Berita

Kontradiksi Dunia Gelap

Oleh Syamsul Azhar - Managing Editor
Jumat, 14 Oktober 2022 | 08:00 WIB
Kontradiksi Dunia Gelap

Reporter: Syamsul Ashar | Editor: Markus Sumartomjon

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Presiden Joko Widodo pada beberapa kesempatan mengingatkan kepada masyarakat, terutama di depan para pengusaha, bahwa tahun depan menurut terawangan presiden ekonomi dunia bakal gelap. 

Pandangan Presiden seiring dengan proyeksi ekonomi 2023 yang menyebutkan dunia akan kembali mengalami resesi. Resesi akan dimulai dari negara-negara maju, yang bisa merembet kepada negara negara berkembang.

Respons negara-negara maju untuk meredam inflasi tinggi dengan cara mengerek suku bunga kebijakan moneter bukan menyembuhkan inflasi justru memperparah keadaan.

Kenaikan suku bunga acuan menyebabkan penguatan dolar Amerika Serikat dan yang membuat pertumbuhan ekonomi global melemah.

Presiden menyebut ada tak kurang dari 28 negara sedang antre meminta bantuan kepada dana moneter Internasional (IMF). Sebab mereka mulai kesulitan menghadapi inflasi tinggi akibat lonjakan harga energi dan harga pangan sebagai dampak dari perang Rusia dan Ukraina, maupun perubahan iklim.

Senada dengan Presiden, narasi menghadapi dunia gelap, ekonomi krisis, resesi global juga sering diungkapkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. 

Bahkan kesempatan Menkeu bertemu dengan Menteri Keuangan Amerika Serikat Janet Yellen, juga membahas soal krisis pangan global dan berbagai risiko perlambatan ekonomi dunia yang menuju pada resesi ekonomi 2023.

Hanya saja yang belum bisa kita pahami bersama, saat menyebut ekonomi global menuju krisis, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023 tetap memasang target optimistis. Pertumbuhan ekonomi sebesar 5,3%. Demikian juga target penerimaan pajak juga tumbuh hingga 5% menjadi Rp 1.718 triliun.

Lalu Presiden memerintahkan Menteri Keuangan eman-eman  belanja negara alias irit. Semestinya anggaran negara bisa menjadi pompa tambahan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi saat ekonomi global mengalami resesi.

Sebab  pertumbuhan ekonomi Indonesia masih mengandalkan pada konsumsi masyarakat. Sehingga dana yang digelontorkan APBN kepada masyarakat akan menjadi obat kuat untuk mendorong pertumbuhan apakah berwujud bantuan sosial, atau insentif lain seperti perpajakan atau keringanan cicilan.

Apalagi daya beli lesu akibat kebijakan kenaikan harga bahan bakar.  

Terbaru
IHSG
7.288,81
0.29%
-21,28
LQ45
985,97
0.44%
-4,40
USD/IDR
15.853
0,35
EMAS
1.249.000
2,21%