Pemerintah Masih Kaji Keperluan Mengubah Tarif PPh

Jumat, 25 Januari 2019 | 07:30 WIB
Pemerintah Masih Kaji Keperluan Mengubah Tarif PPh
[]
Reporter: Benedicta Prima, Grace Olivia | Editor: Thomas Hadiwinata

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Pemerintah tidak tutup mata terhadap tren penurunan tarif pajak penghasilan untuk badan usaha di berbagai negara. Proses pengkajian untuk mengubah tarif Pajak Penghasilan (PPh) badan sudah digulirkan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemkeu).

Namun kajian yang digelar tidak bermaksud menentukan besaran penurunan tarif pajak, melainkan sebatas melihat apakah pemerintah perlu mengikuti tren penurunan itu. "Dipelajari dulu dampaknya, hitungannya tidak boleh ceroboh," kata Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemkeu) Robert Pakpahan.

Robert tak bisa memastikan target penyelesaian kajian tersebut. Yang jelas, perubahan tarif tersebut harus melalui perubahan Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 1983 tentang PPh. UU ini sudah direvisi empat kali, terakhir pada tahun 2008.

Pemerintah sudah menyiapkan revisi yang kelima. Namun, pembahasan rancangan beleid itu masih menunggu revisi UU Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) yang saat ini masih antre di DPR.

Pemerintah harus berhati-hati mengubah kebijakan PPh badan, lantaran kontribusinya terhadap penerimaan perpajakan sangat besar. Tahun lalu, total penerimaan PPh badan mencapai Rp 255,37 triliun atau porsinya sekitar 19,4% dari total penerimaan pajak yakni Rp 1.315,9 triliun. Penerimaan PPh Badan usaha 2018 naik 22,63% dibandingkan tahun 2017.

Tren penurunan tarif pajak penghasilan untuk badan tercermin dari hasil penelitian Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD). Kajian itu mengungkap rata-rata tarif PPh badan di dunia turun menjadi 21,4% per 2018 dari 28,6% pada 2000. Tarif PPh badan yang berlaku di Indonesia saat ini sebesar 25%, atau di atas rata-rata global.

Penelitian OECD juga menyatakan meski tarif cenderung menurun, kontribusi pajak perusahaan terhadap total penerimaan pajak negara di dunia malah meningkat. Tahun 2016, pajak perusahaan memiliki andil 13,3% dari total penerimaan pajak di 88 negara yang didata, naik dibandingkan tahun  2000 hanya 12%.

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo menilai, isu kompetisi tarif pajak dengan negara-negara tetangga maupun negara lainnya tak begitu relevan untuk dijadikan alasan menurunkan tarif PPh Badan. Sebab, penurunan tarif hanya mungkin dilakukan jika basis pajak dan kepatuhan meningkat.

"Adagium tarif pajak tinggi bikin modal lari dan rakyat malas, itu tidak terbukti di Eropa Utara. Di sana, tarif pajak tinggi, tax ratio tinggi, produktivitas tinggi. Karena revenue dan spending-nya berkualitas. Pemerintahannya berkomitmen pada hak warga negara. Demokratis, aman, bahagia," jelas Yustinus.
 

Bagikan

Berita Terbaru

Kendati Menurun, Kinerja Bank Tetap Dinilai Positif
| Kamis, 23 Januari 2025 | 03:25 WIB

Kendati Menurun, Kinerja Bank Tetap Dinilai Positif

Di kuartal IV-2024, laba BNI hanya Rp 5,15 triliun, turun 8,23% dari kuartal sebelumnya. Nilai tersebut juga di bawah ekspektasi analis Bloomberg

Catur Sentosa (CSAP) Bikin Anak Usaha Baru
| Rabu, 22 Januari 2025 | 07:48 WIB

Catur Sentosa (CSAP) Bikin Anak Usaha Baru

Emiten pengelola gerai Mitra10, PT Catur Sentosa Adiprana Tbk (CSAP) mendirikan entitas usaha baru, yakni PT Kairos Indah Sejahtera (KIS)..

Saraswanti Anugerah Makmur (SAMF) Akan Stock Split di Rasio 1:2
| Rabu, 22 Januari 2025 | 07:43 WIB

Saraswanti Anugerah Makmur (SAMF) Akan Stock Split di Rasio 1:2

Melalui aksi stock split, nilai nominal saham SAMF akan berubah dari Rp 100 menjadi Rp 50 per saham setelah stock split.​

Emiten Rumah Sakit Siap Ekspansi Pada 2025
| Rabu, 22 Januari 2025 | 07:39 WIB

Emiten Rumah Sakit Siap Ekspansi Pada 2025

Sederet emiten rumah sakit merencanakan berbagai aksi korporasi strategis pada tahun 2025. Mulai dari penerbitan obligasi hingga ekspansi.

Pergerakan Tak Wajar Saham-Saham Baru
| Rabu, 22 Januari 2025 | 07:38 WIB

Pergerakan Tak Wajar Saham-Saham Baru

Sejumlah saham yang baru mencatatkan sahamnya di BEI (IPO) masuk UMA dan sempat digembok bursa/suspensi 

Emiten Kecipratan Berkah Program Tiga Juta Rumah
| Rabu, 22 Januari 2025 | 07:33 WIB

Emiten Kecipratan Berkah Program Tiga Juta Rumah

Sejumlah emiten di Bursa Efek Indonesia (BEI) bakal terlibat langsung dalam program 3 juta rumah yang dicanangkan pemerintah. 

Efek Donald Trump Mengendalikan Pasar Keuangan
| Rabu, 22 Januari 2025 | 07:18 WIB

Efek Donald Trump Mengendalikan Pasar Keuangan

Kebijakan Trump diproyeksi bakal berdampak ke ekonomi global. Terutama negara-negara yang menjadi target Trump. 

Perang Dagang Membayangi Prospek Pasar Valuta Asing
| Rabu, 22 Januari 2025 | 07:07 WIB

Perang Dagang Membayangi Prospek Pasar Valuta Asing

Tren pelemahan mata uang utama diperkirakan berlanjut karena kebijakan penerapan tarif masih tetap membayangi pasar.

Mendadak IHSG Menanjak dan Jadi Salah Satu Yang Terbaik
| Rabu, 22 Januari 2025 | 07:05 WIB

Mendadak IHSG Menanjak dan Jadi Salah Satu Yang Terbaik

Derasnya arus net sell selama dua hari terakhir menjadi sinyal waspada bagi para investor di bursa saham. 

Masa Suram Saham Gudang Garam
| Rabu, 22 Januari 2025 | 07:05 WIB

Masa Suram Saham Gudang Garam

Mencermati prospek kinerja dan harga saham PT Gudang Garam Tbk (GGRM) tahun ini yang masih terus melemah 

INDEKS BERITA

Terpopuler