Minat Investor Asing Atas Saham Bank BRI (BBRI) dan Bank Mandiri (BMRI) Berbeda

Senin, 01 April 2019 | 09:26 WIB
Minat Investor Asing Atas Saham Bank BRI (BBRI) dan Bank Mandiri (BMRI) Berbeda
[]
Reporter: Tedy Gumilar | Editor: Tedy Gumilar

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) dan Bank Mandiri Tbk (BMRI) punya sejumlah kesamaan. Keduanya sama-sama berstatus bank pelat merah lantaran mayoritas saham dikuasai negara Indonesia. 

Dua bank ini juga tak pernah lepas dari daftar empat bank terbesar di tanah air. Bank BRI di posisi pertama dan Mandiri di posisi kedua.

Berdasar laporan keuangan 2018, BBRI punya aset Rp 1.296,9 triliun. Jumlahnya naik 15,2% dari setahun sebelumnya yang tercatat Rp 1.126,2 triliun. Pada periode yang sama, BMRI memiliki aset sebesar Rp 1.202,3 triliun sepanjang tahun 2018. Artinya, ada pertumbuhan 6,9% dibanding 2017 yang sebesar Rp 1.124,7 triliun. Aset dua emiten yang termasuk dalam Indeks Kompas100, itu jauh di atas ranking ketiga, yakni PT Bank Central Asia (BBCA) yang punya aset Rp 808,63 triliun.

Lima Besar Bank Berdasarkan Aset
No. Emiten Aset Per Desember 2018
1. BBRI Rp 1.296,90 triliun
2. BMRI Rp  1.202,25 triliun
3. BBCA Rp 824,79 triliun
4. BBNI Rp 808,57 triliun
5. BBTN Rp 306,44 triliun
sumber:  Laporan Keuangan Emiten

Namun investor asing ternyata punya perbedaan minat atas saham BBRI dan BMRI. Sepanjang kuartal I-2019 saham BBRI menjadi yang paling diminati investor asing. Berdasar data RTI, nilai beli bersih (net buy) asing atas saham BBRI di pasar reguler mencapai Rp 6,5 triliun. 

Di posisi kedua ada saham PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM). Namun, net buy asing atas saham perusahaan telekomunikasi terbesar di tanah air itu tercatat hanya Rp 1,70 triliun.

Lima Besar Net Buy Investor Asing di Pasar Reguler Kuartal I-2019
No. Emiten Net Buy Asing
1. BBRI Rp 6,5 triliun
2. TLKM Rp 1,7 triliun
3. HMSP Rp 1,1 triliun
4. PGAS Rp 1,1 triliun
5. UNVR Rp 1,1 triliun
sumber: RTI


Di seluruh pasar, BBRI hanya kalah dari PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk (BTPN). Itu pun lantaran ada aksi beli oleh Sumitomo Mitsui Banking Corporation (SMBC). Pada 30 Januari 2019, bank asal Jepang itu memborong 56,98% saham BTPN senilai Rp 14,28 triliun. Kini, SMBC menguasai 96,90% saham BTPN.

Sebaliknya, aksi jual besar-besaran melanda saham BMRI. Bank Mandiri merajai daftar pemuncak net sell yang dilakukan investor asing. Hingga kuartal I-2019 nilainya mencapai Rp 1,4 triliun.

Credit Suisse Securities Indonesia merupakan sekuritas asing yang paling banyak melego saham BMRI. Secara year-to-date (ytd) hingga Jumat (29/03) yang menjadi hari terakhir perdagangan di bulan Maret, Credit Suisse telah menjual 240.079.200 saham BMRI. Dengan harga jual rata-rata Rp 7.303 per saham, total nilai transaksi jual yang dibukukan Credit Suisse mencapai sekitar Rp 1,753 triliun.

Tempo yang sama, Credit Suisse juga membeli saham BMRI sebanyak 163.945.200 unit. Dengan harga rata-rata Rp 7.394 per saham, nilai pembeliannya mencapai Rp 1,212 triliun. Walhasil, net sell Credit Suisse di BMRI sebanyak 76.134.000 saham senilai Rp541,1 miliar.
 

Lima Besar Net Sell Investor Asing di Pasar Reguler Kuartal I-2019
No. Emiten Net Buy Asing
1. BMRI Rp 1,4 triliun
2. JPFA Rp 1,1 triliun
3. UNTR Rp 963,3 miliar
4. ASII Rp 858,9 miliar
5. TOWR Rp 633,4 miliar
sumber: RTI

 

Nah, merujuk data perdagangan saham di aplikasi trading Indo Premier Sekuritas, Credit Suisse justru menjadi salah satu pembeli terbanyak saham BBRI. Pada periode yang sama, perusahaan keuangan yang berpusat di Swiss, itu memborong 597.546.200 saham BBRI dengan harga beli rata-rata Rp 3.848 per saham. Nilai beli Credit Suisse atas saham BBRI mencapai sekitar Rp 2,30 triliun.

Di saat yang bersamaan, Credit Suisse menjual 219.871.000 unit BBRI senilai Rp 847,6 miliar. Dus, saat ini broker berkode CS itu masih mengempit saham BBRI sebanyak 377.675.200 unit senilai Rp 100,89 miliar.

Yang menarik, belum lama ini Credit Suisse sempat ikut memicu aksi jual di pasar saham Indonesia. Pada 11 Februari 2019 perusahaan sekuritas global itu merilis riset yang memangkas rekomedasi terhadap pasar saham Indonesia dari 20% overweight menjadi 10% underweight.

Ada beberapa alasan pemangkasan rekomendasi tersebut. Khusus untuk sektor perbankan terkait mengetatnya likuiditas yang akan membatasi pertumbuhan aset perbankan. Sedangkan profitabilitas sektor perbankan diprediksi akan stagnan. Sementara valuasi harga sahamnya juga dinilai masih mahal.

Perhitungan KONTAN berdasar harga penutupan Jumat (8/2) di Rp 3.890 per saham atau sebelum riset tersebut beredar, price book value (PBV) BBRI adalah 2,56 kali. Seiring akumulasi oleh investor yang menggiring kenaikan harga BBRI menjadi Rp 4.120 per saham pada Jumat (29/3) PBV BBRI naik menjadi 2,74 kali.

Sebagai perbandingan, PBV BMRI berdasar harga Jumat (8/2) di Rp 7.575 per saham adalah 1,89 kali. Seiring penurunan harga menjadi Rp 7.450 per saham pada 29 Februari 2019, PBV BMRI sedikit melandai menjadi 1,88 kali.

 

Perbandingan Valuasi BBRI dan BMRI
Emiten Harga Saham (29/02) Price Earning Ratio (PER)* Price Book Value (PBV)
BBRI 4.120 15,73 kali 2,74 kali
BMRI 7.450 13,90 kali 1,88 kali
*Disetahunkan
sumber: RTI, perhitungan KONTAN

 

Kinerja tetap terjaga

Terlepas dari urusan minat investor asing, sentimen fundamental yang menaungi keduanya sejatinya sama-sama baik. Kinerja keuangan sepanjang 2018 tumbuh positif. Pun halnya dengan pertumbuhan penyaluran kredit.

Tahun ini proyeksi atas kinerja keduanya pun tetap terjaga. Secara industri hal ini sudah tercermin dari kinerja intermediasi perbankan. Data OJK menunjukkan, pada Februari 2019 kredit perbankan tumbuh 12,13% year on year (yoy).

"Perbaikan kinerja intermediasi tersebut disertai dengan terjaganya profil risiko lembaga jasa keuangan," kata Anto Prabowo, Deputi Komisioner Manajemen Strategis dan Logistik dalam keterangannya, Kamis (28/2).

Misalnya, rasio Non-Performing Loan (NPL) gross perbankan tercatat sebesar 2,59% versus NPL net 1,17%. 

Dengan total aset likuid yang mencapai Rp1.162 triliun, OJK menilai perbankan nasional mampu mendorong pertumbuhan kredit ke depan.

Memang, ada tekanan di sejumlah sisi, misalnya soal net interest margin (NIM). Merujuk pemberitaan KONTAN sebelumnya, manajemen Bank BRI menargetkan NIM tahun ini di level 7,20%. Tahun lalu NIM BRI mencapai 7,45%. Sementara Bank Mandiri bertekad menjaga NIM pada kisaran 5,6%–5,8%. Sedikit lebih rendah dari 2018 yang 5,83%. 

Margin bunga bersih menyusut diantaranya lantaran persaingan memperebutkan dana pihak ketiga di perbankan nasional masih cukup ketat. Salah satu faktornya adalah pasokan produk investasi yang menawarkan imbal hasil menarik kini lebih banyak dan beragam.

Misalnya, setiap bulan mulai Januari 2019 hingga Oktober 2019 pemerintah menargetkan merilis satu surat berharga negara (SBN) ritel. Terdiri dari empat seri Savings Bond Ritel (SBR) dan empat seri Sukuk Tabungan (ST). Lalu, masing-masing satu Obligasi Negara Ritel (ORI) dan Sukuk Ritel (SR).

Namun, data per Februari 2019 memperlihatkan pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) perbankan sebesar 6,57% yoy. Dus, meski masih sementara lantaran 2019 baru berjalan dua bulan, terselip harapan ke depan likuiditas perbankan bakal lebih longgar. Apalagi, kebijakan moneter The Federal Reserve ke depan cenderung longgar (dovish).

 

Perbandingan Kinerja BBRI dan BMRI
Emiten Laba Bersih NIM Pertumbuhan Kredit
2018 Pertumbuhan 2019* 2018 2019* 2018 2019*
BBRI Rp 32,42 triliun 10%-12% 7,45% 7,20% 14,10% 12%-14%
BMRI Rp 25,85 triliun 11%-13% 5,83% 5,6%-5,8% 12,40% 12%-13%
*target
sumber: Berbagai sumber, diolah KONTAN


 

Perbandingan Rasio BBRI dan BMRI Per Desember 2018
Emiten Capital Adequacy Ratio (CAR) Loan to Deposit Ratio (LDR) Non Performing Loan (NPL)
BBRI 21,21 89,57 0,92
BMRI 20,96 96,74 0,67
sumber: RTI

Bagikan

Berita Terbaru

Bank Mandiri Tanggapi Kabar Pelepasan Saham BSI
| Rabu, 22 Oktober 2025 | 20:50 WIB

Bank Mandiri Tanggapi Kabar Pelepasan Saham BSI

Bank Mandiri menegaskan bahwa wacana spin off saham BSI tidak ada dalam Rencana Bisnis Bank (RBB) tahun 2025 yang telah disampaikan kepada OJK.

Gas Alam Jadi Penyelamat Prospek Emiten Migas di Tengah Tekanan Harga Minyak Dunia
| Rabu, 22 Oktober 2025 | 20:06 WIB

Gas Alam Jadi Penyelamat Prospek Emiten Migas di Tengah Tekanan Harga Minyak Dunia

Kenaikan harga gas alam ditopang perkiraan cuaca yang lebih dingin dan permintaan gas alam cair (LNG) yang kuat.

WIFI Buka-Bukaan Soal Alasan Menambah Tiga KBLI Baru dalam Usahanya
| Rabu, 22 Oktober 2025 | 18:26 WIB

WIFI Buka-Bukaan Soal Alasan Menambah Tiga KBLI Baru dalam Usahanya

Penambahan tiga KBLI merupakan bagian dari strategi jangka panjang WIFI dalam memperluas kegiatan usaha dan memperkuat kapabilitas operasional.

Prospek Saham GTSI dan HUMI: Ekspansi Gasifikasi dan Delisting Induk Jadi Katalis
| Rabu, 22 Oktober 2025 | 17:12 WIB

Prospek Saham GTSI dan HUMI: Ekspansi Gasifikasi dan Delisting Induk Jadi Katalis

GTSI dan HUMI mencatatkan kenaikan harga saham yang cukup signifikan, dipicu sentimen ekspansi bisnis serta rotasi investor dari perusahaan induk.

Sudah Turun 5 Kali, Bank Indonesia (BI) Menahan BI Rate di 4,75% pada Oktober 2025
| Rabu, 22 Oktober 2025 | 15:40 WIB

Sudah Turun 5 Kali, Bank Indonesia (BI) Menahan BI Rate di 4,75% pada Oktober 2025

Bank Indonesia tetap jaga BI‑Rate di 4,75% pada RDG 21‑22 Okt 2025. Kebijakan ini dukung inflasi rendah & stabilitas rupiah. 

Di Balik Proyek PLTSa: Truk Sampah Akan Makin Ramai hingga Beban PLN Makin Berat
| Rabu, 22 Oktober 2025 | 13:39 WIB

Di Balik Proyek PLTSa: Truk Sampah Akan Makin Ramai hingga Beban PLN Makin Berat

Jika pembangkit sampah dibangun di dekat pemukiman, ini akan menimbulkan masalah baru. Truk sampah akan melewati komplek dan mengganggu masyarakat

PP Presisi (PPRE) Memperkuat Segmen Bisnis Pertambangan
| Rabu, 22 Oktober 2025 | 08:00 WIB

PP Presisi (PPRE) Memperkuat Segmen Bisnis Pertambangan

Diversifikasi usaha PPRE kini terfokus pada jasa pertambangan, yang telah menjadi penyumbang dominan terhadap pendapatan konsolidasi perusahaan

Pemerintah Pangkas Tarif Tiket Pesawat saat Nataru
| Rabu, 22 Oktober 2025 | 07:46 WIB

Pemerintah Pangkas Tarif Tiket Pesawat saat Nataru

Diskon tarif pesawat berlaku spesifik untuk tiket domestik kelas ekonomi untuk periode penerbangan 22 Desember 2025 hingga 10 Januari 2026.

Bisnis Petikemas Entitas Grup Pelindo Tumbuh 15%
| Rabu, 22 Oktober 2025 | 07:45 WIB

Bisnis Petikemas Entitas Grup Pelindo Tumbuh 15%

Pertumbuhan ini menunjukkan peningkatan arus petikemas yang konsisten dari tahun ke tahun di seluruh lini operasi perusahaan.

Danantara Siap Merampingkan Jumlah BUMN
| Rabu, 22 Oktober 2025 | 07:43 WIB

Danantara Siap Merampingkan Jumlah BUMN

Danantara menargetkan pemangkasan jumlah BUMN dari ribuan entitas saat ini menjadi hanya ratusan dalam lima tahun ke depan.  

INDEKS BERITA

Terpopuler