KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pelemahan mesin ekonomi semakin jelas terlihat. Yang terbaru, pertumbuhan kredit tahunan perbankan per akhir April lalu hanya 8,88%. Ini merupakan pertumbuhan kredit terendah tahun ini. Bank Indonesia (BI) pun lantas merevisi target pertumbuhan kredit 2025 menjadi paling tinggi 11%.
Kondisi ini mengkhawatirkan lantaran kredit bank (kredit konsumsi, investasi, maupun modal kerja) adalah bahan bakar ekonomi. Jika kucuran kredit konsumsi melambat, misalnya, tingkat pertumbuhan belanja masyarakat juga akan semakin tipis. Demikian pula, jika kredit investasi dan modal kerja seret, aktivitas bisnis, baik reguler maupun ekspansi baru, akan melemah.
Langkah BI memangkas bunga acuan menjadi 5,5% kemarin (21/5) memberikan kelegaan. Tentu, kita berharap penurunan BI rate segera diikuti oleh penurunan bunga kredit yang saat ini masih bertengger di 9,19%. Jika ini terjadi, gairah masyarakat untuk memafaatkan kredit bank, baik untuk konsumsi maupun bisnis, akan meningkat. Di sisi penawaran, kebijakan moneter yang lebih longgar dapat membantu meredakan perebutan likuiditas di pasar keuangan. Apalagi, BI juga melonggarakan rasio peminjaman perbankan ke pasar luar negeri.
Tentu, di saat yang sama, pemerintah harus mendukung pelonggaran kebijakan moneter ini dengan eksekusi belanja yang agresif. Urusan realokasi anggaran, konon, sudah selesai. Jadi, mestinya, tak ada lagi halangan untuk mengucurkan anggaran. Rapor belanja pemerintah yang turun 1,38% di kuartal pertama 2025 harus diperbaiki. Di tengah ekonomi yang lesu, peran anggaran pemerintah sebagai pendongkrak ekonomi sangat dibutuhkan.
Di atas semua upaya itu, penciptakan lapangan kerja harus menjadi salah satu sasaran utama pemerintah. Selama ini, terbukti, pertumbuhan ekonomi tak mampu menciptakan lapangan kerja yang cukup. Alhasil, jutaan generasi muda (angkatan kerja usia 15-24 tahun) tak berhasil melewati masa transisi mereka dari sekolah ke dunia kerja.
Harap dicatat, dari jumlah pengangguran yang mencapai 7,28 juta, sekitar 3 juta berusia 15-24 tahun atau pengangguran muda. Jumlah ini akan terus bertambah, mengingat jumlah penduduk usia 15-24 tahun saat ini mecapai lebih dari 44 juta.
Pemerintah tak boleh gagal mengentaskan jutaan orang muda ini ke dunia kerja. Memperoleh pekerjaan ada hak mereka dan hanya dengan bekerja masyarakat akan menggapai kemakmuran yang menjadi cita-cita pembangunan ekonomi.