000 unit kamar homestay desa wisata pada tahun 2019 bentuk mendukung industri pariwisata nasional.

Akhir 2018 lalu, Kempar meluncurkan program percepatan pengembangan pondok wisata atau homestay desa wisata. Di pulau Jawa, Kempar memilih dua lokasi proyek percontohan, yakni di Desa Nglanggeran di Gunungkidul, Yogyakarta dan Desa Wisata Samiran, Boyolali, Jawa Tengah.

Kempar menyebut program ini untuk mendukung tercapainya target 20 juta kunjungan wisatawan manca negara dan 275 juta perjalanan wisatawan nusantara tahun 2019.

Agar program mendorong pembangunan usaha homestay ini berhasil, Haula menyarankan pemerintah harus memberikan insentif pajak langsung mapun tidak langsung untuk bisnis homestay ini agar berkembang. Pemda bisa membuat aturan terkait leveling tarif pajak hotel, sehingga setiap homestay memiliki tanggungan berbeda-beda. Pemda juga bisa mengurangi PBB P2.

Sementara, menurut Kepala Sub Direktorat Peraturan PPh Badan Ditjen Pajak Wahyu Santosa, pajak yang dikenakan kepada pelaku usaha homestay adalah pajak penghasilan (PPh). Ia menyebut, kalau omzet bisnis homestay lebih dari Rp 4,8 miliar per tahun kena tarif PPh normal 25%. Namun, kalau omzet di bawah Rp 4,8 miliar, mereka bisa memilih tarif normal atau tarif pajak final sebesar 0,5 % untuk usaha kecil dan menengah.

Bagikan

Berita Terbaru

Bisnis Mal Masih Moncer Didorong Serbuan Aksi Ekspansi Peritel Asing
| Selasa, 05 November 2024 | 19:01 WIB

Bisnis Mal Masih Moncer Didorong Serbuan Aksi Ekspansi Peritel Asing

Sejumlah peritel merek merek tertentu terpantau melakukan ekspansi yang mendorong permintaan ruang bisnis.

ADRO Bagi Dividen Jumbo, Boy Thohir Kebagian Rp 2,67 T dari Kepemilikan Langsung
| Selasa, 05 November 2024 | 15:41 WIB

ADRO Bagi Dividen Jumbo, Boy Thohir Kebagian Rp 2,67 T dari Kepemilikan Langsung

Dana dari pembagian dividen ADRO untuk mengeksekusi PUPS atas saham PT Adari Andalan Indonesia (PT AAI).

The Fed Diyakini Bakal Pangkas Suku Bunga Acuan Lagi, di Indonesia BI Akan Mengikuti
| Selasa, 05 November 2024 | 11:30 WIB

The Fed Diyakini Bakal Pangkas Suku Bunga Acuan Lagi, di Indonesia BI Akan Mengikuti

Data inflasi AS pada September 2024, inflasi AS tercatat di kisaran 2,1% yoy, sedikit di atas target The Fed di 2,0%. 

Arus Dana Asing di Pasar Keuangan Indonesia Pekan Ini Bakal Tertahan
| Selasa, 05 November 2024 | 10:50 WIB

Arus Dana Asing di Pasar Keuangan Indonesia Pekan Ini Bakal Tertahan

Bank Indonesia diperkirakan akan menahan suku bunga acuannya pada November 2024 karena rupiah sedang melemah.

Dua Investor Asing Kelas Kakap Lanjutkan Aksi Penjualan Saham TAPG
| Selasa, 05 November 2024 | 09:07 WIB

Dua Investor Asing Kelas Kakap Lanjutkan Aksi Penjualan Saham TAPG

Sejak Agustus 2024 sudah beredar kabar mengenai rencana Pemerintah Singapura untuk melepas kepemilikannya di TAPG.

Angkutan Kargo Naik, Kinerja Hasnur Internasional Shipping (HAIS) Melejit
| Selasa, 05 November 2024 | 08:15 WIB

Angkutan Kargo Naik, Kinerja Hasnur Internasional Shipping (HAIS) Melejit

Sepanjang periode Januari-September 2024, HAIS berhasil membukukan pertumbuhan pendapatan sebesar 12,40%, yakni menjadi Rp 765,37 miliar

Membedah Kinerja Keuangan Emiten Udang Kaesang (PMMP) yang Ruginya Membengkak
| Selasa, 05 November 2024 | 08:01 WIB

Membedah Kinerja Keuangan Emiten Udang Kaesang (PMMP) yang Ruginya Membengkak

PMMP masih terikat sejumlah kontrak kerja sama, salah satunya memasok udang ke Marubeni Corporation 

Pemerintah Pastikan Skema Subsidi Elpiji 3 Kg Tidak Berubah
| Selasa, 05 November 2024 | 07:50 WIB

Pemerintah Pastikan Skema Subsidi Elpiji 3 Kg Tidak Berubah

Untuk penyluran subsidi elpiji dan BBM akan diubah menjadi skema bantuan langsung tunai ke masyarakat penerima.

Mustika Ratu (MRAT) Memperkuat Ekspor ke Eropa dan Timur Tengah
| Selasa, 05 November 2024 | 07:50 WIB

Mustika Ratu (MRAT) Memperkuat Ekspor ke Eropa dan Timur Tengah

Untuk memperluas pasar ekspor, Mustika Ratu turut serta dalam Indonesia Europe Business Forum (IEBF) 2024.

Hasil Pemilu Presiden AS Penentu Prospek Aliran Dana Asing ke RI dalam Jangka Pendek
| Selasa, 05 November 2024 | 07:50 WIB

Hasil Pemilu Presiden AS Penentu Prospek Aliran Dana Asing ke RI dalam Jangka Pendek

Jika Kemala Harris terpilih menjadi presiden Amerika Serikat, maka akan lebih menguntungkan Indonesia.

INDEKS BERITA

Terpopuler