KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kabar ekonomi yang menggembirakan beriring datangnya dengan kabar menyedihkan, baru-baru ini. Badan Pusat Statistik mencatat: jumlah penduduk miskin di Indonesia mengalami penurunan pada Maret 2023. Yakni, sebesar 9,36% atau 25,9 juta orang.
Ya, jumlah penduduk miskin turun 460.000 jiwa dibandingkan dengan September 2022 dan turun 260.000 jiwa ketimbang Maret 2022. Maka, pemerintah pun merespons data terbaru BPS itu dengan nada positif.
Lantaran, penurunan angka kemiskinan di perkotaan maupun perdesaan itu sejalan dengan terus menguatnya aktivitas ekonomi, menurunnya angka pengangguran, serta inflasi yang makin terkendali.
Sayangnya, BPS menyampaikan pula fakta ironis di balik lajunya perekonomian: rasio Gini – yang mengukur ketimpangan pengeluaran ini – naik menjadi 0,388 per Maret 2023, dari sebelumnya 0,381 pada September 2022. Artinya, jurang kaya dan miskin malah semakin lebar di saat perekonomian melaju.
Memang, ketika perekonomian sedang bertumbuh tidak langsung terjadi pemerataan. Namun bila kita telisik dalam pertumbuhan itu sendiri pun terjadi kesenjangan.
Di beberapa segmen, terutama yang berbasis sumber daya alam, melaju dengan pesat. Tapi banyak segmen lain yang berjalan lambat atau bahkan surut. Dan celakanya secara struktur sosial, kalangan terbawah paling tertinggal. Mereka lambat atau stagnan kondisi ekonominya.
Tentu kondisi ini tidak boleh dibiarkan begitu saja. Kalau negara tidak hadir, mereka akan semakin tertinggal, mustahil bisa naik kelas ke strata masyarakat sejahtera.
Sejauh ini pemerintah tentu sudah mengerjakan program-program pengentasan kemiskinan. Sebutlah penyaluran bantuan sosial (bansos), program keluarga harapan (PKH), bantuan sembako. Pemerintah juga terus menggulirkan tambahan bantuan pangan beras kepada 21,4 juta keluarga hingga akhir tahun ini.
Selain berkomitmen mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi, pemerintah terus berupaya menciptakan kesempatan kerja yang lebih luas, dan menjaga stabilitas inflasi. Inflasi memang harus dikendalikan agar tidak menggerus daya beli masyarakat miskin yang sudah lemah.
Toh itu semua ternyata belum cukup; terbukti ketimpangan makin njomplang. Pemerintah tidak cukup sekadar menjaga daya beli kaum miskin, namun juga mencegah uang mereka disedot oleh tangan-tangan serakah: pinjaman online (pinjol) liar, judi online, aplikasi tipu-tipu, hingga investasi bodong