Merugikan India, Tarif Impor CPO Malaysia Terancam Naik

Senin, 19 Agustus 2019 | 09:02 WIB
Merugikan India, Tarif Impor CPO Malaysia Terancam Naik
[ILUSTRASI. Pabrik kelapa sawit]
Reporter: Tedy Gumilar | Editor: Tedy Gumilar

KONTAN.CO.ID - MUMBAI. Keputusan India memangkas tarif impor minyak sawit (crude palm oil/CPO) dan produk turunannya yang berasal dari Malaysia berbuah pahit.

Kini, Pemerintah India dihadapkan pada desakan industri dalam negerinya untuk menaikkan tarif impor CPO Malaysia.

Kenaikan tarif impor CPO dan produk turunan asal Malaysia dipandang perlu sebagai tindakan pengamanan (safeguard) demi melindungi kepentingan petani dan industri dalam negerinya.

Pemerintah India kini tengah menggelar investigasi untuk menyelidiki dampak lonjakan impor CPO Malaysia terhadap industri dalam negeri.

Baca Juga: Ekspor CPO Malaysia Melonjak, Pemerintah India Gelar Investigasi

The Solvent Extractors’ Association (SEA) of India menyebut, keistimewaan yang diberikan terhadap CPO Malaysia membuat industri dalam negeri mereka menderita kerugian.

"Keuntungan yang diberikan kepada Malaysia mempengaruhi kinerja penyulingan CPO domestik dan telah mengurangi utilisasi produksi," kata Dr. B.V. Mehta, Executive Director The Solvent Extractors’ Association of India dalam pernyataan resminya, (14/08).

The Solvent Extractors’ Association of India adalah pengusul pemberlakuan safeguard atas impor CPO Malaysia.

Pengajuan itu secara khusus juga didukung oleh sejumlah perusahaan besar di India seperti Adani Wilmar Ltd., dan Ruchi Soya Industries Ltd.

Di sisi lain, dikutip dari Reuters (17/08) Departemen Perdagangan India menyatakan telah menemukan bukti kerugian akibat pemangkasan tarif impor CPO Malaysia.
 
"Otoritas menemukan bahwa ada bukti yang cukup bahwa impor produk yang diselidiki telah meningkat secara signifikan yang menyebabkan masalah serius bagi produsen dalam negeri," kata Direktorat Jenderal Perdagangan Obat dalam pernyataannya. 

Produk Malaysia saat ini sudah kena safeguard

Malaysia dan India terikat dalam perjanjian kerjasama ekonomi (Malaysia-India Comprehensive Economic Cooperation Agreement/MICECA) yang ditandatangani kedua negara pada 2011 silam.

Kerjasama bilateral inilah yang melandasi pemangkasan tarif impor CPO yang berasal dari Malaysia dari 44% menjadi 40% sejak Januari 2019.

Sementara produk turunan seperti refined bleached deodorised (RBD) Palmolein tarif impornya diturunkan dari 54% menjadi 45%.

Baca Juga: Malaysia Tidak Akan Memperpanjang Insentif Sertifikasi CPO

Berkaca dari pengalaman yang sekarang sedang berjalan, kemungkinan penerapan tarif safeguard atas produk CPO Malaysia cukup terbuka.

Dikutip dari Indiatimes.com, sejak 30 Juli 2018 India telah memberlakukan bea masuk atas impor sel surya (solar cell) dari Malaysia dan China.

Safeguard tersebut berlaku selama dua tahun dan berakhir pada 29 Juli 2020.

Untuk periode 30 Juli 2018-29 Juli 2019 tarif safaguard solar cell Malaysia dan China sebesar 25%.

Saat ini, sejak 30 Juli 2019 hingga 29 Januari 2020 tarifnya turun menjadi 20%.

Lalu, pada 30 Januari 2020 hingga 29 Juli 2020 kembali diturunkan menjadi 15%.

Bagikan

Berita Terbaru

Vanguard Hingga Blackrock Perlahan Beli Saham UNVR, namun Potensi Kenaikan Terbatas
| Senin, 20 Oktober 2025 | 08:20 WIB

Vanguard Hingga Blackrock Perlahan Beli Saham UNVR, namun Potensi Kenaikan Terbatas

Mayoritas analis berdasar konsensus Bloomberg menyematkan rekomendasi hold saham PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR).

 Modal Besar Memoles Bisnis Logam Mulia
| Senin, 20 Oktober 2025 | 07:34 WIB

Modal Besar Memoles Bisnis Logam Mulia

Indonesia menjadi salah satu produsen emas terbesar dunia yang konsisten masuk dalam jajaram 10 besar

Emiten Telekomunikasi Berebut Pangsa Pasar yang Ketat
| Senin, 20 Oktober 2025 | 07:08 WIB

Emiten Telekomunikasi Berebut Pangsa Pasar yang Ketat

Mengupas perubahan persaingan emiten industri telekomunikasi usai lelang pita frekuensi radio 1,4 GHz

Rupiah Hari Ini Dibayangi Sentimen Eksternal
| Senin, 20 Oktober 2025 | 06:35 WIB

Rupiah Hari Ini Dibayangi Sentimen Eksternal

Pelemahan nilai tukar rupiah ke dolar AS sejalan sentimen risk-off di pasar keuangan, terutama di pasar saham

Soal Kualitas Kinerja
| Senin, 20 Oktober 2025 | 06:15 WIB

Soal Kualitas Kinerja

Pemeirntah diharapkan jangan mengerjar angka dan statistik sebagai patokan kinerja namun juga mengedepankan kualitas. 

Perbankan Tetap Pertimbangkan Rilis Obligasi
| Senin, 20 Oktober 2025 | 06:10 WIB

Perbankan Tetap Pertimbangkan Rilis Obligasi

Sejumlah bank tetap mempertimbangkan untuk menerbitkan surat utang sebagai salah satu sumber pendanaan tahun depan.​

Kredit Beresiko di Bank Meningkat
| Senin, 20 Oktober 2025 | 06:05 WIB

Kredit Beresiko di Bank Meningkat

Jumlah kredit berisiko di sektor perbankan tercatat meningkat seiring tren pertumbuhan kredit yang mulai melambat pada paruh kedua tahun ini. ​

ESG Godrej Indonesia: Merangkul Keberagaman dan Kesetaraan Pekerja
| Senin, 20 Oktober 2025 | 05:59 WIB

ESG Godrej Indonesia: Merangkul Keberagaman dan Kesetaraan Pekerja

PT Godrej Consumer Products Indonesia mendorong kesetaraan, keberagaman, dan inklusi pekerja. Seperti apa kebijakannya?

Saham-Saham Gorengan atau Potensi Saham di Masa Depan
| Senin, 20 Oktober 2025 | 05:52 WIB

Saham-Saham Gorengan atau Potensi Saham di Masa Depan

Sehingga ketika investor asing jualan, saham tersebut tertekan turun dan rata-rata membentuk down trend

Setelah IHSG Ambruk ke Bawah 8.000, Simak Rekomendasi Saham Hari Ini dari Analis
| Senin, 20 Oktober 2025 | 05:35 WIB

Setelah IHSG Ambruk ke Bawah 8.000, Simak Rekomendasi Saham Hari Ini dari Analis

Pekan ini, investor akan menantikan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI)  pada 22 Oktober 2025 mendatang.

INDEKS BERITA

Terpopuler