Berita Opini

Memanfaatkan Maximum Drawdown di Saham

Oleh Parto Kawito - Direktur PT Infovesta Utama
Senin, 21 Februari 2022 | 07:00 WIB
Memanfaatkan Maximum Drawdown di Saham

Reporter: Harian Kontan | Editor: Harris Hadinata

KONTAN.CO.ID - Gonjang-ganjing di pasar saham global sempat berimbas menciptakan kegalauan investor di Bursa Efek Indonesia. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bergerak turun 1,47% dari rekor harga penutupan tertinggi yang dicapai di 10 Februari 2022.

Risiko fluktuasi harga saham memang bisa sangat liar dan mengejutkan bagi yang tidak siap. Risiko investasi saham ini sebenarnya bisa diukur dengan berbagai metode, sehingga investor bisa menyusun strategi invetasi dan meminimalisir potensi kerugian.

Yang paling sederhana ada maximum drawdown (MDD). Pengertian mudahnya, seandainya Anda menjadi investor paling apes dengan mulai berinvestasi saat harga berada di pucuk tertinggi, kemudian menjual saham saat harga di lembah terdalam, nilai kerugian yang Anda tanggung adalah MDD.

Infovesta Utama menghimpun data angka maximum drawdown untuk beberapa indeks, berdasar tahun kalender yang dimulai dari 1 Januari hingga 31 Desember setiap tahunnya.

Misal di 1 Januari–31 Desember 2021, IHSG turun 10,48% dari posisi tertinggi, berdasarkan harga penutupan 13 Januari, ke posisi terendah berdasar harga penutupan 19 Mei, atau 126 hari kalender. Basis perhitungan MDD menggunakan harga penutupan, bukan harga tertinggi atau terendah di hari perdagangan.

Baca Juga: Kekayaan Terdongkak, Para Taipan Menikmati Euforia Saham Bank Digital

Penurunan yang terjadi juga tidak harus konsisten selalu turun. Ada kalanya naik juga, tapi kenaikan ini tidak bisa melampaui titik tertinggi awal perhitungan untuk kemudian turun lagi hingga lembah terdalam.

Dari data pengamatan selama 20 tahun terakhir, yaitu dari awal 2002 hingga akhir 2021, tercatat MDD dari IHSG berkisar dari -2,72%, yang dicetak pada 2017, hingga -60,73% yang terjadi pada 2008. Jadi MDD saat Covid merebak di 2020 yang sebesar -37.75% masih kalah jauh dari kejadian di 2008, saat trauma tapering di AS merebak.

Tapi jangan salah juga, saat Covid-19 di 2020 lalu, periode MDD ditorehkan selama 70 hari. Sehingga kalau digunakan rumus kecepatan seperti di ilmu fisika, bila nilai MDD dibagi periode hari, maka diperoleh penurunan -0,54% per hari, yang didapat dari angka -37,75% dibagi 70 hari.

Sedangkan kecepatan penurunan di 2008 "hanya" -0,21% per hari, karena terjadinya lebih panjang, yaitu 293 hari. Bicara mengenai kecepatan penurunan, Rekor tertinggi sebesar -0,91% per hari dicatatkan pada tahun 2004. Namun MDD di tahun ini "hanya" -18,29% , disusul -0,89% per hari di tahun 2007 dengan MDD "hanya" -20,51%.

Angka rata-rata MDD IHSG selama 20 tahun tercatat -19,56% dengan periode rata-rata 83,70 hari. Menilik data Indeks LQ45 selama periode yang sama, didapat angka yang sedikit lebih besar, -22.72% dengan periode rata-rata 89,75 hari.

Adapun MDD dari Infovesta Equity Fund Index, indeks reksadana saham yang dihitung oleh Infovesta dengan menyertakan semua reksadana saham yang memiliki dana kelolaan lebih dari Rp 10 miliar, sebesar 20,21% dengan periode 107,1 hari.

Ternyata angka MDD dari ketiga indeks saham agak mirip, sekitar -20% dengan periode lama penurunan antara IHSG Indeks LQ45 mirip, di sekitar 85 hari. Namun khusus indeks reksadana saham agak lebih lama. Yang menarik juga adalah kecepatan penurunan ketiga indeks sangat mirip di -0,36% per hari.

Baca Juga: Ukraina Tak Akan Menanggapi Provokasi Rusia, Sebut Laporan Separatis Kebohongan Murni

Angka rata-rata MDD -20% sserta periode 85 hari penurunan bisa dijadikan salah satu pertimbangan untuk menilai apakah secara historis penurunan IHSG sudah mendekati bottom atau belum?

Untuk investor yang memiliki horison investasi jangka menengah-panjang dengan strategi contrarian, bisa mengoleksi saham dengan melihat IHSG terlebih dahulu, apakah sudah jatuh -20% dari titik tertinggi dengan kecepatan sekitar -0,34% per hari? Setelah itu baru pilih saham dengan fundamental baik plus likuid. Kalau tidak likuid ada peluang besar MDD tidak berguna, akibat tingkah saham yang tidak sejalan dengan pergerakan IHSG karena harganya disetir bandar atau afiliator.

Lantas bagaimana angka MDD untuk 2022? Karena tahun ini baru berjalan sekitar satu setengah bulan, MDD dari IHSG tercatat -2.35%, terjadi selama empat hari, dengan kecepatan cukup tajam, -0,59% per hari. Ini mirip dengan MDD LQ45, -2,13% selama empat hari, dengan kecepatan -0,53% per hari.

Perlu dipahami bahwa MDD juga mengandung banyak kelemahan, karena berdasar data historis yang belum tentu berulang. Waktu pengamatan yang berubah, misalnya bukan berdasar periode tahunan dan tidak dimulai dari awal tahun, juga akan menghasilkan angka yang berbeda.

Belum lagi jika indeks yang diamati berbeda. Jumlah data pengamatan juga sangat berpengaruh. Namun daripada tidak mempunyai pegangan, MDD bisa dipertimbangkan menjadi salah satu pertimbangan sebelum investor memutuskan untuk cemas atau tidak, atau untuk cut loss atau tidak. 

Tahun

MDD (%)

Hari

Kecepatan Turun

2021

-10.48

126

-0.08

2020

-37.75

70

-0.54

2019

-11.01

100

-0.11

2018

-15.78

134

-0.12

2017

-2.72

35

-0.08

2016

-8.12

80

-0.10

2015

-25.40

174

-0.15

2014

-6.36

35

-0.18

2013

-23.91

99

-0.24

2012

-13.48

32

-0.42

2011

-22.03

64

-0.34

2010

-15.39

25

-0.62

2009

-12.50

55

-0.23

2008

-60.73

293

-0.21

2007

-20.51

23

-0.89

2006

-20.53

34

-0.60

2005

-16.56

26

-0.64

2004

-18.29

20

-0.91

2003

-10.73

68

-0.16

2002

-38.82

181

-0.21

Rata-rata

-19.56

83.70

-0.34

Terbaru
IHSG
7.110,81
0.52%
36,99
LQ45
927,64
0.67%
6,18
USD/IDR
16.224
-0,34
EMAS
1.325.000
1,34%