Memanusiakan Kemiskinan

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Seperti disampaikan Presiden Prabowo Subianto saat pidato di Kongres Partai Solidaritas Indonesia (PSI) 20 Juli 2025 bahwa angka kemiskinan Indonesia turun. Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan jumlah penduduk miskin di Indonesia berkurang per Maret 2025. Meskipun BPS baru merilis data tersebut pada 25 Juli 2025, lebih lambat dari biasanya tanggal 15 Juli.
Menurut BPS, persentase penduduk miskin pada Maret 2025 sebesar 8,47%, menurun 0,10% poin terhadap September 2024 dan menurun 0,56% poin terhadap Maret 2024. Jumlah penduduk miskin pada Maret 2025 sebesar 23,85 juta orang, menurun 0,20 juta orang terhadap September 2024 dan menurun 1,37 juta orang terhadap Maret 2024.
Namun di balik penurunan tersebut terjadi peningkatan jumlah penduduk miskin di perkotaan. Jumlah penduduk miskin perkotaan pada Maret 2025 sebanyak 11,25 juta, meningkat sebanyak 0,22 juta orang dari 11,05 juta orang pada September 2024. Pada periode yang sama, jumlah penduduk miskin perdesaan justru menurun sebanyak 0,43 juta orang dari 13,01 juta orang menjadi 12,58 juta orang.
Peningkatan kemiskinan di perkotaan menegaskan bahwa perekonomian nasional semakin memburuk. Bertambahnya jumlah penduduk miskin di kota adalah bukti bahwa banyak warga yang mengalami penurunan penghasilan atau bahkan kehilangan pendapatan akibat pemutusan hubungan kerja.
Lalu, yang perlu dicermati lagi adalah penurunan kemiskinan lantaran BPS menggunakan angka kemiskinan tak manusiawi. Garis Kemiskinan pada Maret 2025 tercatat sebesar Rp 609.160/kapita/bulan, dengan komposisi Garis Kemiskinan Makanan Rp 454.299 dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan Rp 154.861.
Garis Kemiskinan per rumah tangga miskin adalah gambaran besarnya nilai rata-rata rupiah minimum yang harus dikeluarkan oleh rumah tangga untuk memenuhi kebutuhannya agar tidak dikategorikan miskin. Dengan Garis Kemiskinan Makanan Rp 454.299/kapita/bulan, maka tiap orang sudah dianggap tidak miskin jika menghabiskan Rp 15.143 untuk makan sehari.
Apakah warga kota bisa makan layak 3x sehari dengan uang Rp 15.143?
Demi kemanusiaan, upaya pengukuran angka kemiskinan seharusnya memperhatikan biaya hidup layak. Perubahan ini juga untuk mengubah strategi pengentasan kemiskinan agar lebih tepat sasaran. Ada jutaan warga yang sejatinya miskin tapi tak diperhatikan negara akibat perhitungan angka kemiskinan tak manusiawi.