Pengelola Dana Pensiun Negara dan Publik Meragukan Ekonomi China

Sabtu, 02 Desember 2023 | 04:30 WIB
Pengelola Dana Pensiun Negara dan Publik Meragukan Ekonomi China
[ILUSTRASI. Survei pada pengelola dana pensiun menyebutkan juga ada kekhawatiran siklus kenaikan suku bunga. . (Photo by CFOTO/Sipa USA)No Use Germany.]
Reporter: Avanty Nurdiana | Editor: Avanty Nurdiana

KONTAN.CO.ID - LONDON. Survei yang dilakukan forum lembaga moneter dan keuangan (OMFIF) memaparkan China masih terbebani masalah berupa tumpukan utang dari pengembang properti dan geopolitik. Survei yang dilakukan pada pengelola dana pensiun juga menyebutkan jika kekhawatiran lain dari para investor adalah siklus kenaikan suku bunga. Sebanyak 63% pengelola dana menyebut suku bunga menjadi faktor utama yang mempengaruhi strategi investasi mereka di masa depan. 

Dana pensiun publik dan dana pengelola kekayaan negara merasa pesimistis untuk berinvestasi di China. Survei yang dilakukan oleh Forum Lembaga Moneter dan Keuangan Resmi (OMFIF) menyebut China masih terbebani kondisi ekonomi yang suram. 

Survei tersebut dilakukan pada 22 pengelola dana yang dilakukan oleh OMFIF, wadah think tank bank sentral, kebijakan ekonomi dan investasi publik. Dari survei tersebut menunjukkan 62% dari 50 pengelola dana pensiun terbesar dan hampir setengah dari pengelola dana kekayaan negara mengalami kerugian tahun lalu. Kerugian tersebut terjadi di tengah inflasi yang tinggi dan kenaikan suku bunga global yang cepat.

Baca Juga: Optimisme Bank Besar dan Bank Kecil Menjaga Ketahanan Likuditas

Namun secara keseluruhan, dana pensiun pemerintah membukukan kinerja lebih baik dibandingkan dana pensiun publik. Aset agregat yang dikelola dari 50 pengelola dana negara terbesar naik 2,3% menjadi US$ 11,6 triliun dari US$ 11,3 triliun pada tahun sebelumnya. 

Kenaikan tersebut karena pengelola dana di Timur Tengah yang terimbas lonjakan harga komoditas. Otoritas Investasi Abu Dhabi di Arab Saudi dan Perusahaan Investasi Publik Saudi masing-masing tumbuh 13,8% dan 12,9%, dengan perolehan lebih dari US$ 200 miliar.

Survei OMFIF pada para pengelola dana menunjukkan tidak ada satu pun yang memperkirakan jika prospek ekonomi China akan positif. Ini karena alasan peraturan dalam negeri hingga kondisi geopolitik yang menghalangi mereka berinvestasi.

Apalagi saat ini, negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia ini sedang berjuang untuk meningkatkan pertumbuhan. Terlebih, China belum terlepas dari beban utang yang menghimpit sektor real estate dan konsumen. Sementara negara berkembang yang menurut survei masih menarik adalah India. 

Ke depan, lembaga pengelola dana juga masih mengkhawatirkan tingkat suku bunga. Bahkan 63% responden menyebutkan suku bunga menjadi faktor utama dalam membuat strategi investasi. "(Investor) kini fokus pada bagaimana menghadapi lingkungan makroekonomi yang terjebak dalam siklus suku bunga yang lebih tinggi untuk jangka waktu yang lebih lama,” kata laporan itu.

Baca Juga: Indonesia Butuh Investasi Lebih US$ 150 Miliar Hingga 2040 untuk Transisi Energi

Meskipun begitu, 73% dari pengelola dana menyatakan akan mengalokasikan portofolio pada aset dengan emisi nol bersih pada tahun 2050. Karena itu, sepertiganya berencana untuk meningkatkan alokasinya pada obligasi ramah lingkungan dan aset riil ramah lingkungan dalam 12-24 bulan ke depan.

"Kami mencari aset berbasis ESG yang menghasilkan. Kami tidak ingin menerima imbal hasil lebih rendah hanya untuk memenuhi target ESG," jelas Direktur Pelaksana Caisse de Depot et Placement du Québec di Eropa David Morley dalam survei, seperti dikutip Reuters.  

Bagikan

Berita Terkait

Berita Terbaru

Menengok Prospek Pasar DME di Indonesia
| Rabu, 02 April 2025 | 11:00 WIB

Menengok Prospek Pasar DME di Indonesia

Penggunaan DME di Indonesia pada 2023 masih didominasi untuk kebutuhan aerosol propellant dengan pangsa pasar mencapai 24%.

Penjualan Mobil Meningkat Sebelum Harga Naik Akibat Tarif Trump
| Rabu, 02 April 2025 | 10:30 WIB

Penjualan Mobil Meningkat Sebelum Harga Naik Akibat Tarif Trump

Produsen mobil termasuk General Motors Co. dan Hyundai Motor Co. melaporkan kenaikan penjualan mobil di Amerika Serikat (AS) 

Kinerja Komoditas Emas Masih Merajai Sepanjang Maret, Aset Kripto Paling Keok
| Rabu, 02 April 2025 | 09:00 WIB

Kinerja Komoditas Emas Masih Merajai Sepanjang Maret, Aset Kripto Paling Keok

Permintaan safe haven yang semakin tinggi seiring ketidakpastian ekonomi di tengah tarif Trump membuat harga emas terus menanjak. 

Kasus Robot Trading Net89 dan Beda Pendapat Korban & Kejaksaan soal Cara Penyelesaian
| Rabu, 02 April 2025 | 09:00 WIB

Kasus Robot Trading Net89 dan Beda Pendapat Korban & Kejaksaan soal Cara Penyelesaian

Pihak korban yang diwakili oleh Onny menuntut agar penyelesaian kasus Net89 tetap diselesaikan menggunakan pendekatan restorative justice (RJ).

Profit 33,04% Setahun, Harga Emas Antam Hari Ini Mengkerut (2 April 2025)
| Rabu, 02 April 2025 | 08:33 WIB

Profit 33,04% Setahun, Harga Emas Antam Hari Ini Mengkerut (2 April 2025)

Harga emas Antam (2 April 2025) ukuran 1 gram masih Rp 1.819.000. Di atas kertas pembeli setahun lalu bisa untung 33,04% jika menjual hari ini.

Ramadan dan Idulfitri Tak Kuat Angkat Pertumbuhan Ekonomi
| Rabu, 02 April 2025 | 08:14 WIB

Ramadan dan Idulfitri Tak Kuat Angkat Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal pertama 2025, berpotensi berada di bawah angka 5% year on year (yoy)

Tiga Tahun Beruntun Bisnis Ketenagalistrikan MEDC Bukukan Rugi, Begini Ceritanya
| Rabu, 02 April 2025 | 08:00 WIB

Tiga Tahun Beruntun Bisnis Ketenagalistrikan MEDC Bukukan Rugi, Begini Ceritanya

Pada segmen IPP Hidro dan Energi Terbarukan, di saat pendapatannya melonjak justru rugi bersihnya malah membengkak.

Inilah Saham-Saham Favorit Goldman Sach dan Fil Ltd di bursa IDX30
| Rabu, 02 April 2025 | 07:00 WIB

Inilah Saham-Saham Favorit Goldman Sach dan Fil Ltd di bursa IDX30

Goldman Sach mendekap saham BBCA sebanyak 885,66 juta pada 7 Maret 2025 dengan cost average basis di harga Rp 7.141 per saham.

Bursa Saham AS Lesu Mengawali Kuartal II 2025
| Rabu, 02 April 2025 | 06:00 WIB

Bursa Saham AS Lesu Mengawali Kuartal II 2025

Kekhawatiran kondisi ekonomi AS akibat kebijakan tarif AS yang diumumkan pada Rabu (2/4) membuat pasar kurang bergairah. 

Mengurai Kekayaan Dewi Kam, Wanita Terkaya di ASEAN
| Rabu, 02 April 2025 | 06:00 WIB

Mengurai Kekayaan Dewi Kam, Wanita Terkaya di ASEAN

PT Bayan Resources Tbk (BYAN), perusahaan ini menjadi salah satu sumber besar kekayaan Dewi Kam, menurut Forbes.

INDEKS BERITA

Terpopuler