Pemerintah Tegaskan Hilirisasi Mineral Berlanjut Sesuai Target

Senin, 15 April 2019 | 08:24 WIB
Pemerintah Tegaskan Hilirisasi Mineral Berlanjut Sesuai Target
[]
Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Tedy Gumilar

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) optimistis 57 pabrik pemurnian dan pengolahan mineral atau smelter beroperasi pada tahun 2022. Target itu sesuai peta jalan atau roadmap peralihan ekspor komoditas mineral mentah ke industri hilir produk mineral dalam negeri.

Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Mineral Kementerian ESDM Yunus Saefulhak menegaskan, semua proyek smelter wajib rampung pada tahun 2022. Jika tidak, pemerintah akan menjatuhkan sanksi kepada para pengelola smelter, salah satunya berupa pencabutan izin ekspor.

Yunus bilang, sanksi tersebut tetap diiringi pembangunan smelter yang wajib diselesaikan. "Jadi tidak ada roadmap (pembangunan smelter) setelah 2022. Itu wajib, kalau tidak, secara regulasi dikenai sanksi, tapi tetap kewajiban pembangunannya berlanjut," ungkap dia kepada KONTAN, Minggu (14/4).

Kementerian ESDM meyakini perusahaan akan menyelesaikan kewajiban tersebut. Meski pembangunan smelter memerlukan investasi tidak sedikit. "Sudah hampir jadi, sudah 90% misalnya, masa tidak selesai, kan tanggung," imbuh dia.

Pemerintah sudah mencabut rekomendasi ekspor tiga perusahaan mineral. Ini merupakan sanksi akibat pembangunan smelter ketiga perusahaan itu tidak sesuai target.

Yunus menyebutkan, ketiga perusahaan itu adalah PT Surya Saga Utama (nikel), PT Lobindo Nusa Persada (bauksit) dan PT Gunung Bintan Abadi (bauksit). "Progres smelter tidak mencapai 90% dari target yang dijanjikan," ungkap dia.

Pendiri Asosiasi Perusahaan Industri Pengolahan & Pemurnian (AP3I) Jonatan Handoyo sepakat bila perusahaan yang tidak berkomitmen membangun smelter ditindak tegas. "Jika tidak ada hukuman, banyak penambang yang enggak niat bangun smelter, tapi terus mengajukan kuota ekspor (mineral mentah)," kata dia.

Hingga tahun 2018, sudah ada 27 smelter yang telah beroperasi, yang mana 17 diantaranya merupakan pabrik pengolahan nikel. Sedangkan, sampai tahun 2022 direncanakan akan ada tambahan tiga smelter tembaga, 16 smelter nikel, lima smelter bauksit, dua smelter besi dan empat smelter timbal serta seng.

Soal perizinan, smelter tersebut mayoritas dibangun menggunakan Izin Usaha Pertambangan (IUP) dari Kementerian ESDM. Ada pula yang memakai Izin Usaha Industri (IUI) dari Kementerian Perindustrian (Kemperin).

Di sisi lain, Yunus mengakui, industri pengolahan saat ini mayoritas masih merupakan produk menengah atau setengah jadi. "Sehingga memang semestinya ada produk dan industri hilirisasi lagi," ungkap dia.

Mengenai hilirisasi dalam konteks penyerapan pasar terhadap produk olahan mineral, Yunus menyebutkan, hal itu menjadi kewenangan Kementerian Perindustrian. Sementara Kementerian ESDM memastikan pasokan mineral bahan baku untuk smelter tetap terjaga.

Dalam menyetujui target produksi dan ekspor, Kementerian ESDM memperhitungkan sejumlah kriteria. Misalnya cadangan serta kapasitas produksi dan pengolahan milik perusahaan. "Jadi sudah dihitung sehingga smelter bisa tetap ekonomis. Artinya, smelter tetap ada asupan (mineral bahan baku) yang bisa mencapai umur tambang atau perizinan perusahaan," kata Yunus.

Roadmap hilirisasi lanjutan

Oleh sebab itu, Kementerian ESDM tengah menyusun roadmap hilirisasi lanjutan bersama Kemperin dan Kementerian Koordinator Perekonomian. Hal ini untuk memastikan rantai pasokan mineral bahan baku hingga penyerapan pasar untuk produk olahan dari smelter.

Yunus mengungkapkan, akan ada tiga smelter yang akan beroperasi pada tahun ini, yakni smelter nikel PT Aneka Tambang di Tanjung Buli-Halmera, smelter timbal PT Kapuas Prima Citra di Kalimantan Tengah, serta smelter nikel PT Wanatiara Persada di Obi, Halmahera.

Ketua Indonesia Mining Institute (IMI) Irwandy Arif menilai, perlu upaya ekstra untuk mengakselerasi pembangunan smelter, antara lain menghilangkan berbagai hambatan termasuk tumpang tindih perizinan lahan antara IUP atau IUI, pengenaan tarif royalti bijih dan hasil pengolahan, serta pemberlakuan regulasi untuk mendorong pembangunan smelter.

Perihal nilai keekonomian, Irwandy menjelaskan, hal itu tergantung komoditas yang diolah, serta kesiapan rantai pasar dari komoditas dan hasil olahannya. Meski demikian, roadmap antara pasokan mineral dan kesiapan pasar mesti disiapkan agar investasi di sektor hilir mineral bisa lebih menarik.

"Memang keluhan (perusahaan) karena margin lebih kecil dari bisnis hulunya. Kemudian investasi perlu jangka panjang dan itu pun perlu dilihat secara detail per komoditi," ungkap dia.

Bagikan

Berita Terbaru

Meski Tengah Downtrend, TLKM Dinilai Punya Fondasi Kinerja Lebih Sehat di 2026
| Senin, 22 Desember 2025 | 09:13 WIB

Meski Tengah Downtrend, TLKM Dinilai Punya Fondasi Kinerja Lebih Sehat di 2026

Saham TLKM tertekan jelang tutup tahun, namun analis melihat harapan dari FMC dan disiplin biaya untuk kinerja positif di 2026.

Kepala BMKG: Perubahan Iklim Sudah Berada di Tingkat Kritis
| Senin, 22 Desember 2025 | 08:43 WIB

Kepala BMKG: Perubahan Iklim Sudah Berada di Tingkat Kritis

Simak wawancara KONTAN dengan Kepala BMKG Teuku Faisal Fathani soal siklon tropis yang kerap terjadi di Indonesia dan perubahan iklim.

Emiten Berburu Dana Lewat Rights Issue
| Senin, 22 Desember 2025 | 08:19 WIB

Emiten Berburu Dana Lewat Rights Issue

Menjelang tutup tahun 2025, sejumlah emiten gencar mencari pendanaan lewat rights issue. Pada 2026, aksi rights issue diperkirakan semakin ramai.

Strategi Rotasi Saham Blue Chip Saat Transaksi Mulai Sepi
| Senin, 22 Desember 2025 | 08:11 WIB

Strategi Rotasi Saham Blue Chip Saat Transaksi Mulai Sepi

Menjelang libur akhir tahun 2025, transaksi perdagangan saham di BEI diproyeksi cenderung sepi. Volatilitas IHSG pun diperkirakan akan rendah. 

Saham MORA Meroket Ribuan Persen, Ini Risiko & Peluang Pasca Merger dengan MyRepublic
| Senin, 22 Desember 2025 | 08:05 WIB

Saham MORA Meroket Ribuan Persen, Ini Risiko & Peluang Pasca Merger dengan MyRepublic

Bagi yang tidak setuju merger, MORA menyediakan mekanisme pembelian kembali (buyback) dengan harga Rp 432 per saham.

Tekanan Restitusi Pajak Bisa Berlanjut di 2026
| Senin, 22 Desember 2025 | 07:58 WIB

Tekanan Restitusi Pajak Bisa Berlanjut di 2026

Restitusi pajak yang tinggi, menekan penerimaan negara pada awal tahun mendatang.                          

Omzet UKM Tertekan, Daya Beli Jadi Beban
| Senin, 22 Desember 2025 | 07:53 WIB

Omzet UKM Tertekan, Daya Beli Jadi Beban

Mandiri Business Survey 2025 ungkap mayoritas UKM alami omzet stagnan atau memburuk. Tantangan persaingan dan daya beli jadi penyebab. 

APBD Tersendat, Dana Daerah Mengendap
| Senin, 22 Desember 2025 | 07:43 WIB

APBD Tersendat, Dana Daerah Mengendap

Pola serapan belanja daerah yang tertahan mencerminkan lemahnya tatakelola fiskal daerah.                          

Saham UNTR Diprediksi bisa Capai Rp 32.000 tapi Disertai Lampu Kuning Akibat Batubara
| Senin, 22 Desember 2025 | 07:41 WIB

Saham UNTR Diprediksi bisa Capai Rp 32.000 tapi Disertai Lampu Kuning Akibat Batubara

Target penjualan alat berat PT United Tractors Tbk (UNTR) untuk tahun fiskal 2026 dipatok di angka 4.300 unit.

Angkutan Barang Terganggu Pembatasan
| Senin, 22 Desember 2025 | 07:32 WIB

Angkutan Barang Terganggu Pembatasan

kendaraan dengan trailer atau gandengan, serta angkutan yang membawa hasil galian, tambang, dan bahan bangunan.

INDEKS BERITA

Terpopuler