KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perhatian dunia pada beberapa waktu terakhir ini, sedang tertuju kepada perang Iran vs Israel yang didukung oleh Amerika Serikat. Perang di Teluk Persia ini menambah pelik ketidakpastian perekonomian dan keuangan global.
Sehari setelah Amerika Serikat cawe-cawe ikut membantu Israel menyerang tiga situs penting nuklir Iran, Presiden Amerika Serikat Donald Trump menyatakan genjatan senjata terjadi antara Israel dan Iran. Meskipun, pernyataan sepihak dari Presiden AS Donald Trump dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dibantah keras oleh Iran yang beberapa saat sebelumnya telah membalas serangan Amerika Serikat dengan menembakkan rudal terbaru mereka ke markas tentara Amerika Serikat di Qatar.
Pemimpin tertinggi Iran sendiri menyatakan perang baru saja dimulai. Presiden Iran Masoud Pezeshkian mengutip postingan Instagram Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim, (24/6) melalui telepon menyatakan bahawa Iran bersedia menghentikan tindakan militer dan menyambut perdamaian—dengan syarat bahawa Israel menghentikan serangan terhadap wilayah-wilayah kedaulatan Palestin dan Iran.
Genjatan senjata sepihak ini memang mendapatkan sambutan positif dari pasar keuangan global. Indeks di bursa global berbalik arah jadi positif, harga komoditas energi terutama minyak mentah dan gas alam yang sempat melompat naik hingga tembus US$ 77 per barrel pada 20 Juni, juga kembali mereda di level US$ 69/barrel. Indeks harga saham gabungan di Bursa Efek Indonesia (BEI) menghijau Selasa (24/6) naik 1,2% ke level 6.869,17.
Sebagai pengusaha yang berkecimpung di pasar global, Trump tampaknya sadar betul apa yang ia perbuat dan ia ucapkan akan mengguncang pasar dan ekonomi global. Saat membiarkan Israel menyerang Iran, ia sadar waktunya untuk "serok bawah" di pasar keuangan. Sebaliknya, respon positif dari ucapannya akan gencatan senjata Iran Israel sebagai sinyal ambil untung.
Mengutip kantor berita AP, aksi Trump pada saat mengumumkan tarif resiprokal secara sepihak dan enundanya empat jam kemudian, telah menyebabkan Harga saham melonjak karena berita tersebut.Volume pasar, yang diukur dengan S&P 500, memperoleh kembali sekitar US$ 4 triliun, atau 70%, dari nilai yang telah hilang selama empat hari perdagangan akibat isu tarif.
Tampaknya, ke depan modus hitungan untung dan rugi akan terus mendominasi kebijakan luar negeri AS di bawah Donald Trump.