Menkeu: Risiko Utang Indonesia Terkendali

Kamis, 24 Januari 2019 | 06:55 WIB
Menkeu: Risiko Utang Indonesia Terkendali
[]
Reporter: Grace Olivia | Editor: Thomas Hadiwinata

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Pembayaran bunga utang pemerintah selama tiga tahun terakhir dalam tren meningkat. Kenaikan itu sejalan dengan pertumbuhan utang pemerintah.

Kementerian Keuangan mencatat periode 2014-2017, pembayaran bunga utang secara nominal naik 17,5% per tahun. Jika 2014 beban bunga Rp 133,40 triliun, di 2017 sudah Rp 216,6 triliun. Pembayaran bunga utang tahun lalu semakin besar mencapai Rp 258,09 triliun.

Alokasi pembayaran bunga untuk tahun ini sebesar Rp 275,88 triliun. Terdiri dari bunga utang dalam negeri Rp 255,84 triliun dan bunga utang luar negeri Rp 20,04 triliun.  
Sedang nilai total utang pemerintah pusat per akhir 2018 mencapai Rp 4.418,3 triliun. Jumlah itu meningkat Rp 423,05 triliun dibanding posisi 2017 yaitu Rp 3.995,25 triliun. Total utang itu meleset jauh dari perkiraan pemerintah Rp 4.253 triliun. Lonjakan utang berasal dari pinjaman langsung maupun surat berharga negara (SBN).

Kendati utang dalam tren kenaikan, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menyatakan utang pemerintah dalam kondisi sehat. Risiko utang dalam taraf aman dan terkendali. Rasio utang pemerintah pusat terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) tahun 2018 sebesar 29,98%. Dengan rasio utang Indonesia sampai saat ini, artinya dikelola dengan baik. "Rasio 30% itu tidak tinggi, tapi kami juga tidak mengatakan kita kemudian mau sembrono (dalam pengelolaan utang)," ujar Menkeu, usai rapat di kantor presiden, Rabu, (23/1).

Tahun ini, pemerintah berupaya mengurangi pembiayaan dari utang di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), terutama ketergantungan terhadap utang valas melalui SBN. Tujuannya agar menghindari risiko fluktuasi kurs valuta asing dan menyebabkan yield SBN naik.Pemerintah akan mengutamakan penerbitan SBN rupiah, terutama SBN ritel. Penerbitan SBN ritel online ini bertujuan memperdalam pasar keuangan dalam negeri dan menjangkau banyak investor.

Sepakat dengan Menkeu, Vice President Economist Bank Permata Josua Pardede menilai, kemampuan pengelolaan utang pemerintah tampak semakin baik dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. "Ini terlihat dari keseimbangan primer tahun lalu yang sangat rendah dan makin mendekati nol ," ujar Josua.

Namun di sisi lain, Josua menyebut, beban utang jatuh tempo yang mesti ditanggung pemerintah bakal lebih besar. "Karena banyak instrumen dan obligasi yang diterbitkan 3-5 tahun lalu dan jatuh temponya pada tahun ini. Pemerintah mesti melakukan profiling lagi untuk memastikan cashflow bisa membiayai utang jatuh tempo tersebut," ungkap Josua.
 

Kemkeu, awal 2018 mencatat, utang yang akan jatuh tempo 2019 sekitar Rp 355 triliun. Sebagian besar adalah utang dari SBN. Khusus untuk Utang Luar Negeri (ULN), Josua memperkirakan yang jatuh tempo tahun ini sekitar US$ 54 miliar.  Sebesar US$ 45 miliar milik swasta, pemerintah dan BI masing-masing sekitar US$ 8,5 miliar dan US$ 250 juta.

Bagikan

Berita Terbaru

TLKM Butuh Triliunan Rupiah untuk Lincah Jalankan Sejumlah Agenda Ekspansi
| Sabtu, 01 November 2025 | 15:00 WIB

TLKM Butuh Triliunan Rupiah untuk Lincah Jalankan Sejumlah Agenda Ekspansi

PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) gencar melakukan sejumlah aksi bisnis hingga korporasi untuk membesarkan perusahaannya.

Eskposur Kecil Solana (SOL) Mampu Tingkatkan Imbal Hasil Portofolio Kripto
| Sabtu, 01 November 2025 | 13:00 WIB

Eskposur Kecil Solana (SOL) Mampu Tingkatkan Imbal Hasil Portofolio Kripto

Solana (SOL) berhasil menembus level US$ 200 atau sebesar Rp 3,32 juta seiring kabar peluncuran Exchange Traded Fund (ETF) berbasis koin ini.

BlackRock, Vanguard, Hingga WisdomTree Ubah Posisi di Saham Rokok Indonesia
| Sabtu, 01 November 2025 | 11:00 WIB

BlackRock, Vanguard, Hingga WisdomTree Ubah Posisi di Saham Rokok Indonesia

Pergerakan investor institusi asing di dua emiten rokok besar, GGRM dan HMSP, menunjukkan dinamika menarik sepanjang 2025.

Beban Ambisi Politisi
| Sabtu, 01 November 2025 | 06:10 WIB

Beban Ambisi Politisi

Di saat bank swasta leluasa menyalurkan kredit ke segmen lebih menguntungkan, bank milik negara kerap harus menanggung risiko sosial lebih besar.

Pasca Lepas Bisnis Es Krim, Unilever Fokus pada Produk Margin Tinggi
| Sabtu, 01 November 2025 | 06:00 WIB

Pasca Lepas Bisnis Es Krim, Unilever Fokus pada Produk Margin Tinggi

Mengupas strategi bisnis PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) pasca melepas bisnis es krim di awal tahun 2025

Bank Berburu Fee Based Demi Menjaga Kinerja
| Sabtu, 01 November 2025 | 05:05 WIB

Bank Berburu Fee Based Demi Menjaga Kinerja

.aat laju kredit masih tak bertenaga, sejumlah bank makin bergantung pada pendapatan non bunga demi menjaga keuntungan

Main Aman Saat Ekonomi Tak Pasti, Peserta DPLK Tambah Deposito
| Sabtu, 01 November 2025 | 04:35 WIB

Main Aman Saat Ekonomi Tak Pasti, Peserta DPLK Tambah Deposito

Hingga Juli 2025, dana peserta DPLK di keranjang deposito bertambah Rp 10,7 triliun sejak awal tahun menjadi Rp 78,07 triliun

Pertumbuhan di Tengah Kerentanan
| Sabtu, 01 November 2025 | 04:18 WIB

Pertumbuhan di Tengah Kerentanan

Pemulihan ekonomi bukan hanya soal angka pertumbuhan, tapi juga tentang tumbuhnya kepercayaan bahwa masa depan bisa lebih baik.

Pendapatan Bunga Bikin Cuan Bank Digital Kian Tebal
| Sabtu, 01 November 2025 | 04:15 WIB

Pendapatan Bunga Bikin Cuan Bank Digital Kian Tebal

Pendapatan bunga bersih yang masih tumbuh tinggi, menjadi bahan bakar kenaikan laba bank digital hingga sembilan bulan pertama tahun ini.

Terdepak Dari Indeks LQ45, Berikut Ini Saham Yang Masih Bisa Dilirik
| Jumat, 31 Oktober 2025 | 20:23 WIB

Terdepak Dari Indeks LQ45, Berikut Ini Saham Yang Masih Bisa Dilirik

BRIS dan JSMR masih lebih diuntungkan karena memiliki sentimen makro, serta dukungan BUMN, katalis belanja & transportasi di kuartal IV.

INDEKS BERITA

Terpopuler