Moratorium MBG

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Korban keracunan akibat mengonsumsi makanan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) terus berjatuhan. Sejak MBG diluncurkan pada Januari 2025 hingga 30 September 2025 saja, ada 6.517 orang yang menjadi korban. Sebarannya hampir merata, dari Sumatra hingga wilayah timur Indonesia.
Namun, hal ini tak cukup untuk menghentikan program jagoan Presiden Prabowo Subianto tersebut. Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan dan Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana bersikukuh, MBG akan terus berjalan. Dadan bahkan menyebut, presiden masih menginstruksikan percepatan dan pemerataan penerima manfaat MBG di seluruh wilayah Indonesia.
Sementara untuk mengatasi berbagai persoalan, termasuk masalah keracunan makanan, pemerintah disebut tengah menyempurnakan tata kelola dan regulasi program MBG. Kini prosesnya tengah difinalisasi di Sekretariat Negara.
Apa yang dipertontonkan pemerintah semakin menunjukkan dengan jelas bahwa program sebesar ini tidak dipersiapkan dengan matang. Kecerobohan jelas tak bisa dimaklumi begitu saja, apalagi untuk ukuran program yang menelan anggaran sebesar MBG dan melibatkan jutaan penerima.
MBG mestinya didahului dengan pilot project yang memadai. Bukan dengan cara yang saat ini diperagakan; diberlakukan secara masif dan terkesan trial and error. Nahasnya, yang menjadi objek trial and error tersebut adalah anak-anak generasi penerus bangsa.
Ribuan dapur MBG dibiarkan beroperasi tanpa mengantongi sertifikat Sertifikasi Laik Higiene dan Sanitasi (SLHS). Dari 8.583 dapur atau Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG), hanya 34 yang memiliki SLHS. Ketika ribuan pelajar sudah menjadi korban, Menteri Kesehatan Budi Sadikin lantas menggeber semua SPPG mengantongi SLHS dalam tempo sebulan.
Ini baru persoalan makanan beracun. Faktanya, kualitas makanan yang disajikan juga menjadi masalah. Ultra processed food yang jelas-jelas tidak sehat malah dijadikan sebagai menu MBG.
Di luar itu, banyak anak-anak yang tak mau mengonsumsi MBG, entah karena alasan selera atau alasan lain. Ujung-ujungnya, uang negara terbuang percuma.
Karut-marut ini mestinya menjadi momentum bagi pemerintah untuk mengevaluasi MBG secara menyeluruh. Menghentikan sementara program ini bukan hal tabu demi menjaga keselamatan anak-anak kita.