Memberi Insentif demi Menekan Defisit

Kamis, 02 Mei 2019 | 21:02 WIB
Memberi Insentif demi Menekan Defisit
[]
Reporter: Havid Vebri, Nina Dwiantika | Editor: Havid Vebri

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Para pengusaha pelayaran sumringah. Mereka menyambut gembira kebijakan perluasan pembebasan pajak pertambahan nilai (PPN) alias 0% untuk ekspor jasa. Aturan mainnya tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 32/PMK.010/2019 tentang Batasan Kegiatan dan Jenis Jasa Kena Pajak yang Atas Ekspornya Dikenai PPN.

Dengan kehadiran beleid yang berlaku akhir Maret lalu tersebut, maka ada sejumlah jenis jasa baru yang kini mendapat Insentif PPN 0%. Salah satunya, jasa pengurusan transportasi alias freight forwarding terkait barang untuk tujuan ekspor. Kemudian, jasa persewaan alat angkut berupa persewaan pesawat udara dan kapal laut untuk kegiatan penerbangan atawa pelayaran internasional. Tentu, kami pelaku usaha pelayaran sangat menyambut baik kebijakan tersebut, kata Carmelita Hartoto, gembira.

Ketua Umum Asosiasi Pelayaran Niaga Indonesia (INSA) ini mengatakan, industri pelayaran sangat membutuhkan Insentif untuk bisa tumbuh optimal. Nah, pembebasan PPN menempatkan pelayaran nasional yang mengoperasikan rute ocean going pada level kompetisi sama dengan perusahaan pelayaran niaga asing.

Sebelum ada Insentif itu, jasa yang perusahaan logistik Indonesia tawarkan terkena PPN. Sebaliknya, perusahaan logistik internasional bebas pajak. Alhasil, perusahaan nasional mesti menghadapi persaingan yang berat. Sekarang, dengan kebijakan PPN 0%, kami mendapat level playing field sama. Jadi bisa sedikit memperbaiki daya saing, ujar Carmelita.

Dengan daya saing yang sama, maka eksportir juga melirik perusahaan pelayaran nasional yang menjalankan rute internasional. Berbeda dengan kondisi saat masih kena pungutan PPN 10%, pelayaran domestik hanya bisa mengangkut sekitar 9% dari muatan ekspor impor dari Indonesia.

Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) juga menyambut positif pemberian Insentif tersebut. Menurut Shinta Widjaja Kamdani, Wakil Ketua Kadin Bidang Hubungan Internasional, pembebasan PPN sektor jasa sudah tepat.

Sebab, secara umum di dunia perdagangan, jasa memang tidak kena pungutan pajak maupun tarif ketika berpindah dari satu negara ke negara lain. Pada dasarnya belum ada mekanisme monitoring atau enforcement yang efektif untuk mengenakan pajak atau tarif atas lalu lintas barang tak berwujud atau jasa, jelas Shinta.

Menurut Shinta, pengenaan pajak atas jasa juga rentan terhadap praktik double taxation yang dihindari banyak negara. Sebab, akan membebani kompetisi pelaku usaha dan merugikan konsumen jasa.

Di sisi lain, dampaknya bagi perekonomian nasional juga cukup besar. Pemberian Insentif PPN 0% di sektor jasa bisa memperbaiki Defisit neraca transaksi berjalan atau current account deficit (CAD). CAD kita makin besar dan produk kita masih sulit berkompetisi dengan negara lain. Maka kita perlu cari sektor baru dalam hal ini jasa, sebut Shinta.

Sebelumnya, pemerintah hanya membebaskan PPN pada tiga jenis jasa, yakni jasa maklon, jasa perbaikan dan perawatan, dan jasa konstruksi. Nah, dalam PMK 32/2019, pemerintah memperluas Insentif ini ke jasa lain, yaitu jasa teknologi dan informasi, jasa penelitian dan pengembangan, jasa persewaan alat angkut, jasa pengurusan transportasi, jasa profesional, jasa perdagangan, serta jasa interkoneksi.

PPN 0% berlaku untuk kegiatan ekspor jasa yang dihasilkan pengusaha di dalam negeri. Lalu, dimanfaatkan di luar wilayah Indonesia oleh penerima ekspor jasa kena pajak.

Dua syarat

Cuma, ekspor jasa yang berhak menikmati fasilitas PPN 0% wajib memenuhi dua syarat. Pertama, harus didasarkan atas perikatan atau perjanjian tertulis. Perjanjian ini mesti mencantumkan dengan jelas: jenis jasa, perincian kegiatan yang dihasilkan di dalam wilayah Indonesia untuk dimanfaatkan di luar wilayah negara kita oleh penerima ekspor, serta nilai penyerahan jasa.

Kedua, harus ada pembayaran yang disertai bukti sah dari penerima ekspor kepada pengusaha yang melakukan ekspor. Bila persyaratan formal tersebut tidak terpenuhi, maka penyerahan jasa dianggap terjadi di wilayah Indonesia dan dikenai PPN dengan tarif 10%, kata Hestu Yoga Saksama, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemkeu).

Rofyanto Kurniawan, Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemkeu, menuturkan, kebijakan tersebut sengaja digulirkan untuk meningkatkan perekonomian domestik dengan mendorong ekspor jasa. Insentif PPN 0% bisa berdampak positif bagi pengusaha dalam negeri yang akan menjual jasanya ke mancanegara.

Di satu sisi, pembebasan PPN bakal mendongkrak daya saing pengusaha lokal di pasar global. Membaiknya ekspor jasa akan memperbaiki Defisit transaksi berjalan, kata Rofyanto.

Informasi saja, setelah dua kali mencetak surplus pada Februari dan Maret 2019, kondisi neraca perdagangan Indonesia cukup membaik selama kuartal I 2019. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, Defisit kumulatif JanuariMaret menipis, jadi US$ 193 juta.

Dengan ditopang ekspor jasa, Rofyanto optimistis, tren surplus neraca dagang berpotensi berlanjut hingga akhir tahun nanti. Berdasarkan Laporan Neraca Pembayaran Indonesia yang dirilis Bank Indonesia (BI), ekspor jasa kita memang terus meningkat sejak 2015. Ekspor jasa di 2015 tercatat sebesar US$ 22,22 miliar, kemudian pada 2016 naik jadi US$ 23,32 miliar, pada 2017 jadi US$ 25,32 miliar, dan pada 2018 sebesar US$ 27,93 miliar.

Namun di sisi lain, impor jasa masih besar. Nilai impor jasa di 2015 sebesar US$ 30,91 miliar, kemudian 2016 bertambah jadi US$ 30,40 miliar. Angkanya kembali meningkat pada 2017 menjadi US$ 32,70 miliar dan di 2018 US$ 35,03 miliar.

Rofyanto berharap, Insentif PPN yang baru terbit itu bisa Menekan Defisit tersebut. Maka itu, pemerintah akan terus memonitor dan mengevaluasi dampak kebijakan pembebasan pajak pertambahan nilai untuk ekspor jasa. Kami akan terus lihat, bagaimana implementasi dan pengawasannya di lapangan, imbuh Rofyanto.

Insentif tambahan

Optimisme serupa juga datang dari Asisten Deputi Moneter dan Neraca Pembayaran Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Edi Prio Pambudi. Ia memproyeksikan, pertumbuhan ekspor jasa tahun ini bisa 6,2%. Selama ini, pertumbuhan ekspor jasa rata-rata sebesar 5,6% per tahun.

Salah satu faktor pendukung pertumbuhan tersebut adalah kebutuhan pasar yang masih luas, baik di dalam ataupun luar negeri. Selain itu, pemberian Insentif PPN 0% turut memacu pertumbuhan ekspor jasa tahun ini. Tambah lagi, ada peningkatan jumlah wisatawan mancanegara, ungkap Edi.

Dengan begitu, Edi pun yakin Defisit transaksi berjalan bisa diperbaiki. Hanya, pertumbuhan ekspor jasa sulit menyentuh level 7%. Sebab, pertumbuhan industri manufaktur yang berkontribusi signifikan terhadap jasa masih di kisaran 4%. Kalau pertumbuhan sektor pengolahan tersebut bisa didorong hingga 5%, dia meyakini ekspor jasa bisa terus bertumbuh.

Memang, Mohammad Faisal, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (Core) Indonesia, berpendapat, Insentif PPN 0% untuk ekspor jasa sudah tepat. Terlebih, sektor-sektor usaha yang mendapat pembebasan pajak tersebut cukup besar kontribusinya terhadap kinerja ekspor jasa.

Dari empat mode perdagangan jasa, ekspor jasa negara kita yang terbesar ada pada mode dua: consumption abroad ataukunjungan turis asing ke negara kita dan movement of people atawa tenaga kerja Indonesia (TKI) yang menghasilkan remitansi. Dengan ada Insentif, maka ekspor jasa bisa terus ditingkatkan terutama sektor pariwisata, kata Faisal.

Cuma, Faisal menyatakan, sejatinya Insentif tersebut tidak cukup. Pemerintah juga perlu Memberikan stimulus untuk sektor riil. Misalnya, Insentif yang bisa membantu dalam pengadaan kapal bagi penyedia jasa pelayaran. Selama ini, penyedia jasa transportasi laut memiliki keterbatasan dalam pengadaan kapal-kapal yang efisien, beber Faisal.

Sependapat dengan Faisal, Carmelita menilai, pembebasan PPN perlu juga ditopang dengan Insentif lainnya, agar daya saing benar-benar bisa meningkat. Salah satunya adalah, Insentif biaya bunga untuk investasi yang dia nilai saat ini masih besar. Karena, ini memengaruhi juga pada biaya depresiasi aset atau kapal, ujarnya.

Selain itu, pemerintah perlu mempertimbangkan untuk menghapus pajak penghasilan (PPh). Di luar negeri tidak dipungut untuk industri pelayaran, ungkap Carmelita.

Butuh pengorbanan lebih banyak lagi dari pemerintah.

Bagikan

Berita Terbaru

Meski Ekonomi Sebagian Masyarakat Terjepit, Prospek Kinerja & Saham MAPA bisa Melejit
| Senin, 25 Agustus 2025 | 08:58 WIB

Meski Ekonomi Sebagian Masyarakat Terjepit, Prospek Kinerja & Saham MAPA bisa Melejit

Segmentasi pasar yang tak menyasar masyarakat menengah ke bawah menjadi keunggulan PT MAP Aktif Adiperkasa Tbk (MAPA). 

Kenaikan Anggaran Bansos dan MBG Angkat Prospek ICBP dan MYOR di Tengah Risiko CPO
| Senin, 25 Agustus 2025 | 08:04 WIB

Kenaikan Anggaran Bansos dan MBG Angkat Prospek ICBP dan MYOR di Tengah Risiko CPO

Sektor consumer staples tetap menarik sebagai pilihan defensif, terutama saham emiten besar dengan skala bisnis luas dan pricing power kuat.

Faktor Eksternal Mempengaruhi Pergerakan Rupiah Hari Ini, Senin (25/8)
| Senin, 25 Agustus 2025 | 07:58 WIB

Faktor Eksternal Mempengaruhi Pergerakan Rupiah Hari Ini, Senin (25/8)

Powell menyoroti meningkatnya risiko pasar tenaga kerja AS, meski tetap mengingatkan bahwa risiko inflasi belum sepenuhnya hilang.  

Mengawali Pekan Ini, Hati-Hati IHSG Rawan Terkoreksi
| Senin, 25 Agustus 2025 | 07:49 WIB

Mengawali Pekan Ini, Hati-Hati IHSG Rawan Terkoreksi

Laju saham emiten-emiten berkapitalisasi pasar jumbo juga akan terkoreksi sehingga bisa membebani IHSG

Meski Pekan Lalu Koreksi, Outlook Saham Pelat Merah Tetap Stabil Hingga Positif
| Senin, 25 Agustus 2025 | 07:47 WIB

Meski Pekan Lalu Koreksi, Outlook Saham Pelat Merah Tetap Stabil Hingga Positif

Penguatan IDXBUMN20 belum didorong oleh emiten perbankan, yang merupakan penyumbang bobot terbesar bagi indeks tersebut.

Blackrock, Vanguard Ditekan Karena ESG, Bagaimana Komitmen MI di Indonesia?
| Senin, 25 Agustus 2025 | 07:14 WIB

Blackrock, Vanguard Ditekan Karena ESG, Bagaimana Komitmen MI di Indonesia?

Manajer asing raksasa cenderung melepas eksposur di portofolio ESG. Lantas, bagaimana komitmen manajer investasi Tanah Air?

Sempat Mencapai Level Psikologis, IHSG Sulit ke 8.000, Ini Faktor-Faktornya
| Senin, 25 Agustus 2025 | 07:09 WIB

Sempat Mencapai Level Psikologis, IHSG Sulit ke 8.000, Ini Faktor-Faktornya

Dari 40 perusahaan yang melaporkan, sebanyak 45% sesuai ekspektasi dan 40% lainnya meleset. Hanya 15% yang kinerjanya melampaui perkiraan. 

Masyarakat Banyak yang Membutuhkan, Kinerja Emiten Susu Meningkat
| Senin, 25 Agustus 2025 | 07:01 WIB

Masyarakat Banyak yang Membutuhkan, Kinerja Emiten Susu Meningkat

Tantangan membayangi kinerja emiten susu di semester dua tahun ini. Seperti rapuhnya permintaan kelompok menengah bawah

Dampak Suku Bunga Menurun, Emiten Ramai-Ramai Menerbitkan Obligasi
| Senin, 25 Agustus 2025 | 06:56 WIB

Dampak Suku Bunga Menurun, Emiten Ramai-Ramai Menerbitkan Obligasi

Jika emiten bisa merealisasikan dana hasil penerbitan obligasi, baik itu untuk ekspansi atau refinancing, diharapkan kinerja meningkat.

Menanti Dampak Kocok Ulang ke Anggota Indeks FTSE
| Senin, 25 Agustus 2025 | 06:51 WIB

Menanti Dampak Kocok Ulang ke Anggota Indeks FTSE

Investor masih dapat memanfaatkan momentum spekulasi pasar jangka pendek untuk emiten yang baru masuk ke dalam indeks FTSE. 

INDEKS BERITA