Lewat Trans Airways, Chairul Tanjung (CT) Borong 47,9 Juta Saham Garuda (GIAA)
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Maskapai penerbangan pelat merah PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) kembali memantik perhatian.
Kali ini terkait pembelian saham yang dilakukan oleh salah satu pemegang sahamnya, yakni PT Trans Airways.
Perusahaan milik Chairul Tanjung itu diketahui memborong sekitar 47,9 juta saham GIAA.
Transaksi tersebut membuat kepemilikan Trans Airways di GIAA bertambah 0,18% menjadi sekitar 25,80%.
Merujuk laporan kepemilikan efek 5% atau lebih yang dirilis PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) perubahan kepemilikan Trans Airways tercatat per 11 Februari 2020.
Sejauh ini belum ada informasi resmi yang dirilis mengenai harga pelaksanaan transaksi tersebut.
Baca Juga: Garuda Indonesia (GIAA) tawarkan diskon hingga 30% untuk tiga destinasi ini
Yang jelas, pada hari itu harga rata-rata GIAA di pasar reguler sekitar Rp 376 per saham.
Porsi kepemilikan Trans Airways di GIAA memang terus bertambah sejak masuk sebagai investor di maskapai penerbangan pelat merah itu.
Chairul Tanjung (CT) lewat Trans Airways pertama kali membeli saham GIAA pada 2012 silam.
Saat itu Trans Airways membeli 10,88% saham dari tiga sekuritas penjamin emisi initial public offering (IPO) Garuda.
Saham IPO yang tidak terserap investor dan kemudian ditelan Danareksa Sekuritas, Bahana Sekuritas dan Mandiri Sekuritas, itu dibeli Trans Airways di harga Rp 620 per saham.
Tambah lagi
Pada April 2014 kepemilikan Trans Airways di GIAA bertambah menjadi sekitar 24,6%.
Ini seiring penerbitan saham baru lewat skema rights issue dengan harga Rp 460 per saham yang digelar oleh Garuda saat itu.
Pada April tahun lalu dua komisaris GIAA, yakni Chairal Tanjung dan Dony Oskaria menolak menandatangani laporan keuangan perseroan untuk tahun buku 2018.
Chairal Tanjung adalah adik dari Chairul Tanjung dan perwakilan dari PT Trans Airways.
Baca Juga: Dua Strategi Garuda Maintenance Facility Aero Asia (GMFI) Memacu Laba Bersih 2020
Penolakan tersebut terkait dari pengakuan pendapatan dari kerja sama penyediaan layanan konektivitas dalam penerbangan, antara PT Mahata Aero Teknologi dan PT Citilink Indonesia.
Pengakuan kerja sama itu sebagai pendapatan membuat GIAA akhirnya berhasil membukukan laba sekitar US$ 5 juta.
Belakangan, setelah melakukan penyajian kembali (restatement) laporan keuangan 2018, GIAA mencatatkan kerugian hingga US$ 175 juta.
Baca Juga: Garuda Indonesia (GIAA) yakin masih untung meski target pendapatan tahun ini meleset