KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pasar saham Indonesia rontok. Di sesi pertama perdagangan kemarin, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok lebih dari 5%. Untuk meredam kepanikan, otoritas Bursa Efek Indonesia (BEI) membekukan sementara perdagangan atau trading halt selama 30 menit. Namun IHSG tetap ditutup merosot 3,84% ke level 6.223,39. Jika dihitung sejak awal tahun hingga kemarin (ytd), IHSG sudah terpangkas lebih dari 10%.
Otoritas BEI beralasan, tren pelemahan IHSG belakangan ini lebih disebabkan faktor global. Misalnya, efek genderang perang dagang yang ditabuh Presiden AS Donald Trump. Namun sulit bagi kita untuk tidak menyebut bahwa kejatuhan pasar saham Indonesia justru akibat faktor dari dalam negeri. Toh, mayoritas indeks regional seperti di Singapura, China dan India kemarin menguat di saat IHSG terkulai.
Merosotnya bursa saham domestik semakin mengonfirmasi bahwa perekonomian Indonesia sedang keteteran dan tidak baik-baik saja. Di tengah pergerakan pasar saham, terkandung persepsi investor terhadap prospek perekonomian Indonesia ke depan.
Sederet data dan gejala memperlihatkan perekonomian nasional memang lesu. Sebut saja kondisi fiskal Indonesia yang sedang ketat dan berat. Daya beli lesu, ditambah meningkatnya angka pemutusan hubungan kerja (PHK).
Dua Lembaga internasional, Morgan Stanley dan Goldman Sachs menurunkan peringkat saham dan investasi Indonesia. Goldman Sachs menyoroti pelemahan laba perusahaan, ketatnya likuiditas perbankan hingga risiko fiskal akibat terbebani oleh kebijakan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
Di saat yang sama, sejumlah spekulasi beredar, misalnya Menteri Keuangan Sri Mulyani dikabarkan mengundurkan diri, meski belakangan dibantah. Bukan cuma urusan ekonomi, kebijakan pemerintah juga disorot terkait demokrasi. Yang terbaru, kelompok masyarakat sipil dan tokoh masyarakat mencium gelagat tentara kembali terjun ke gelanggang sipil lewat revisi UU TNI. Investor dan pelaku pasar juga mencermati kualitas demokrasi Indonesia sebelum memutuskan untuk menanamkan modalnya.
Pemerintah mesti legawa, kepercayaan pelaku pasar sedang merosot. Oleh karena itu, pemerintah mesti menjawab keraguan pasar lewat kebijakan yang menenangkan, bukan sebaliknya. Jangan ragu untuk mengoreksi kebijakan yang salah agar ekonomi kembali ke jalur pertumbuhan yang sehat.