Mengubah Pola Pikir Pembuatan Kebijakan, dengan Seni Kemungkinan

Sabtu, 10 April 2021 | 17:10 WIB
Mengubah Pola Pikir Pembuatan Kebijakan, dengan Seni Kemungkinan
[]
Reporter: Sumber: Tabloid Kontan | Editor: Hendrika

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pandemi Covid-19 sudah melewati anniversary pertamanya di Indonesia. Lebih dari setahun, pandemi ini memang mendatangkan keletihan yang luar biasa. Begitu banyak kesedihan, kebingungan sekaligus juga keanehan yang kita lewati.

Berbagai kebijakan strategis juga sudah dikeluarkan dan ditempuh pemerintah, baik untuk tujuan penanganan kesehatan publik ataupun pemulihan ekonomi. Sebut saja beberapa kebijakan yang sering terngiang di telinga kita sedari awal, semisal: adaptasi kebiasaan baru, penegakan protokol kesehatan, PSBB, PPKM, dan juga percepatan vaksinasi.

Demikian pula halnya di bidang ekonomi, mulai dari kebijakan pemangkasan anggaran belanja pemerintah untuk kegiatan non-prioritas, bantuan langsung tunai kepada masyarakat terdampak, relaksasi kredit bagi UMKM, implementasi kartu pra-kerja, hingga juga penghapusan PPnBM bagi transaksi kendaraan roda empat.

Bagaimana dampak yang dihasilkan dari berbagai strategi dan kebijakan penanganan di atas?

Sulit untuk mengambil kesimpulan secara persis. Mulai awal tahun 2021, memang ada kecenderungan pelandaian kasus baru, namun dalam dinamika yang masih bersifat fluktuatif. Demikian pula halnya dari sisi ekonomi, kita hanya bisa menyimpulkan bahwa kondisi terburuk sudah terlewati, tanpa dapat memprediksi secara yakin arah perkembangan di masa mendatang.

Rumusan kebijakan strategis yang telah dipersiapkan sedemikian rupa dengan pendekatan multidisipliner, tak jarang berujung pada kondisi status-quo ataupun perkembangan di lapangan yang tak signifikan.

Kalau sudah demikian, kita hanya bisa bertanya, apa yang salah?

Biasanya, yang paling mudah disalahkan adalah perkara eksekusi. Para pengambil kebijakan akan mengatakan, Strategi dan kebijakan (dari atas) sudah benar, eksekusinya (di lapangan) yang tidak tajam.

Bukankah paling nikmat untuk menyalahkan pihak luar, daripada merenungkannya di dalam diri sendiri. Para perumus kebijakan strategis (strategic planners) akan berkilah bahwa mereka sudah menetapkan kebijakan dengan cara yang super cermat, dengan dukungan segunung data serta perangkat analisa yang lengkap. Namun, lagi-lagi, jika proses perumusan kebijakan strategis sudah dilakukan di atas pijakan analisa yang kuat, mengapa tak membuahkan hasil yang maksimal?

A. G. Lafley (mantan CEO P&G yang legendaris) dkk. dalam artikelnya bertajuk Bringing Science to The Art of Strategy (HBR, September 2012) mengatakan bahwa semakin banyak angka data yang tersedia dan semakin ribet proses analisa yang dilakukan, tak berarti semakin ilmiah pula proses perencanaan strategis yang dijalankan.

Lewat studi eksperimentalnya, mereka berkesimpulan bahwa lebih dari sekadar kelengkapan data dan kerumitan analisa, yang terpenting adalah mindset atawa pola pikir yang tepat saat melakukan proses perumusan strategi.

Mengubah pola pikir

Strategi adalah the art of probability (seni kemungkinan), bukannya the moment of dreaming. Memikirkan strategi berarti sekaligus memikirkan wujud cita-cita dan kemungkinan pencapaiannya. Oleh karenanya, seberapa dahsyatnya pun strategi yang dirumuskan, jika derajat kemungkinan pencapaiannya teramat kecil, tetaplah itu strategi yang impoten.

Lafley dkk menamai proses perencanaan strategis ini sebagai pendekatan probability based. Dan, untuk menjalankannya, paling tidak ada tiga perubahan pola pikir fundamental yang harus dilakukan oleh para pemikir strategi dan perumus kebijakan.

Pertama, sebagai langkah awal, alih-alih bertanya Apa yang harus kita lakukan? (What should we do?), lebih tepat jika bertanya Apa yang mungkin bisa kita lakukan? (What might we do?). Banyak strategic planner, apalagi yang merasa dirinya hebat dan pintar, cenderung berpikir dengan kerangka harus, bukannya mungkin.

Kedua, para perumus kebijakan juga musti mengalihkan pertanyaannya, dari Apa yang saya percayai (What do I believe?) menjadi Apa yang nantinya harus saya percayai? (What would I have to believe?) Ini menuntut para pemikir kebijakan untuk terbuka kepada setiap kemungkinan ide, termasuk yang tak disukainya secara pribadi sekalipun. Keterbukaan sikap seperti ini diperlukan agar kita bisa membedah derajat kemungkinan pencapaian (probabilitas) secara objektif.

Ketiga, sekaligus yang paling sulit, yakni beranjak dari pola pikir Apa jawaban yang tepat? (What is the right answer?) menuju Apa pertanyaan yang tepat? (What is the right question?). Perubahan paradigma yang terakhir ini menjadi begitu sulit, karena secara naluriah orang jauh lebih terlatih untuk menjawab daripada bertanya. Padahal, hanya dengan bertanya, kita bisa mengumpulkan informasi, menyimak pandangan orang lain, sekaligus mengerti keadaan sekitar secara objektif dan lengkap.

Bagaimanapun, kebijakan strategis yang diputuskan pada akhirnya akan dijalankan oleh banyak orang di lapangan. Bukannya oleh sang pengambil kebijakan itu sendiri.

Bagikan

Berita Terbaru

Zyrex Mendapat Pesanan 120.358 Laptop Pemerintah
| Selasa, 18 November 2025 | 05:40 WIB

Zyrex Mendapat Pesanan 120.358 Laptop Pemerintah

Pesanan laptop dari pemerintah berpotensi mendongkrak kinerja Zyrex berkat proyek senilai Rp 793 miliar.

Danantara Terima Dividen Pertamina
| Selasa, 18 November 2025 | 05:15 WIB

Danantara Terima Dividen Pertamina

Danantara akan menerima dividen senilai Rp 42,1 triliun dari Pertamina dan hingga September kemarin sudah ditransfer Rp 23 triliun..

Pemerintah Menyalurkan Satu Juta TV ke Sekolah
| Selasa, 18 November 2025 | 05:15 WIB

Pemerintah Menyalurkan Satu Juta TV ke Sekolah

Adapun penyaluran sepanjang tahun ini ke sekolah-sekolah di tanah air adalah sudah mencapai 172.550 unit. 

Putusan MK Bisa Mempengaruhi Investasi di IKN
| Selasa, 18 November 2025 | 05:10 WIB

Putusan MK Bisa Mempengaruhi Investasi di IKN

Kalangan usaha meminta pemerintah segera melakukan sosialisasi dan menjelaskan secara gamblang terkait putusan MK itu.

INA Membidik Investasi US$ 1 Miliar Tahun Depan
| Selasa, 18 November 2025 | 05:00 WIB

INA Membidik Investasi US$ 1 Miliar Tahun Depan

INA menargetkan realisasi investasi untuk tahun depan bisa lebih baik dari pencapaian tahun ini yang sekitar US$ 1 miliar.

Bisnis Asuransi Properti Tetap Kokoh Saat Ekonomi Lesu
| Selasa, 18 November 2025 | 04:50 WIB

Bisnis Asuransi Properti Tetap Kokoh Saat Ekonomi Lesu

Pendapatan premi pada lini usaha asuransi properti masih tumbuh 7,2% secara tahunan, menjadi Rp 23 triliun hingga Agustus 2025.

Saham Big Caps Mengangkat IHSG, Simak Proyeksi & Rekomendasi Hari Ini (18/11)
| Selasa, 18 November 2025 | 04:45 WIB

Saham Big Caps Mengangkat IHSG, Simak Proyeksi & Rekomendasi Hari Ini (18/11)

IHSG mengakumulasi kenaikan 0,31% dalam sepekan terakhir. Sedangkan sejak awal tahun, IHSG menguat 18,88%.

Perbankan Genjot Kredit Program Perumahan
| Selasa, 18 November 2025 | 04:35 WIB

Perbankan Genjot Kredit Program Perumahan

Bank swasta, terutama Bank Nobu dan BNI, memimpin penyaluran Kredit Program Perumahan (KPP) mencapai Rp 492,13 miliar. 

Ketika Kredibilitas Rupiah Disangsikan
| Selasa, 18 November 2025 | 04:21 WIB

Ketika Kredibilitas Rupiah Disangsikan

Lebih bijak, pemerintah memastikan dulu terjaganya stabilitas ekonomi, seperti penguatan kurs rupiah, stabilitas harga komoditas dan lainnya.

SMF Optimistis Pembiayaan Tahun Ini Lebih Tinggi
| Selasa, 18 November 2025 | 04:15 WIB

SMF Optimistis Pembiayaan Tahun Ini Lebih Tinggi

Hingga kuartal III-2025, PT Sarana Multifirya Finansial sudah menyalurkan pembiayaan dan sekuritisasi sebesar Rp 14,53 triliun.

INDEKS BERITA

Terpopuler