OECD Mengingatkan Korporasi Global untuk Mengerem Penerbitan Obligasi

Senin, 04 Maret 2019 | 09:30 WIB
OECD Mengingatkan Korporasi Global untuk Mengerem Penerbitan Obligasi
[]
Reporter: Grace Olivia | Editor: Thomas Hadiwinata

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Organisasi untuk Kerjasama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) menyalakan lampu kuning bagi penerbitan surat utang korporasi. OECD menilai, ada risiko membengkaknya utang baru korporasi global beberapa tahun mendatang, dan lebih penting lagi, penurunan kualitas surat utang.

Dalam laporan yang dipublikasikan pekan lalu, OECD menyatakan nilai obligasi perusahaan non-keuangan bertambah US$ 1,7 miliar per tahun selama 2008-2018. Nilai itu lebih tinggi dibanding dengan nilai rata-rata penerbitan obligasi baru per tahun sebelum 2008, yaitu US$ 864 miliar per tahun.

Total outstanding obligasi korporasi non-keuangan per akhir 2018 pun mencapai rekor tertingginya, yaitu US$ 13 triliun. Perusahaan dari negara-negara maju menguasai 79% dari ttotal outstanding obligasi di pasar global. Nilai obligasi korporasi di negara maju pun tumbuh 70% selama periode satu dasawarsa tersebut.

Di kelompok emerging markets, korporasi dari China mendominasi, dengan outstanding obligasi sebesar US$ 2,78 triliun per tahun lalu. Angka itu tumbuh 395% dibandingkan satu dekade sebelumnya.

OECD juga menyatakan, kualitas obligasi dalam tren menurun secara global. Pangsa obligasi dengan peringkat BBB, peringkat paling bawah sebelum dikategorikan sebagai obligasi sampah (junk bonds) mencapai 54%, tertinggi sejak 1980.

OECD juga memperingatkan kondisi perekonomian global yang sedang dalam tren melambat. Perusahaan dengan tingkat leverage yang tinggi, dikhawatirkan makin sulit melakukan refinancing maupun melunasi utang. Pada akhirnya, perusahaan akan menerbitkan instrumen yang berkualitas rendah dengan risiko gagal bayar lebih tinggi.

Peringattan normatif 

Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan Luky Alfirman menilai, peringatan OECD ini memang patut menjadi perhatian. "Namun, untuk konteks dalam negeri sendiri, saya pikir Indonesia tidak punya special case gagal bayar yang besar, itu kan enggak ada. Jadi, ini lebih berupa peringatan normatif yang sifatnya global," ujar Luky, pekan lalu.

Luky mengamini, kondisi perekonomian global yang melesu, ditambah ketidakpastian seputar perang dagang hingga Brexit menjadi faktor risiko yang menyelimuti pasar obligasi secara global maupun domestik. Belum lagi, saat ini suku bunga acuan masih dalam posisi yang tinggi. "Environment kita yang sudah high interest rate juga menjadi risiko. Ini harus menjadi perhatian perusahaan agar tetap hati-hati," tandas Luky.

Ekonom Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih sependapat, peringatan OECD tidak berkorelasi langsung dengan kondisi pasar obligasi korporasi di Indonesia. "Posisi outstanding obligasi korporasi akhir tahun lalu menurut Pefindo baru sekitar Rp 500 triliun. Jika dibandingkan dengan outstanding kredit perbankan sebesar Rp 5.000-an triliun, ini masih sangat kecil," ujar Lana, Minggu (3/3).

Ekonom Bank Central Asia David Sumual menambahkan, ruang bagi perusahaan menerbitkan surat utang masih besar. "Dibandingkan Singapura, Malaysia, Thailand, pasar obligasi korporasi kita masih kecil dan masih bisa berkembang lagi," ujar David.

Bagikan

Berita Terbaru

BMRI Catat Nilai Transaksi Terbesar Berkat Tiga Crossing, Rekomendasi Buy Mendominasi
| Rabu, 13 Agustus 2025 | 18:19 WIB

BMRI Catat Nilai Transaksi Terbesar Berkat Tiga Crossing, Rekomendasi Buy Mendominasi

Transaksi dilakukan melalui Maybank Sekuritas Indonesia sebanyak 2.630.700 saham, seharga Rp 4.828 per saham senilai total Rp 12,7 miliar.

Kronologi Dugaan Korupsi Kuota Haji  yang Seret Mantan Menag Yaqut dan Bos Maktour
| Rabu, 13 Agustus 2025 | 15:02 WIB

Kronologi Dugaan Korupsi Kuota Haji yang Seret Mantan Menag Yaqut dan Bos Maktour

KPK sebut ada perintah atas pembagian kuota tambahan haji 2024 yang menyalahi UU No 8/2019 tentang Haji dan Umrah serta ada unsur timbal balik.   

Melihat Potensi ISAT Membalikkan Kinerja di Paruh Kedua 2025
| Rabu, 13 Agustus 2025 | 13:15 WIB

Melihat Potensi ISAT Membalikkan Kinerja di Paruh Kedua 2025

PT Indosat Ooredoo Hutchison Tbk (ISAT) berhasil melakukan efisiensi biaya serta menjaga modal usaha.

Profit 24,24% Setahun, Harga Emas Antam Hari Ini Turun (13 Agustus 2025)
| Rabu, 13 Agustus 2025 | 08:59 WIB

Profit 24,24% Setahun, Harga Emas Antam Hari Ini Turun (13 Agustus 2025)

Harga emas batangan bersertifikat di laman resmi Logam Mulia PT Aneka Tambang 13 Agustus 2025 turun Rp 7.000 per gram ke Rp 1.917.000 per gram.

Membedah Prospek Kinerja Keuangan dan Saham DEWA, Dinaungi Banyak Sentimen Positif
| Rabu, 13 Agustus 2025 | 08:33 WIB

Membedah Prospek Kinerja Keuangan dan Saham DEWA, Dinaungi Banyak Sentimen Positif

Meski secara umum masih prospektif, bottomline PT Darma Henwa Tbk (DEWA) di kuartal III-2025 diprediksi bakal tertekan.

Jejak Investor Asing Institusi di Saham AMMN, Dominan Aksi Borong Ketimbang Jual
| Rabu, 13 Agustus 2025 | 08:09 WIB

Jejak Investor Asing Institusi di Saham AMMN, Dominan Aksi Borong Ketimbang Jual

Sejak listing hingga saat ini, Vanguard Group Inc., menjadi investor asing institusi yang paling banyak menggenggam saham AMMN.

IHSG Hampir 7.800, Market Cap Bursa Mencetak Rekor
| Rabu, 13 Agustus 2025 | 07:41 WIB

IHSG Hampir 7.800, Market Cap Bursa Mencetak Rekor

Pada akhir perdagangan Selasa (12/8) kapitalisasi pasar IHSG menembus Rp 14.103 triliun. Padahal, IHSG belum melewati rekor tertinggi di 7.910.

BEI Mempertanyakan Kinerja, Begini Jawaban Emiten Haji Isam
| Rabu, 13 Agustus 2025 | 07:02 WIB

BEI Mempertanyakan Kinerja, Begini Jawaban Emiten Haji Isam

Manajemen PGUN menegaskan, tidak terdapat perubahan volume dan harga jual CPO signifikan sebelum kenaikan harga saham PGUN.

Ikhtiar Menjadi Kiblat Busana Muslim Dunia
| Rabu, 13 Agustus 2025 | 07:01 WIB

Ikhtiar Menjadi Kiblat Busana Muslim Dunia

Jakarta Muslim Fashion Week (JMFW) 2026 akan digelar pada 6-9 November 2025 di Balai Sarbini, Jakarta, dengan target transaksi US$ 10 juta.

Saham CDIA Akhirnya Menghijau Usai Lima Hari Berturut-turut Terkoreksi, Saatnya Beli?
| Rabu, 13 Agustus 2025 | 06:58 WIB

Saham CDIA Akhirnya Menghijau Usai Lima Hari Berturut-turut Terkoreksi, Saatnya Beli?

Dalam periode sepekan dan sebulan usai listing, pergerakan saham PT Chandra Daya Investasi Tbk (CDIA) menyerupai BREN dan CUAN.

INDEKS BERITA

Terpopuler