Memburu Cuan di SUN Tenor Pendek

Sabtu, 22 Juni 2019 | 02:58 WIB
Memburu Cuan di SUN Tenor Pendek
[]
Reporter: Dimas Andi | Editor: Narita Indrastiti

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tingkat volatilitas yang tinggi di pasar obligasi Indonesia membuat investor asing, pelan tapi pasti, memperbesar porsi kepemilikan di surat utang negara (SUN). Investor asing terutama mengincar SUN tenor pendek dan menengah.

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, nilai kepemilikan asing di pasar SUN per 18 Juni 2019 tercatat mencapai Rp 957,92 triliun.

Jika dilihat dari sisi tenor, kepemilikan investor asing di SUN tenor pendek, atau tenor antara 2 tahun-5 tahun, mencapai 28,7%. Angka ini menunjukkan tren peningkatan dalam empat bulan terakhir. Pada Maret lalu, kepemilikan asing untuk SUN tenor pendek cuma sekitar 25,6%.

Tren serupa terjadi pada SUN tenor menengah, atau tenor kisaran 5 tahun-10 tahun. Porsi investor asing di tenor ini meningkat dari 33,9% pada Maret menjadi 35,5% hingga 18 Juni lalu.Sebaliknya, porsi investor asing di SUN tenor panjang, atau SUN bertenor di atas 10 tahun, berkurang. Pada Maret lalu jumlahnya masih 35,5%. Namun per 18 Juni lalu kepemilikan asing tinggal 31,9%.

Ekonom Pemeringkat Efek Indonesia Fikri C Permana mengatakan, dalam beberapa bulan terakhir, volatilitas di pasar obligasi Indonesia masih cukup tinggi. Ini karena pengaruh berbagai sentimen eksternal, seperti ancaman perlambatan ekonomi global hingga tensi perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China yang naik.

Sentimen dari dalam negeri pun tak kalah mengkhawatirkan bagi investor asing. Mulai dari data neraca dagang Indonesia yang belum menunjukkan perbaikan signifikan, hingga agenda pilpres lalu.Kondisi ini mengakibatkan sebagian investor asing memilih mengurangi kepemilikan SUN di tenor panjang dan beralih ke tenor yang lebih pendek.

"Terlebih yield SUN jangka panjang sangat sensitif terhadap perubahan isu global dibandingkan SUN dengan jangka pendek," jelas Fikri, Jumat (21/6).

Seperti diketahui, karena sifat SUN tenor panjang lebih sensitif, maka harga instrumen tersebut juga dapat turun lebih dalam ketimbang tenor pendek di saat pasar bergejolak. Akibatnya, dalam kondisi tertentu, ada potensi selisih harga antara SUN tenor panjang dengan tenor pendek justru menipis, sehingga mempengaruhi capital gain yang didapat investor.

Senada, pengamat pasar modal Anil Kumar menilai, pasar obligasi Indonesia masih rentan terhadap risiko volatilitas. Alhasil, wajar bagi investor asing untuk memprioritaskan SUN tenor pendek hingga menengah.

Namun, ia juga menilai, meningkatnya porsi asing di SUN tenor pendek juga terjadi secara alamiah. Sebab, seiring berjalannya waktu, tenor suatu seri SUN akan terus berkurang dari panjang menuju pendek. "SUN seri FR0070 tadinya bertenor 6 tahun, kemudian masuk ke tahun ini menjadi 5 tahun," kata dia memberi contoh.

Cermati sentimen

Lebih lanjut, potensi investor asing kembali meningkatkan porsinya pada SUN tenor panjang masih cukup terbuka. Hal ini didukung oleh pasokan SUN tenor panjang yang mulai diperbesar oleh pemerintah, terutama melalui lelang di pasar primer.

Ambil contoh lelang SUN Selasa (18/6) lalu. Kala itu, seri FR0076 yang jatuh tempo di 2048 memperoleh penawaran masuk sebesar Rp 1,71 triliun. Pemerintah lantas menyerap dana senilai Rp 1 triliun dari seri tersebut.70%-80% penawaran masuk di SUN tenor panjang pasti diterima oleh pemerintah. "Artinya ada indikasi pemerintah memang ingin menambah suplai seri tenor tersebut," ujar Anil.

Sementara itu, Fikri menilai, perkembangan sentimen global masih akan menjadi referensi utama bagi investor asing untuk masuk ke seri-seri SUN tertentu.

Dalam waktu dekat, investor asing akan mencermati kelanjutan perang dagang antara AS dan China. Ini mengingat kedua negara tersebut akan menggelar pertemuan di Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G-20 akhir Juni nanti.

Terkait keputusan The Federal Reserves yang kembali menahan suku bunga acuan AS disertai pernyataan dovish, Fikri memandang hal tersebut bisa berdampak positif sekaligus negatif bagi investor asing yang ada di pasar obligasi Indonesia.

Sisi positifnya, terbukanya peluang penurunan suku bunga acuan AS di sisa tahun ini. Hal ini dapat memicu rally di pasar obligasi dalam negeri, sehingga investor asing tertarik melakukan pembelian.

Sementara sisi negatifnya, penurunan suku bunga acuan AS kemungkinan diikuti juga oleh bank-bank sentral lainnya. Hal ini memperkuat indikasi ancaman perlambatan ekonomi dunia.

"Namun, asalkan spread suku bunga acuan AS dan Indonesia masih besar dan rupiah tetap stabil, dampak kebijakan The Fed ke depan harusnya masih bisa positif bagi Indonesia," kata Anil. nSUN tenor panjang lebih sensitif terhadap perubahan isu global.

Bagikan

Berita Terbaru

Tidak Hanya Andalkan PPN DTP, MDLN Punya Jurus Pemasaran Menarik Pelanggan
| Rabu, 13 Agustus 2025 | 21:02 WIB

Tidak Hanya Andalkan PPN DTP, MDLN Punya Jurus Pemasaran Menarik Pelanggan

Lonjakan laba MDLN merupakan hasil dari keberhasilan perusahaan menjalankan program buyback dan exchange offer atas surat utang global.

Seberapa Menarik Prospek Saham BSDE di Tengah Pelemahan Daya Beli
| Rabu, 13 Agustus 2025 | 20:37 WIB

Seberapa Menarik Prospek Saham BSDE di Tengah Pelemahan Daya Beli

Status BSD City sebagai PSN dan KEK juga semakin memperkuat posisinya sebagai pengembang utama di kawasan Jabodetabek.

BMRI Catat Nilai Transaksi Terbesar Berkat Tiga Crossing, Rekomendasi Buy Mendominasi
| Rabu, 13 Agustus 2025 | 18:19 WIB

BMRI Catat Nilai Transaksi Terbesar Berkat Tiga Crossing, Rekomendasi Buy Mendominasi

Transaksi dilakukan melalui Maybank Sekuritas Indonesia sebanyak 2.630.700 saham, seharga Rp 4.828 per saham senilai total Rp 12,7 miliar.

Kronologi Dugaan Korupsi Kuota Haji  yang Seret Mantan Menag Yaqut dan Bos Maktour
| Rabu, 13 Agustus 2025 | 15:02 WIB

Kronologi Dugaan Korupsi Kuota Haji yang Seret Mantan Menag Yaqut dan Bos Maktour

KPK sebut ada perintah atas pembagian kuota tambahan haji 2024 yang menyalahi UU No 8/2019 tentang Haji dan Umrah serta ada unsur timbal balik.   

Melihat Potensi ISAT Membalikkan Kinerja di Paruh Kedua 2025
| Rabu, 13 Agustus 2025 | 13:15 WIB

Melihat Potensi ISAT Membalikkan Kinerja di Paruh Kedua 2025

PT Indosat Ooredoo Hutchison Tbk (ISAT) berhasil melakukan efisiensi biaya serta menjaga modal usaha.

Profit 24,24% Setahun, Harga Emas Antam Hari Ini Turun (13 Agustus 2025)
| Rabu, 13 Agustus 2025 | 08:59 WIB

Profit 24,24% Setahun, Harga Emas Antam Hari Ini Turun (13 Agustus 2025)

Harga emas batangan bersertifikat di laman resmi Logam Mulia PT Aneka Tambang 13 Agustus 2025 turun Rp 7.000 per gram ke Rp 1.917.000 per gram.

Membedah Prospek Kinerja Keuangan dan Saham DEWA, Dinaungi Banyak Sentimen Positif
| Rabu, 13 Agustus 2025 | 08:33 WIB

Membedah Prospek Kinerja Keuangan dan Saham DEWA, Dinaungi Banyak Sentimen Positif

Meski secara umum masih prospektif, bottomline PT Darma Henwa Tbk (DEWA) di kuartal III-2025 diprediksi bakal tertekan.

Jejak Investor Asing Institusi di Saham AMMN, Dominan Aksi Borong Ketimbang Jual
| Rabu, 13 Agustus 2025 | 08:09 WIB

Jejak Investor Asing Institusi di Saham AMMN, Dominan Aksi Borong Ketimbang Jual

Sejak listing hingga saat ini, Vanguard Group Inc., menjadi investor asing institusi yang paling banyak menggenggam saham AMMN.

IHSG Hampir 7.800, Market Cap Bursa Mencetak Rekor
| Rabu, 13 Agustus 2025 | 07:41 WIB

IHSG Hampir 7.800, Market Cap Bursa Mencetak Rekor

Pada akhir perdagangan Selasa (12/8) kapitalisasi pasar IHSG menembus Rp 14.103 triliun. Padahal, IHSG belum melewati rekor tertinggi di 7.910.

BEI Mempertanyakan Kinerja, Begini Jawaban Emiten Haji Isam
| Rabu, 13 Agustus 2025 | 07:02 WIB

BEI Mempertanyakan Kinerja, Begini Jawaban Emiten Haji Isam

Manajemen PGUN menegaskan, tidak terdapat perubahan volume dan harga jual CPO signifikan sebelum kenaikan harga saham PGUN.

INDEKS BERITA

Terpopuler