Menengok Peluang Reksadana Saham

Jumat, 19 Juli 2019 | 18:03 WIB
Menengok Peluang Reksadana Saham
[]
Reporter: Wuwun Nafsiah | Editor: Wuwun Nafsiah

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pasar saham dalam negeri mulai dikelilingi sentimen positif. Tengok saja pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang mulai mendaki. Jumat (19/7), IHSG bertengger di level 6.456,5. Padahal, pada pertengahan Mei lalu, IHSG sempat jatuh ke level terendahnya di tahun ini di posisi 5.827.

Tren kenaikan IHSG tentu berimbas pada pertumbuhan reksadana berbasis saham. Memang, rata-rata imbal hasil reksadana saham secara ytd hingga 17 Juli baru 1,3%. Namun, bukan berarti kinerja reksadana saham secara umum jelek. 

“Dari sekitar 270 produk reksadana saham yang terdaftar di Infovesta, sekitar 200 produk masih memberikan return positif,” tutur Wawan Hendrayana, Head of Investment Research Infovesta Utama.

Namun, ada beberapa produk yang mencatat imbal hasil minus cukup besar bahkan hingga mencapai minus 50% secara ytd. Inilah yang akhirnya memberatkan kinerja reksadana saham secara keseluruhan.

Analis Pasardana Arif Budiman mengatakan, imbal hasil reksadana saham memang masih ketinggalan jika dibanding dengan produk reksadana lain. Reksadana pendapatan tetap mencatat imbal hasil rata-rata 6,9% ytd. Lalu reksadana campuran 5,4% dan reksadana pasar uang 2,48%.

Imbal hasil reksadana saham sebenarnya masih sejalan dengan IHSG yang juga belum naik signifikan. “Angka return yang kecil tidak lepas dari faktor IHSG yang masih tertekan di semester I 2019,” ujar Arif.

Ada banyak faktor yang memberatkan laju IHSG pada paruh pertama tahun ini, mulai dari ketidakpastian perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China, kondisi politik dalam negeri menjelang pemilihan umum Presiden serta belum adanya realisasi pemangkasan suku bunga The Fed. “Tetapi secara perlahan satu per satu risiko bisa diatasi di semester kedua tahun ini,” lanjut Arif.

Setelah penetapan Presiden dan Wakil Presiden oleh Komisi Pemilihan Umum, kondisi politik dalam negeri menjadi lebih stabil. Laju IHSG juga mulai bangkit. Apalagi, bulan ini pelaku pasar menanti keputusan suku bunga The Federal Reserve (The Fed). Ada asumsi kuat bahwa The Fed akan memangkas suku bunga pada pertemuan akhir Juli 2019.

Wawan optimistis prospek reksadana saham hingga akhir tahun akan semakin menarik. Hal ini terlihat dari IHSG yang juga bergerak dalam tren menguat.
Di dalam negeri, Bank Indonesia (BI) telah memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin menjadi 5,75%. Kebijakan ini tentu akan mendapat respon positif dari saham-saham sektor perbankan.

Selanjutnya, sentimen penggerak IHSG dari sisi internal tinggal menanti perkembangan ekonomi makro, seperti angka neraca perdagangan dan pertumbuhan ekonomi.
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, neraca perdagangan Indonesia pada Juni 2019 surplus US$ 200 juta. Angka ini masih lebih rendah dibanding surplus bulan sebelumnya sebesar US$ 210 juta.

“Harapannya angka neraca perdagangan dan pertumbuhan ekonomi bisa lebih baik. Presiden Joko Widodo juga mendukung masuknya investasi ke dalam negeri sehingga dampaknya diharapkan positif ke IHSG,” tutur Wawan.

Kelola Investasi

Meski bergerak dalam tren naik, risiko pada reksadana saham tetap lebih tinggi jika dibanding dengan reksadana jenis lain. Sebab, imbal hasil reksadana saham akan tergantung dari portofolio saham masing-masing produk. Sementara beberapa sektor saham masih menghadapi risiko lebih tinggi dibanding sektor lainnya.

Misalnya, untuk sektor komoditas dan properti, risikonya masih tinggi. Sementara, sektor yang mendapat sentimen positif  saat ini adalah perbankan. “Makanya penting untuk mencermati laporan keuangan dari emiten,” lanjut Wawan.

Di samping itu, Wawan menyarankan investor untuk melakukan diversifikasi investasi. Salah satunya dengan memilih reksadana saham dengan alokasi aset menyerupai indeks, contohnya reksadana berbasis indeks LQ-45. Reksadana indeks diharapkan mampu memberikan imbal hasil searah IHSG.

Jika ingin membeli produk reksadana konvensional biasa, sebaiknya memilih produk dengan dana kelolaan besar serta terdiri dari saham-saham berkapitalisasi besar agar risiko yang dihadapi lebih kecil. “Baru setelah itu bisa melirik lagi reksadana saham yang kira-kira memberikan imbal hasil lebih tinggi. Tetapi harus ingat, semakin tinggi imbal hasilnya, risikonya juga semakin besar,” ujar Wawan.

Jika melihat kenaikan IHSG sepanjang tahun yang masih tipis, Arif menilai ini saat yang tepat untuk akumulasi beli reksadana saham. Apalagi untuk produk reksadana saham dengan potofolio saham-saham kapitalisasi besar yang memberikan imbal hasil positif.

Saran Arif, investor sebaiknya melihat kinerja reksadana saham dalam beberapa tahun terakhir sebelum memutuskan untuk membeli. Memilih dana kelolaan besar juga penting. Sebab, semakin besar dana kelolaan menunjukkan tingkat kepercayaan investor pada manajer investasi yang semakin tinggi.

Dengan asumsi IHSG mencapai level 6.800, Arif memprediksi rata-rata imbal hasil reksadana saham tahun ini bisa mencapai 8%–9%. Sementara dengan asumsi IHSG sama, Wawan memperkirakan imbal hasil reksadana saham menyentuh 10% tahun ini.       

Bagikan

Berita Terbaru

Laporan WGC: Lebih Dari 60% Investor Indonesia Menanamkan Investasi di Emas
| Rabu, 12 November 2025 | 19:49 WIB

Laporan WGC: Lebih Dari 60% Investor Indonesia Menanamkan Investasi di Emas

Pada 2025 berjalan hingga September, emas menjadi aset investasi dengan kinerja terbaik dengan return sekitar 44%.

Dana Kelolaan Reksadana Melonjak, Reksadana Risiko Rendah Paling Diminati
| Rabu, 12 November 2025 | 15:28 WIB

Dana Kelolaan Reksadana Melonjak, Reksadana Risiko Rendah Paling Diminati

Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), total dana kelolaan reksadana mencapai Rp 621,68 triliun pada Oktober 2025.

Saham Moratelindo (MORA) Kembali Melejit Usai Terbang 277,91%, Masih Fase Uptrend?
| Rabu, 12 November 2025 | 10:15 WIB

Saham Moratelindo (MORA) Kembali Melejit Usai Terbang 277,91%, Masih Fase Uptrend?

MORA telah memiliki jaringan sendiri secara end to end, yaitu dari backbone international dan domestik, hingga jaringan dari rumah ke rumah.

Bisnis Biodiesel & Gula Bakal Jadi Motor Utama Penggerak Kinerja, Saham TBLA Menarik?
| Rabu, 12 November 2025 | 08:46 WIB

Bisnis Biodiesel & Gula Bakal Jadi Motor Utama Penggerak Kinerja, Saham TBLA Menarik?

Hingga September 2025, bisnis biodiesel telah menjadi tulang punggung pendapatan dan laba bersih PT Tunas Baru Lampung Tbk (TBLA).

Ada Isu Merger, Saham GOTO Bergairah
| Rabu, 12 November 2025 | 08:45 WIB

Ada Isu Merger, Saham GOTO Bergairah

Sejak akhir Oktober, harga saham PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) mencatatkan tren rebound yang kuat.

Terjadi Aksi Jual Asing di Big Bank, Simak Proyeksi IHSG Hari Ini Rabu (12/11)
| Rabu, 12 November 2025 | 08:39 WIB

Terjadi Aksi Jual Asing di Big Bank, Simak Proyeksi IHSG Hari Ini Rabu (12/11)

Pelemahan IHSG sejalan dengan aksi jual asing di saham-saham perbankan besar (big bank) dan aksi ambil untung di saham sektor komoditas. 

Pendapatan Layanan Seluler Merosot, Laba Emiten Telekomunikasi Melorot
| Rabu, 12 November 2025 | 08:37 WIB

Pendapatan Layanan Seluler Merosot, Laba Emiten Telekomunikasi Melorot

Kinerja emiten telekomunikasi masih tertekan di sepanjang sembilan bulan tahun ini. Penyebabnya, loyonya kontribusi segmen telepon dan data..

Surya Biru Murni (SBMA) Bidik Pertumbuhan di Bisnis Pengolahan Limbah B3
| Rabu, 12 November 2025 | 08:30 WIB

Surya Biru Murni (SBMA) Bidik Pertumbuhan di Bisnis Pengolahan Limbah B3

SBMA telah mengumumkan diversifikasi bisnis baru pada Oktober 2025 lalu, yakni konstruksi dan pengolahan limbah B3.​

Strategi Ekspansi Tambang di Balik Penurunan Kinerja Grup Merdeka Saat Ini
| Rabu, 12 November 2025 | 08:29 WIB

Strategi Ekspansi Tambang di Balik Penurunan Kinerja Grup Merdeka Saat Ini

Ketika seluruh proyek strategis tadi sudah beroperasi, maka Grup Merdeka akan diuntungkan berkat bertambahnya sumber pendapatan.

Raup Laba Selisih Kurs, Laba Golden Eagle Energy (SMMT) Melonjak Tiga Digit
| Rabu, 12 November 2025 | 08:26 WIB

Raup Laba Selisih Kurs, Laba Golden Eagle Energy (SMMT) Melonjak Tiga Digit

PT Golden Eagle Energy Tbk (SMMT) mengantongi laba bersih sebesar US$ 3,89 juta per 30 September 2025. Angka ini menanjak 106,91% secara tahunan.

INDEKS BERITA

Terpopuler