Mencicip Laba Oke Cokelat Tempe

Jumat, 12 April 2019 | 18:01 WIB
Mencicip Laba Oke Cokelat Tempe
[]
Reporter: Dikky Setiawan | Editor: Dikky Setiawan

KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Cokelat dan tempe dipadu jadi satu. Bagaimana rasanya? Biasanya, cokelat dipadukan dengan kacang almon, kacang mete, atau buah. Nah, varian ini adalah tempe mentah, atau digoreng lebih dulu tanpa bumbu, lalu dicampur dengan cokelat leleh. Jadi cokelat tempe memang seperti berasa aneh, tapi ternyata paduan ini punya pasar sendiri. Tak heran, cokelat tempe ini kian diburu masyarakat lantaran rasanya yang unik.

Jika Anda ingin mencoba peruntungan di bisnis camilan ini, ada beberapa kelebihan yang bisa didapatkan. Satu, bahan baku untuk usaha, yakni cokelat dan tempe, sangat mudah ditemukan di pasar.

Dua, modal yang dibutuhkan pun tidak terlalu besar. Tiga, peminat dari camilan cokelat tempe masih tinggi di masyarakat.

Salah satu pelaku usaha yang kreatif memadukan cokelat dan tempe menjadi kudapan adalah Linda Ivone. Camilan hasil kreasi wanita 49 tahun ini diberi nama Cokelat Tempe Edun.

Linda meracik sendiri cokelat tempe secara manual di rumahnya di Komplek Padasuka Ideal Residence, Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Kepiawaiannya dalam menggabungkan cokelat dan tempe menghasilkan produk jajanan berbentuk chunky bar yang laris manis sejak 2014.

Prospek cerah

Linda mengatakan, prospek bisnis cokelat tempe terbilang cerah. Alasan itu mendorongnya untuk terus berproduksi dan mengembangkan camilan ini. Baginya, cokelat dan tempe adalah dua jenis kudapan yang telah menyatu dengan lidah masyarakat Indonesia. Selain itu, saya juga hobi mengolah makanan, katanya.

Alasan serupa juga diungkapkan Dyah Sunanik, produsen cokelat tempe berlabel Cokelat Tempe Pawiro di Desa Pakembinangun, Sleman, Yogyakarta.

Menurut wanita berusia 53 tahun itu, camilan berbahan baku cokelat memiliki peluang usaha yang cerah lantaran digemari oleh berbagai kalangan dan lapisan masyarakat.

Dyah mencontohkan anak-anaknya yang gemar mengonsumsi cokelat Anak-anak saya itu gemar makan cokelat. Mereka sering dapat oleh-oleh cokelat dari luar negeri, Tapi, saya lihat, isi cokelat selalu monoton, tidak variatif, kata ibu tiga orang anak ini.

Dari situlah, Dyah terinsipirasi untuk membuat camilan cokelat dengan varian berbeda dengan memproduksi Cokelat Tempe Pawiro. Apalagi, anak-anaknya juga doyan makan tempe. Dyah mulai memproduksi Cokelat Tempe Pawiro sejak Agustus 2018.

Tembus ke mancanegara

Berbeda dengan pengalaman yang dialami Linda. Dia menceritakan, bisnis ini dia jalani secara tidak sengaja. Pasalnya, dia harus memutar otak agar putra semata wayangnya mau makan tempe. usahanya membuahkan hasil yang manis. Sang anak menyukai makanan hasil olahannya. Bonus lainnya, banyak kerabat dan tetangga yang ikut mencicipi menjadi tertarik memesan.

Bermula dari mulut ke mulut, cokelat tempe buatan Linda mulai banjir pesanan. Bahkan pesanan tidak hanya mengalir dari dalam negeri saja, melainkan juga dari mancanegara. Negara-negara tersebut di antaranya Singapura, Hong Kong, China, Jepang, hingga Amerika Serikat (AS).

Agar Cokelat Tempe Edun kian berkibar di pasar ekspor, Linda memiliki strategi khusus. Di antaranya, dengan memasarkan produknya secara daring (online) lewat media sosial seperti Instagram, Twitter dan Facebook.

Selain itu, Linda juga memasarkan Cokelat Tempe Edun secara luring (offline) dengan memanfaatkan jasa reseller. Saat ini, Linda sudah memiliki 80 reseller tetap.

Ada alasan tersendiri mengapa Linda mengandalkan jasa reseller sebagai perpanjangan tangan pemasaran Cokelat Tempe Edun. Saya lebih tertarik sistem reseller karena mereka bayarnya cash dan jemput bola. Kalau titip di toko lama lakunya dan bayarnya konsinyasi, ujar dia.

Strategi pemasaran berbeda dilakukan oleh Yoga Suryapratama, produsen cokelat tempe dengan merek DeKonco di Desa Mojolangu, Malang, Jawa Timur. Pria berusia 25 tahun ini telah melakoni usaha cokelat tempe sejak tahun 2011.

Dalam memasarkan cokelat tempe produksinya, selain mengandalkan jaringan daring, Yoga juga menjalin kerja sama dengan beberapa toko oleh-oleh di Kota Apel tersebut. Saat ini, cokelat tempet DeKonco telah dijual sedikitnya di 28 toko oleh-oleh di seantero Malang Raya.

Yoga memproduksi cokelat tempe berbagai bentuk dan ukuran. Di antaranya, ada yang berbentuk batang (40 gram) dan bulat seperti kelereng.

Ada tujuh varian rasa cokelat tempe DeKonco, yakni rasa apel, strawberry, white choco, cokelat pedas, dark choco, dan greentea. Semua varian mengandung tempe sebagai isian, kata Yoga.

Dengan dibantu tujuh orang karyawannya, Yoga mampu memproduksi cokelat tempe sekitar 5.000 pieces (pcs) per bulan. Harga cokelat tempe DeKonco dibanderol Rp 10.000 per batang dan Rp 100.000 per pack (isi 45 pieces) untuk ukuran bulat. Jika dihitung, omzet Yoga dari bisnis cokelat tempe ini bisa lebih dari Rp 50 juta per bulan dengan margin 20%.

Sama seperti Yoga, selain dijual secara eceran per satuan, Dyah juga menjual cokelat tempe produksinya dengan sistem pack. Adapun, ukuran cokelat tempe Pawiro beratnya 11 gram, panjang 3 centimeter (cm), lebar 2 cm, dan ketebalan 1,5 cm.

Untuk harga eceran, Dyah membanderol cokelat tempe Pawiro Rp 1500 per pcs, standing pot isi 24 pcs Rp 30.000, stoples isi 24 pcs Rp 35.000, dan box isi 100 Rp 135.000. Yang paling laku cokelat tempe eceran karena pangsa pasar saya adalah pelajar, tutur Dyah.

Dibantu oleh dua orang karyawannya, Dyah mengaku bisa memproduksi cokelat tempe sekitar 1.000 pcs per hari atau 30.000 pcs per bulan. Omzetnya masih kecil, baru sekitar Rp 20 juta per bulan. usaha saya ini masih baru. Jadi masih banyak biaya-biaya marketing, kata Dyah.

Lain halnya dengan Linda. Kini, dibantu dengan tiga orang karyawannya, Linda mampu memproduksi Cokelat Tempe Edun satu ukuran 40 gram sebanyak 500 batang per hari atau 15.000 batang per bulan.

Ada dua varian rasa Cokelat Tempe Edun yang ditawarkan, yakni original dan pedas. Yang paling laku rasa original, imbuh Linda.

Linda membanderol cokelat tempe produksinya seharga Rp 6.000 per batang. Jadi, jika dihitung, omzet yang bisa dipetik Linda dari bisnis ini berkisar Rp 90 juta per bulan. Sayang, Linda enggan membeberkan margin usahanya tersebut.

Kemasannya mahal

Di sisi lain, bisnis ini juga memiliki kelemahan. Yang paling utama, camilan tempe cokelat tidak bertahan lama. Cokelat Tempe Edun, misalnya, hanya bisa bertahan selama enam bulan. Pasalnya, cokelat tempe tidak menggunakan bahan pengawet dalam produksinya. Cokelat itu manis, jadi bisa mengawetkan tempe yang ada di dalamnya, jelas Linda.

Oleh karenanya, jika cokelat tempe sudah diproduksi, camilan ini harus segera laku terjual. Untuk meminimalisirnya, Anda jangan memproduksi dalam jumlah besar. Alhasil, jika produk tidak laku, kerugian yang harus ditanggung juga tidak akan terlalu banyak.

Kendala lainnya terletak pada masalah kemasan cokelat tempe. Dyah bilang, selama ini ia harus membuat kemasan sendiri untuk membungkus cokelatnya. Pasalnya, untuk memesan kemasan dari percetakan, biayanya tidak murah dan ada minimal order-nya. Jadi saya desain kemasan sendiri secara manual, lalu saya cetak. Masalahnya, stok kemasan di toko sering tidak ada. Kalau saya bikin kemasan pakai mesin, harga mesinnya sangat mahal, karena saat ini modal saya masih pas-pasan, kata Dyah.

Pendapat Dyah dibenarkan oleh Linda. Untuk membungkus Cokelat Tempe Edun, Linda harus memesan kemasan ke percetakan. Tapi ada minimal order, yakni 2000 pcs. Harga kemasan satu pcs Rp 1.200, papar Linda.

Nah, jika bisa mengatasi kendala-kendala tersebut, kini Anda tinggal memikirkan proses produksi. Menurut Dyah, untuk proses produksi, kendalanya nyaris tidak ada. Bahan baku utama, yakni cokelat masak dan tempe mentah, sebenarnya kan mudah sekali ditemukan di sekitar kita. Bahkan, biasanya tempe dijual oleh tukang sayur keliling, sedangkan cokelat masak dan cokelat bubuk bisa didapatkan di toko bahan kue atau ritel modern.

Dalam sehari, Dyah sedikitnya membutuhkan 10 kilogram adonan cokelat dan tempe. Komposisinya 50% cokelat dan 50% tempe. Saya menggabungkan beberapa jenis cokelat batangan dan bubuk. Bahan baku banyak tersedia di pasaran dalam negeri, kata Dyah.

Linda menimpali, untuk memproduksi 1 kg cokelat tempe dibutuhkan biaya sekitar Rp 80.000. Biaya sebesar itu untuk membeli bahan baku cokelat, tempe dan bumbu racikannya.

Cara pembuatannya pun sangat mudah. Para pengusaha ini hanya melelehkan cokelat masak dan merajang tempe tipis-tipis. Ada yang lebih dulu menggoreng tempenya tanpa bumbu, tapi ada pula yang dipanggang atau disangrai hingga tidak berminyak. Selanjutnya tinggal campur keduanya untuk dibekukan. Tentu saja, ada tambah bumbu agar rasanya unik.

Bagikan

Berita Terbaru

Akui Bukan SWF Biasa, Mari Kupas Jati Diri BPI Danatara
| Kamis, 06 November 2025 | 15:25 WIB

Akui Bukan SWF Biasa, Mari Kupas Jati Diri BPI Danatara

Danantara merupakan SWF berbasis BUMN sehingga tidak bisa melepaskan diri dari kewajiban pelayanan publik (public servic obligation).

Anak Usaha TLKM Buka Suara Soal Kepailitan TELE dan Investasi Rp 1,39 Triliun
| Kamis, 06 November 2025 | 13:53 WIB

Anak Usaha TLKM Buka Suara Soal Kepailitan TELE dan Investasi Rp 1,39 Triliun

PT PINS Indonesia, anak usaha PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM), akhirnya buka suara menanggapi kabar kepailitan PT Omni Inovasi Indonesia Tbk (TELE)

Ruang Pendanaan Masih Terbatas, PELNI Buka Opsi Tambah Kapal dari Penjualan Tiket
| Kamis, 06 November 2025 | 13:46 WIB

Ruang Pendanaan Masih Terbatas, PELNI Buka Opsi Tambah Kapal dari Penjualan Tiket

Penyertaan Modal Negara sudah tak lagi digunakan sehingga beberapa upaya diluncurkan PT Pelni guna memastikan kelanjutan investasi armada.

Konsumsi Daging Ayam Melejit, Laba Bersih Japfa Comfeed (JPFA) Naik Dua Digit
| Kamis, 06 November 2025 | 10:29 WIB

Konsumsi Daging Ayam Melejit, Laba Bersih Japfa Comfeed (JPFA) Naik Dua Digit

PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JPFA) membukukan kinerja positif di sepanjang sembilan bulan tahun 2025.

Multi Makmur Lemindo (PIPA) Membalikkan Rugi Menjadi Laba Per Kuartal III-2025
| Kamis, 06 November 2025 | 10:21 WIB

Multi Makmur Lemindo (PIPA) Membalikkan Rugi Menjadi Laba Per Kuartal III-2025

Pertumbuhan laba itu disokong lonjakan pendapatan usaha PIPA yang mencapai 30,49% secara tahunan jadi Rp 25,89 miliar per September 2025

Daya Beli Belum Maksi, Laba Emiten Properti Masih Bertaji
| Kamis, 06 November 2025 | 10:17 WIB

Daya Beli Belum Maksi, Laba Emiten Properti Masih Bertaji

Sejumlah emiten properti mencatat pertumbuhan pendapatan dan laba di sepanjang periode Januari-September 2025

Harga Emas Masih Tinggi, Bumi Resources Minerals (BRMS) Genjot Produksi
| Kamis, 06 November 2025 | 10:08 WIB

Harga Emas Masih Tinggi, Bumi Resources Minerals (BRMS) Genjot Produksi

PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS) membidik pertumbuhan produksi emas 68.000 ons sampai 72.000 ons hingga akhir 2025.​

Penjualan Belum Laris Manis, Kepulan Laba Emiten Rokok Semakin Tipis
| Kamis, 06 November 2025 | 09:52 WIB

Penjualan Belum Laris Manis, Kepulan Laba Emiten Rokok Semakin Tipis

Tekanan daya beli masyarakat masih jadi tantangan emiten rokok. Penurunan daya beli memicu pergeseran konsumsi ke segmen value for money (VFM).

TELE Pailit, Tak Cuma Telkom (TLKM) dan Haiyanto, Ribuan Investor Saham Ikut Merugi
| Kamis, 06 November 2025 | 09:00 WIB

TELE Pailit, Tak Cuma Telkom (TLKM) dan Haiyanto, Ribuan Investor Saham Ikut Merugi

Kasus pailit PT Omni Inovasi Indonesia Tbk (TELE) mencerminkan buruknya perlindungan investor publik.

Menakar Efek Kinerja Sembilan Bulan 2025 dan Rights Issue ke Kinerja PANI
| Kamis, 06 November 2025 | 08:15 WIB

Menakar Efek Kinerja Sembilan Bulan 2025 dan Rights Issue ke Kinerja PANI

Analisis aksi korporasi PANI: Rights issue Rp 16,6 triliun, akuisisi CBDK, dan prospek saham di tengah pemulihan pasar properti.

INDEKS BERITA

Terpopuler