Pemerintah akan Menambah Porsi Pendanaan dari SBN mulai Tahun Depan

Rabu, 12 Juni 2019 | 09:35 WIB
Pemerintah akan Menambah Porsi Pendanaan dari SBN mulai Tahun Depan
[]
Reporter: Adinda Ade Mustami, Grace Olivia | Editor: Thomas Hadiwinata

KONTAN.CO.ID - JAKARTA.  Pemerintah bakal menambah porsi penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) di pasar domestik pada tahun depan. Tambahan utang dari masyarakat ini untuk menutup defisit anggaran 2020. Pemerintah merencanakan defisit Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2020 kisaran 1,6%–1,9% dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Untuk tambahan utang dari dalam negeri ini, pemerintah ingin memperbanyak surat utang ritel agar bisa menjangkau masyarakat lebih luas. Tujuannya, memperluas basis investor ritel sehingga harga surat utang pemerintah tidak mudah goyah saat terjadi guncangan di pasar keuangan global.

"Serta untuk meminimalkan volatilitas global dan menjaga stabilitas. Sehingga lebih banyak lagi masyarakat Indonesia sendiri yang membiayai pembangunan," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Selasa (11/6).

Agar masyarakat berminat membeli, pemerintah akan menawarkan imbal hasil yang menarik di masa depan. Hanya saja pemerintah belum memberikan indikator imbal hasil yang menarik tersebut.

Pertimbangan lain untuk memperbanyak utang dari dalam negeri, atau mengurangi surat utang berbasis valuta asing, karena pemerintah melihat masih banyak risiko yang belum terprediksi di pasar global pada tahun depan. Dengan memperbanyak surat utang di dalam negeri, dengan sendirinya porsi utang valas Indonesia berkurang. Sebagai gambaran dalam catatan kementerian keuangan tren utang valas sejak 2018 yang berada di kisaran 40,97% dari total utang.

"Pemanfaatan utang juga kami tujukan untuk kegiatan produktif, dan investasi dalam rangka pembangunan infrastruktur serta berbagai program prioritas lain yang memberikan kontribusi pada pertumbuhan ekonomi," tambahnya.

Pemerintah juga terus berupaya agar realisasi defisit anggaran pada tahun tahun depan lebih rendah, meskipun di sisi lain pemerintah akan terus menerapkan strategi kebijakan fiskal ekspansif agar bisa menjaga momentum pertumbuhan ekonomi.

Bagi peneliti Institute Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara, strategi pemerintah dalam mengelola utang ini masih relevan untuk diterapkan pada tahun depan. Menurut Bhima, nilai tukar rupiah tahun depan masih berisiko fluktuatif sejalan dengan masih berlangsungnya perang dagang.

Sebab itu, "Risiko missmatch kurs-nya meningkat. Ini yang perlu diwaspadai," kata Bhima. Ia memperkirakan, nilai tukar rupiah tahun depan di kisaran Rp 14.700–Rp 15.100 per dollar Amerika Serikat (AS), sedikit di atas kisaran dalam KEM-PPKF 2020 sebesar Rp 14.000–Rp 15.000 per dollar AS.

Meski demikian, Bhima mengingatkan konsekuensi dari penerbitan SBN ritel yang bakal diperbesar. Sebab, bunga SBN ritel relatif mahal dibanding SBN valas, yaitu di atas 8% dan tenor yang relatif pendek di bawah 10 tahun. Ini akan meningkatkan beban bunga utang pemerintah.

Bagikan

Berita Terbaru

Sempat Dikoleksi Asing, Saham SMGR Mulai Terkoreksi di Tengah Pemulihan Kinerja
| Rabu, 26 November 2025 | 08:59 WIB

Sempat Dikoleksi Asing, Saham SMGR Mulai Terkoreksi di Tengah Pemulihan Kinerja

SMGR sudah pulih, terutama pada kuartal III-2025 terlihat dari pencapaian laba bersih setelah pada kuartal II-2025 perusahaan masih merugi.

KRIS dan Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Bikin Prospek Emiten Rumah Sakit Makin Solid
| Rabu, 26 November 2025 | 08:53 WIB

KRIS dan Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Bikin Prospek Emiten Rumah Sakit Makin Solid

Simak analisis prospek saham rumah sakit HEAL, SILO, dan MIKA) tahun 2026 yang berpotensi disulut kenaikan iuran BPJS dan implementasi KRIS.

Setelah Cetak Rekor & Koreksi, Arah IHSG Menanti Data Penting dari Indonesia dan AS
| Rabu, 26 November 2025 | 08:45 WIB

Setelah Cetak Rekor & Koreksi, Arah IHSG Menanti Data Penting dari Indonesia dan AS

Pelaku pasar juga menunggu rilis sejumlah data makroekonomi penting seperti indeks harga produsen, penjualan ritel dan produksi industri AS.

Tunggu Lima Tahun, Eks Pegawai Jadi Konsultan Pajak
| Rabu, 26 November 2025 | 08:22 WIB

Tunggu Lima Tahun, Eks Pegawai Jadi Konsultan Pajak

Dirjen Pajak Bimo Wijayanto mengungkapkan rencananya untuk memperketat syarat bagi mantan pegawai pajak untuk menjadi konsultan pajak

Bea Cukai Bakal Pangkas Kuota Kawasan Berikat
| Rabu, 26 November 2025 | 08:17 WIB

Bea Cukai Bakal Pangkas Kuota Kawasan Berikat

Ditjen Bea dan Cukai bakal memangkas kuota hasil produksi kawasan berikat yang didistribusikan ke pasar domestik

Akhir November, Belanja Masyarakat Naik
| Rabu, 26 November 2025 | 08:10 WIB

Akhir November, Belanja Masyarakat Naik

Mandiri Spending Index (MSI) per 16 November 2025, yang naik 1,5% dibanding minggu sebelumnya ke level 312,8

PT Solusi Sinergi Digital Tbk (WIFI) Kejar Target Home Passed Via Akuisisi LINK
| Rabu, 26 November 2025 | 07:53 WIB

PT Solusi Sinergi Digital Tbk (WIFI) Kejar Target Home Passed Via Akuisisi LINK

Keberhasilan Akuisisi LINK dan peluncuran FWA IRA jadi kunci pertumbuhan bisnis PT Solusi Sinergi Digital Tbk (WIFI).

Wajib Pajak Masih Nakal, Kebocoran Menganga
| Rabu, 26 November 2025 | 07:51 WIB

Wajib Pajak Masih Nakal, Kebocoran Menganga

Ditjen Pajak menemukan dugaan praktik underinvoicing yang dilakukan 463 wajib pajak                 

Menguak Labirin Korupsi Pajak
| Rabu, 26 November 2025 | 07:10 WIB

Menguak Labirin Korupsi Pajak

Publik saat ini tengah menantikan langkah tegas Kejaksaan Agung dalam memberantas korupsi sektor pajak.​

Pembunuh UMKM
| Rabu, 26 November 2025 | 07:00 WIB

Pembunuh UMKM

Jaringan ritel modern kerap dituding sebagai pembunuh bisnis UMKM dan ditakutkan bisa menjalar ke Kopdes yang bermain di gerai ritel.

INDEKS BERITA

Terpopuler