Pasar Obligasi Bunyikan Alarm Resesi, Saham Global Ikut Melorot

Rabu, 28 Agustus 2019 | 17:04 WIB
Pasar Obligasi Bunyikan Alarm Resesi, Saham Global Ikut Melorot
[ILUSTRASI. Bursa AS]
Reporter: Narita Indrastiti | Editor: Narita Indrastiti

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kurva imbal hasil (yield) obligasi Amerika Serikat (AS) yang kembali inversi atau terbalik, pada Selasa (27/8) lalu, memunculkan kecemasan pasar akan terjadinya resesi. Alhasil, saham global cenderung bergerak terbatas, dan memicu aksi jual di Wall Street. 

Secara historis, inversi kurva yield menjadi salah satu indikator akurat yang memprediksi resesi AS. Kemarin, kurva ini berbalik ke level yang belum pernah terlihat sebelumnya, sejak tahun 2007 silam. 

Hal ini pun membuat investor berbondong-bondong kembali berlindung ke aset-aset aman alias safe haven seperti Yen Jepang dan logam mulia. 

Baca Juga: RUPSLB Bank Mandiri, Rionald Silaban gantikan Askolani jadi komisaris 

Mengutip Reuters, Rabu (28/8), MSCI's world equity index yang melacak saham di 47 negara, turun 0,1%, terutama terseret oleh saham-saham Eropa. Pada pukul 16:32, Euro Stoxx 600 turun 0,3%. 

Bursa London, FTSE melawan tren dan berbalik positif 0,2%. Ini terjadi saat poundsterling terjatuh setelah BBC mengabarkan kalau Ratu Inggris sepakat untuk menunda parlemen. 

"Situasi ini jadi sulit bagi investor, harus investasi di mana lagi," ujar Michael Hewson, Chief Market Strategist di CMC Markets. 

Imbal hasil obligasi AS 10 tahun turun menjadi sekitar 6 basis poin di bawah imbal hasil dua tahun, dengan yield 10 tahun di 1,494%, mendekati level terendah tiga tahun yang disentuh pada Senin lalu. 

Baca Juga: Fokus tingkatkan kinerja, Solusi Bangun Indonesia (SMCB) menahan ekspansi 

Imbal hasil obligasi AS 30 tahun juga merosot ke rekor terendah, menyentuh 1,906%. Kekhawatiran akan terjadinya resesi semakin mendorong ekspektasi pasar bahwa Federal Reserve AS akan memangkas suku bunga lebih lanjut. 

Federal fund futures, Fedwatch menyiratkan para trader melihat kemungkinan 91% dari pemotongan suku bunga 25 basis poin oleh bank sentral AS di bulan depan, dan pemangkasan hingga 100 basis poin pada tahun 2020.

"Pasar memperkirakan pemotongan 100 basis poin lagi dari The Fed tahun depan, tetapi Fed agak ragu apakah harus mengikuti indikasi pasar," kata Peter Schaffrik, Kepala Strategi Suku Bunga Eropa di RBC Capital Markets.

Sementara itu, harga emas masih turun 0,1% di US$ 1.539,98. Namun, harga perak masih naik 0,8%, bullish dalam empat hari belakangan ini. 

Lalu, yen Jepang masih mempertahankan penguatannya. Yen, dipandang sebagai tempat yang aman karena surplus perdagangan Jepang yang besar dan kecenderungan investor domestik untuk memulangkan uang pada saat pergolakan pasar. Yen diperdagangkan pada 105,77 per dollar. 

Baca Juga: Bumi Resources (BUMI) melunasi utang Tranche A US$ 145,5 juta 

Indeks dollar naik sedikit dari kenaikan menjadi 98,042. Sementara poundsterling yang sudah diperdagangkan lebih rendah pada hari itu, memperpanjang penurunannya setelah wartawan senior BBC Nick Robinson mengatakan di twitter bahwa ratu Inggris diminta untuk menunda parlemen. Poundsterling jatuh hingga mencapai US$ 1,2220, turun 0,5%. 

Perdana Menteri Inggris Boris Johnson mengatakan Inggris akan meninggalkan Uni Eropa pada 31 Oktober dengan atau tanpa kesepakatan. 

Bagikan

Berita Terbaru

Siasat Jababeka (KIJA) Memacu Kawasan Industri Terintegrasi
| Jumat, 19 September 2025 | 08:25 WIB

Siasat Jababeka (KIJA) Memacu Kawasan Industri Terintegrasi

Kehadiran dry port terbukti memberikan kemudahan arus logistik dengan memangkas biaya distribusi, mempercepat proses, dan meningkatkan efisiensi.

Pemulihan Harga Komoditas di Semester Kedua Mendorong Saham Emiten Energi
| Jumat, 19 September 2025 | 08:06 WIB

Pemulihan Harga Komoditas di Semester Kedua Mendorong Saham Emiten Energi

Kenaikan harga saham emiten di sektor energi lebih merepresentasikan ekspektasi investor terhadap prospek jangka menengah-panjang,

Paperocks Indonesia (PPRI) Prediksi Kinerja Tahun Ini Tak Sesuai Target Awal
| Jumat, 19 September 2025 | 08:05 WIB

Paperocks Indonesia (PPRI) Prediksi Kinerja Tahun Ini Tak Sesuai Target Awal

Faktor utama yang menekan laju industri kemasan adalah melemahnya daya beli akibat penurunan permintaan, ditambah maraknya pemain baru.

Permintaan Masih Lesu, Pemulihan Kinerja Semen Indonesia (SMGR) Diproyeksi Lambat
| Jumat, 19 September 2025 | 08:02 WIB

Permintaan Masih Lesu, Pemulihan Kinerja Semen Indonesia (SMGR) Diproyeksi Lambat

Efek berbagai stimulus di sektor properti yang digelontorkan pemerintah tidak akan instan ke industri semen.

Aturan TKDN Baru Berpotensi Mendongkrak Investasi Motor Listrik
| Jumat, 19 September 2025 | 07:45 WIB

Aturan TKDN Baru Berpotensi Mendongkrak Investasi Motor Listrik

Regulasi ini memberikan insentif berupa tambahan nilai TKDN minimal 25% bagi perusahaan yang membenamkan investasi di dalam negeri.

Pasar Obligasi Menyambut Penurunan Suku Bunga Bank Sentral
| Jumat, 19 September 2025 | 07:43 WIB

Pasar Obligasi Menyambut Penurunan Suku Bunga Bank Sentral

Pelaku pasar fokus mencermati sejauh mana pelonggaran moneter akan mempengaruhi likuiditas dan harga obligasi dalam beberapa minggu mendatang.

The Fed Pangkas Suku Bunga, Indonesia Bukan Tujuan Prioritas Aliran Modal Asing
| Jumat, 19 September 2025 | 07:41 WIB

The Fed Pangkas Suku Bunga, Indonesia Bukan Tujuan Prioritas Aliran Modal Asing

Sejak Juli 2025 sampai pertengahan September 2025 sudah tercatat arus masuk dana asing bersih ke SBN.

Sektor Pertambangan Melicinkan Bisnis Pelumas
| Jumat, 19 September 2025 | 07:20 WIB

Sektor Pertambangan Melicinkan Bisnis Pelumas

Potensi pasar pelumas di Indonesia masih menjanjikan. Maka tak heran apabila sejumlah produsen terus melicinkan ekspansi bisnis pelumas.

Profit Taking  di Bursa Saham Berpotensi Berlanjut
| Jumat, 19 September 2025 | 07:14 WIB

Profit Taking di Bursa Saham Berpotensi Berlanjut

Pemicu pelemahan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) adalah aksi sell on news tentang pemangkasan bunga acuan The Fed. 

DSSA Terbitkan Surat Utang Rp 1,5 Triliun untuk Bayar Utang dan Ekspansi Data Center
| Jumat, 19 September 2025 | 07:08 WIB

DSSA Terbitkan Surat Utang Rp 1,5 Triliun untuk Bayar Utang dan Ekspansi Data Center

Sebagian dana sukuk akan digunakan untuk ekspansi bisnis yang berfokus pada pengembangan pusat data (data center) SSDP.

INDEKS BERITA

Terpopuler