Kisruh Potensi Default Masih Memanas, IDB Tambah Kepemilikan di Jababeka (KIJA)
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kisruh di tubuh PT Kawasan Industri Jababeka Tbk (KIJA) masih berlangsung. Silang pendapat soal notes yang diterbitkan Jababeka International B.V., anak usaha KIJA belum menemui titik terang.
Di tengah memanasnya kondisi di KIJA, salah satu pemegang sahamnya melakukan akumulasi. Per 8 Juli 2019 kepemilikan Islamic Development Bank (IDB) atas KIJA bertambah 15,15 juta saham.
Dus, komposisi kepemilikan KIJA yang dikuasai IDB bertambah menjaddi 11,83%. Berdasar laporan kepemilikan efek 5% atau lebih, per 5 Juli 2019 IDB baru memiliki 11,76% saham emiten kawasan industri tersebut.
Ini merupakan kali kesekian IDB menambah kepemilikan di KIJA. Per 28 Desember 2019, IDB baru memiliki 9,33% saham KIJA. Hingga Mei 2019, komposisi kepemilikannya sudah bertambah menjadi 10,933%.
Tidak ada informasi pada harga berapa transaksi pada 8 Juli 2019 itu digelar. Yang jelas, pada sesi pertama perdagangan 8 Juli 2019, harga saham KIJA di pasar reguler rata-rata ada di Rp 298,9%.
Suspensi
Terhitung sejak sesi kedua perdagangan hari yang sama, Bursa Efek Indonesia (BEI) menghentikan perdagangan saham KIJA di seluruh pasar hingga pengumuman lebih lanjut. Martin Satria Bako, Kepala Divisi Pengaturan dan Operasional Perdagangan BEI menyebut, langkah itu diambil menyusul surat yang dilayangkan KIJA lewat Budianto Liman, Sekretaris Perusahaannya.
Dalam surat tersebut, KIJA menyebut Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) yang digelar pada 26 Juni 2019 telah menyetujui pengangkatan Soegiharto sebagai Direktur Utama dan Aries Liman sebagai Komisaris. Soegiharto dan Aries yang disokong PT Imakotama Investindo dan IDB mendapat persetujuan sebanyak 52,117% suara setuju. Pada saat berlangsungnya RUPST, Imakotama dan IDB masing-masing memiliki 6,39% dan 10,84% saham KIJA.
Nah, keputusan tersebut dilihat sebagai acting in concert dan adanya perubahan pengendalian berdasarkan syarat dan kondisi notes yang telah diterbitkan KIJA.
Hal ini, kata Budianto dalam suratnya, membuat perseroan wajib untuk memberikan penawaran pembelian kepada para pemegang notes dengan harga pembelian sebesar 101% dari nilai pokok notes sebesar US$ 300 juta ditambah kewajiban bunga.
Jika perseroan tidak mampu melaksanakan penawaran pembelian tersebut, maka KIJA/Jababeka International BV akan berada dalam keadaan lalai atau default. Potensi default sangat besar mengingat posisi kas dan setara kas Jababeka pada akhir Maret 2019 hanya Rp 873,89 miliar.
Potensi default dibantah Soegiharto. Dalam wawancara dengan KONTAN, Senin (8/7) Soegiharto menyebut, keputusan pengangkatan dirinya dan Aries Liman sepenuhnya merupakan keinginan pemegang saham publik yang jumlahnya mencapai 58%. Para pemegang saham publik ini tidak di bawah kendali IDB maupun Imakotama.
Yang tidak kalah pentingnya, tidak ada syarat yang dilanggar dari perjanjian penerbitan notes oleh Jababeka International BV. Walhasil tidak perlu ada penawaran pembelian kembali notes US$ 300 juta kepada para pembeli.
Baca Juga: Soegiharto Dirut Baru Kawasan Industri Jababeka (KIJA) Menanggapi Isu Ancaman Default