Omicron Beredar, IMF Bersiap Memangkas Proyeksi Pertumbuhan Global

Sabtu, 04 Desember 2021 | 13:17 WIB
Omicron Beredar, IMF Bersiap Memangkas Proyeksi Pertumbuhan Global
[ILUSTRASI. Logo IMF dalam pertemuan di Washington, AS, 20 April 2018. REUTERS/Yuri Gripas/File Photo]
Reporter: Sumber: Reuters | Editor: Thomas Hadiwinata

KONTAN.CO.ID - WASHINGTON. Dana Moneter Internasional (IMF) kemungkinan akan memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi global menyusul peredaran varian baru virus corona, demikian pernyataan pimpinan dari lembaga pemberi pinjaman global itu dalam konferensi Reuters Next, Jumat (3/12).

Omicron, varian baru itu, menyebar dengan cepat ke setidaknya 40 negara sejak pertama kali dilaporkan di Afrika Selatan pekan lalu, kata para pejabat. Pencegahan peredaran omicron menjadi alasan banyak pemerintah dalam memperketat kembali aturan perjalanannya.

"Varian baru yang dapat menyebar sangat cepat, bisa merusak kepercayaan. Dalam konteks itu, kami kemungkinan akan melihat beberapa penurunan dalam proyeksi pertumbuhan global per Oktober," kata Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva dalam konferensi tersebut.

Masih banyak yang belum diketahui tentang Omicron. Para peneliti mengatakan varian virus itu bisa saja mengambil materi genetik dari virus lain, seperti dari virus yang menyebabkan flu biasa, yang akan membuatnya lebih mudah menghindar dari sistim kekebalan tubuh manusia.

Baca Juga: IMF mengingatkan varian Omicron dapat merusak pertumbuhan ekonomi global

Beberapa negara di bagian Eropa dan Amerika Serikat (AS) masih bergulat dengan gelombang infeksi varian Delta yang lebih dikenal. Varian baru akan menyulitkan negara-negara dalam menstabilkan pemulihan ekonominya, yang telah terganggu akibat berbagai kebijakan yang terkait dengan pencegahan Covid-19.

Norwegia menjadi negara dengan kasus infeksi terbesar di luar Afrika Selatan. Sebuah pesta Natal perusahaan di Oslo mengakibatkan setidaknya 13 infeksi, kata pejabat negeri itu.

Kepala ilmuwan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Soumya Swaminathan mengatakan kepada Reuters Next bahwa varian yang menyebar cepat harus menjadi lebih menular untuk mengalahkan Delta, yang menyumbang 99% dari transmisi di saat ini.

“Kita harus siap dan hati-hati, jangan panik, karena situasi kita berbeda dengan tahun lalu,” katanya.

Baca Juga: Asing catat net sell Rp 3,22 triliun dalam sepekan, saham-saham big cap ini dilepas

Direktur kedaruratan WHO Mike Ryan mengatakan tidak ada bukti bahwa vaksin yang ada perlu dimodifikasi untuk melawan Omicron. Dia mengatakan, para pejabat seharusnya fokus untuk menggulirkan vaksinasi dengan vaksin yang tersedia saat ini.

“Kita perlu fokus untuk membuat orang yang paling berisiko divaksinasi,” kata Ryan di sebuah acara media sosial.

Namun, juru bicara WHO Christian Lindmeier mengatakan pada briefing PBB di Jenewa bahwa pembuat vaksin harus bersiap untuk kemungkinan menyesuaikan produk mereka.

Ugur Sahin, CEO BioNTech Jerman, yang membuat vaksin COVID-19 dengan Pfizer, mengatakan kepada Reuters Next bahwa perusahaan harus mampu menyesuaikan vaksinnya dalam waktu yang relatif cepat.

Sahin juga mengatakan vaksin yang ada di saat ini seharusnya mampu memberikan perlindungan terhadap penyakit parah. Meskipun virus mengalami mutasi.

“Saya percaya pada prinsip bahwa pada titik waktu tertentu, kita akan membutuhkan vaksin baru terhadap varian baru ini. Pertanyaannya adalah seberapa mendesak vaksin baru itu perlu tersedia,” kata Sahin.

Australia menjadi negara terbaru yang melaporkan transmisi komunitas dari varian baru. Para pejabat telah menemukan jenis baru di 10 negara bagian AS. Situasi ini menjadi tantangan baru bagi sistem perawatan kesehatan, yang sudah kewalahan menangani infeksi yang disebabkan varian Delta.

Lebih dari 264 juta orang sedunia telah dilaporkan terinfeksi oleh virus corona sejak virus itu pertama kali terdeteksi di China tengah, pada akhir 2019. Dari seluruh orang yang terinfeksi, sebanyak 5,49 juta orang meninggal, menurut penghitungan Reuters.

Baca Juga: Epidemiolog sarankan masa karantina pelaku perjalanan luar negeri diperpanjang

Jumlah kasus infeksi di Eropa, pusat pandemi saat ini, melampaui angka 75 juta pada hari Jumat.

Tingkat vaksinasi bervariasi dari satu negara ke negara lain tetapi ada kesenjangan yang mengkhawatirkan di negara-negara miskin. Indonesia, negara terpadat keempat di dunia yang pernah menjadi episentrum Covid-19 di Asia, baru menyuntikkan vaksin dalam dosis penuh ke sekitar 35% dari populasinya.

Sementara AS merupakan negara kaya dengan tingkat vaksinasi yang paling rendah, dengan kurang dari 60% populasi yang telah mendapatkan vaksin dosis lengkap.

Selain mendatangkan malapetaka di industri perjalanan, tindakan keras telah memukul pasar keuangan dan merusak ekonomi utama tepat ketika mereka mulai pulih dari penguncian yang dipicu oleh Delta.

Baca Juga: Jokowi beberkan strategi pemerintah efektif menekan kenaikan kasus Covid-19

Jerman mengatakan akan melarang orang yang tidak divaksinasi untuk terlibat dalam semua sektor, kecuali lini bisnis esensial. Negeri itu akan merancang undang-undang yang membuat vaksinasi sebagai kewajiban, di awal tahun depan.

Beberapa negara, termasuk Inggris dan AS, menggulirkan rencana untuk menawarkan suntikan penguat. Namun seperti larangan perjalanan, rencana itu menuai kontroversi.

Banyak ilmuwan mengatakan cara untuk menghentikan penyebaran virus adalah memastikan negara-negara miskin memiliki akses ke vaksin, bukan memberikan suntikan penguat ke penduduk di negara-negara kaya.

Bagikan

Berita Terbaru

Pasar Modal Indonesia 2025 Didominasi Investor Muda dan Ritel
| Rabu, 31 Desember 2025 | 20:14 WIB

Pasar Modal Indonesia 2025 Didominasi Investor Muda dan Ritel

Hingga 24 Desember 2025, KSEI mencatat jumlah investor pasar modal telah menembus 20,32 juta Single Investor Identification (SID).

Produsen Menahan Diri, Konsumen Mulai Optimistis: Gambaran Ekonomi 2025
| Rabu, 31 Desember 2025 | 19:01 WIB

Produsen Menahan Diri, Konsumen Mulai Optimistis: Gambaran Ekonomi 2025

Ekonomi Indonesia menunjukkan dua wajah yang berbeda. Produsen mulai bersikap lebih hati-hati saat keyakinan konsumen mulai membaik.

IHSG Menguat 22,13%, Asing Net Sell Rp 17,34 Triliun Pada 2025, Prospek 2026 Membaik
| Rabu, 31 Desember 2025 | 17:27 WIB

IHSG Menguat 22,13%, Asing Net Sell Rp 17,34 Triliun Pada 2025, Prospek 2026 Membaik

IHSG menguat 22,13% di 2025, ditutup 8.646,94, didorong investor lokal. Asing net sell Rp 17,34 triliun.

Saham ESSA Terkoreksi ke Area Support, Simak Prospek ke Depan
| Rabu, 31 Desember 2025 | 15:00 WIB

Saham ESSA Terkoreksi ke Area Support, Simak Prospek ke Depan

ESSA mulai menunjukkan sinyal yang semakin konstruktif dan menarik bagi investor dengan profil risiko lebih agresif.

2025, Kesepakatan Merger Akuisisi Sektor Keuangan Indonesia Capai Rp 9,21 triliun
| Rabu, 31 Desember 2025 | 14:05 WIB

2025, Kesepakatan Merger Akuisisi Sektor Keuangan Indonesia Capai Rp 9,21 triliun

Kesepakatan merger dan akuisisi di sektor keuangan melesat 56,3% secara tahunan, di saat total aktivitas merger dan akuisisi turun

Saham-Saham Paling Cuan dan Paling Jeblok Saat IHSG Naik 22% pada 2025
| Rabu, 31 Desember 2025 | 13:50 WIB

Saham-Saham Paling Cuan dan Paling Jeblok Saat IHSG Naik 22% pada 2025

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat 22,13% sepanjang tahun 2025. IHSG ditutup pada level 8.646,94 pada perdagangan terakhir.

Nilai Kesepakatan Merger dan Akuisisi di Indonesia Merosot 72,1% di 2025
| Rabu, 31 Desember 2025 | 13:01 WIB

Nilai Kesepakatan Merger dan Akuisisi di Indonesia Merosot 72,1% di 2025

Nilai kesepakatan merger dan akuisisi yang terjadi sepanjang 2025 mencapai US$ 5,3 miliar, atau setara sekitar Rp 88,46 triliun

Berhasil Breakout Resistance, Yuk Intip Prospek Saham Humpuss Maritim (HUMI)
| Rabu, 31 Desember 2025 | 13:00 WIB

Berhasil Breakout Resistance, Yuk Intip Prospek Saham Humpuss Maritim (HUMI)

Kombinasi pola pergerakan harga, indikator teknikal, serta strategi manajemen risiko menjadi faktor kunci yang kini diperhatikan pelaku pasar.

Pendapatan Ritel Diproyeksi Tumbuh 8,7% di Tahun 2026
| Rabu, 31 Desember 2025 | 11:00 WIB

Pendapatan Ritel Diproyeksi Tumbuh 8,7% di Tahun 2026

Fokus pemerintah pada belanja sosial, program gizi, serta stabilisasi harga kebutuhan pokok diyakini dapat memperbaiki likuiditas masyarakat.

Perketat Peredaran Minuman Beralkohol
| Rabu, 31 Desember 2025 | 09:01 WIB

Perketat Peredaran Minuman Beralkohol

Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 89 Tahun 2025                   

INDEKS BERITA

Terpopuler