KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sebagian dari Anda mungkin pernah mengendarai alat transportasi tradisional yang satu ini: sepeda ontel atau lazim disebut sepeda unta. Di era tahun Indonesia sebelum merdeka hingga di pengujung tahun 1970-an, sepeda ontel kerap dipakai sebagai sarana transportasi oleh masyarakat di pedesaan maupun perkotaan.
Karena dimakan zaman, lambat laun peran sepeda ontel mulai digantikan sepeda motor. Sepeda ontel yang dulunya merupakan barang eksotik, kini berubah menjadi barang antik. Tidak mudah lagi menemukan sepeda ontel bersliweran di sudut-sudut jalan perkotaan, terutama di Jakarta.
Meski begitu, pamor sepeda ontel tak pernah lekang dimakan zaman. Paling tidak bagi para penggemar barang antik. Bukan dalam wujud aslinya, kini sepeda ontel dikoleksi dalam bentuk replika miniatur. Ya, keunikan sepeda ontel telah menginspirasi sejumlah perajin logam untuk membuat suvenir miniatur sepeda ontel.
Coba saja sesekali Anda singgah di Malioboro, Yogyakarta. Di sana mungkin Anda akan melihat beragam produk kerajinan kuningan berupa miniatur sepeda ontel. Nah, di antara produk kerajinan tersebut, boleh jadi, adalah miniatur sepeda ontel yang diproduksi oleh Francisca Rias Firmanniar atau yang akrab disapa Rias.
Wanita berusia 31 tahun tersebut merupakan perajin miniatur kuningan dengan bendera usaha Walidi Craft asal kampung Purwodinatan, Pakualaman, Yogyakarta. usaha kerajinan kuningan yang dirintis anak sulung dari empat bersaudara ini merupakan bisnis turun-temurun sejak 1947.
Rias merupakan generasi ke-4 Walidi Craft yang mulai melanjutkan usaha setelah ayahnya, Heri Sampurno, meninggal dunia pada 2012. "Usaha ini didirikan oleh kakek buyut saya. Tapi mulai merambah ke kerajinan miniatur sejak 1998. Produksi pertama adalah miniatur sepeda ontel. Sebelumnya hanya memproduksi lonceng gereja dari kuningan," kata Rias.
Merambah mancanegara
Saat ini, Walidi Craft memproduksi kerajinan logam berupa miniatur sepeda ontel, becak, andong, dan gerobak sapi. Ada pula bel sapi, bel andong, lonceng mini, gong mini, dan meriam. Khusus miniatur sepeda ontel, Rias mengaku, produksinya bisa 1.000 pieces per bulan.
Walidi Craft menjual miniatur sepeda ontel mulai dari harga Rp 45.000 hingga Rp 70.000 per buah, bergantung ukurannya. Untuk miniatur sepeda ontel paling mini berukuran sekitar 25 cm (panjang) x 11 cm (lebar) x 20 cm (tinggi). Sedangkan miniatur paling besar berukuran 40 cm x 22 cm x 10 cm.
Menurut Rias, miniatur sepeda ontel paling laris adalah yang berukuran mini. Mungkin karena harganya murah jadi laku, kata dia. Dari memproduksi miniatur sepeda ontel saja, penghasilan yang bisa dikantongi Rias berkisar Rp 45 juta hingga Rp 70 juta per bulan.
Sebagian besar miniatur dipasarkan Rias ke wilayah Yogyakarta, Jakarta dan Bali. Misalnya di tempat-tempat wisata, seperti Malioboro, Candi Borobudur dan Prambanan.
"Selain di pasar domestik, produknya juga merambah ke pasar internasional. Kami pernah kirim ke Singapura, Belanda, Italia, dan Amerika Serikat," ujar lulusan Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, 2012 ini.
Tentu, ada sejumlah strategi yang dijalankan Rias agar produknya menembus pasar luar negeri. Salah satunya, Walidi Craft rutin mengikuti pameran kerajinan tangan bertajuk Jakarta International Handicraft Trade Fair(INACRAFT).
"Dalam setahun, setidaknya satu kali saya mengikuti pameran INACRAFT. Saya juga sering titip barang produksi ke teman-teman yang mengikuti event pameran kerajinan di berbagai tempat lain," tutur Rias.
Selain strategi pemasaran, Rias menerapkan jurus promosi. Di antaranya, dia memberikan garansi bagi pelanggannya, terutama kalangan reseller apabila ada produk miniatur yang rusak sampai di tujuan. Barang yang rusak akan saya ganti dengan barang baru, imbuhnya.
Prospek yang menarik juga membuat Wawang Setiadi tergiur mengadu peruntungannya di bisnis kerajinan miniatur sepeda ontel dari logam. Pria berusia 41 tahun ini telah memproduksi miniatur sepeda ontel sejak tahun 2000 dengan bendera usaha Wiroto Craft. Banyaknya wisatawan berkunjung ke kota gudek, menjadi salah satu alasannya berbisnis miniatur ontel.
Di bengkelnya Jalan Banguntapan, Yogyakarta, Wawang mempekerjakan tujuh karyawan. Sama seperti Rias, Wawang mengaku, kapasitas produksi bengkelnya bisa mencapai 1.000 pieces miniatur.
Wawang memproduksi miniatur sepeda ontel dengan empat ukuran. Paling kecil berukuran sekitar 20 cm x 7 cm x 15 cm. Sedangkan terbesar berukuran 35 cm x 6 cm x 25 cm.
Adapun harga miniatur termurah dibanderol Rp 45.000 per piece dan termahal Rp 65.000 per piece. Dus, omzet usaha Wawang dari kerajinan ini berkisar Rp 45 jutaRp 65 juta. Ia mengaku, dari satu piece miniatur, marginnya bisa 30%.
Anda tertarik mengikuti jejak Rias dan Wawang berbisnis miniatur sepeda ontel?
Jika iya, hal pertama yang harus Anda lakukan adalah memastikan ketersediaan pasokan bahan baku logam. Maklum, berbeda dengan kayu, harga bahan logam untuk memproduksi miniatur sepeda ontel kerap melonjak (lihat boks).
Itu belum termasuk bahan baku lainnya seperti aluminium, kuningan, dan tembaga yang harganya juga kerap ajrut-ajrutan. Kenaikan harga bahan baku mempengaruhi ongkos produksi. Karena itu, untuk bahan selain besi, saya pakai bahan recycle (daur ulang) untuk produksinya, kata Wawang.
Pendapat Wawang dibenarkan Rias. Menggunakan bahan daur ulang menjadi salah satu solusi perajin untuk menyiasati tingginya harga bahan baku. Apesnya, bahan baku daur ulang pun tidak murah. Rias mencontohkan, harga kuningan daur ulang di pasaran berkisar Rp 50.000 per kilogram (kg).
Itu sebabnya, dalam memproduksi miniatur ontel, Rias memakai bahan sisa kerajinan kuningan yang diproduksi Walidi Craft. Bahan daur ulang saya pakai dari bahan sendiri, sisa bahan hasil produksi kerajinan dari bahan kuningan, katanya.
Proses produksi
Setelah memastikan ketersediaan pasokan, untuk menghasilkan kerajinan miniatur sepeda ontel yang ciamik, pemilihan bahan baku juga menjadi hal penting. Anda harus menyeleksi bahan baku yang bagus untuk produksi miniatur. Bahan baku menentukan hasil akhir produksi, timpal Wawang.
Wawang mencontohkan bahan baku aluminium yang daur ulang. Aluminium biasanya digunakan sebagai bahan campuran kerangka miniatur.
Menurut Wawang, aluminium daur ulang harus diambil dari potongan bekas etalase dagangan atau velg sepeda motor. Selain tidak keropos, aluminium daur ulang itu juga lentur untuk dibentuk mengikuti desain miniatur sepeda ontel.
Jika bahan baku yang baik sudah dipilih, kini Anda tinggal melakukan proses produksi. Siapkan sejumlah peralatannya. Antara lain, mesin las yang bisa Anda beli dengan harga sekitar Rp 1 juta, cetakan bahan Rp 1 juta, mesin poles Rp 2 juta, mesin bor sekitar Rp 3 juta, kompresor cat Rp 3 juta, tungku pengecoran logam Rp 5 juta, dan electro plating (untuk krom) Rp 25 juta. "Untuk biaya peralatan butuh dana awal sekitar Rp 50 juta," ungkap Wawang.
Dana sebesar itu belum termasuk sewa tempat bengkel produksi, pengeluaran listrik dan upah karyawan.
Jika Anda harus menyewa lahan, kata Wawang, butuh dana minimal Rp 8 juta dengan pengeluaran listrik sekitar Rp 300.000 per bulan. Adapun, upah satu orang karyawan Rp 1,5 juta per bulan.
Setelah semua peralatan tersedia, Anda tinggal melakukan proses produksi. Menurut Wawang, awalnya bahan baku berbentuk aluminium, metal atau besi, dicor di tungku pengecoran. Setelah bahan baku di tungku mencair, lalu dimasukkan ke dalam cetakan.
Proses selanjutnya dikeringkan. Tahap terakhir ialah finishing seperti dihaluskan, dipoles, dan di-coating. Setelah melalui proses finishing, barang seni berkualitas tinggi itu pun sudah jadi dan siap dipasarkan. Anda berminat jadi perajin miniatur sepeda ontel?
BOKS
Harga Bahan Baku Semakin Mahal
Bukan bisnis namanya jika tak memiliki tantangan dan kendala. Hal ini pula yang dirasakan oleh para perajin miniatur sepeda ontel. Dalam memproduksi miniatur, mereka kerap terkendala pasokan bahan baku yang harganya melonjak tinggi.
Wawang Setiadi, perajin miniatur di Bantul, Yogyakarta mencontohkan, harga bahan baku seperti besi cor terus melonjak, mengikuti pergerakan nilai dollar Amerika Serikat (AS). Saat ini, harga besi cor yang biasa dibeli Wawang di toko besi langganannya di daerah Yogyakarta sudah menembus Rp 65.000 per batang. Padahal, sebelumnya harga besi cor hanya dibanderol Rp 50.000 per batang.
Kendala yang sama juga dirasakan oleh Francisca Rias Firmanniar, perajin miniatur sepeda ontel asal kampung Purwodinatan, Kelurahan Purwokinanti, Kecamatan Pakualaman, Yogyakarta. Rias bilang, selain besi, harga kuningan juga sedang melambung tinggi. Saat ini harga kuningan di pasaran tembus Rp 60.000 per kilogram (kg). Sebelumnya, harga logam kuningan hanya Rp 50.000 per kg.
Selain kendala bahan baku, perajin juga harus menghadapi persaingan yang ketat di bisnis ini. Menurut Wawang, saat ini banyak pelaku usaha miniatur sepeda ontel. Bukan hanya bersaing dengan perajin di sekitar Yogyakarta, ia juga harus bersaing dengan perajin dari daerah lain. Banyak perajin miniatur baru bermunculan, dan mereka banting harga sehingga merusak harga pasaran, keluhnya.
Untuk mengatasi persaingan, menurut Wawang, salah satu strategi yang dilakukannya adalah melakukan inovasi produk miniatur yang belum diproduksinya. Itu misalnya, membuat miniatur sepeda motor jenis Yamaha RX King atau varian sepeda motor lainnya. Dengan begitu, dia berharap, konsumen tidak bosan dengan produk buatannya.
Inovasi produk juga menjadi strategi Rias untuk bisa bersaing di bisnis kerajinan miniatur. Selain itu, Rias juga menerapkan strategi pemasaran yang jitu untuk mendongkrak penjualannya. Misalnya, Rias lebih mengutamakan pemasaran secara langsung kepada pedagang eceran (reseller) dibandingkan menitip produknya untuk dijual di toko luring.
Pemasaran secara langsung dipilih Rias karena perputaran uang dinilai lebih cepat daripada dijual dengan cara titip jual di toko-toko. Di luar penjualan langsung, Rias juga menerima pesanan, termasuk pesanan untuk suvenir atau kenang-kenangan dalam acara seperti pernikahan dan event perayaan yang bersifat pribadi.