Pengendalian Belum Jelas, Peringkat Jababeka (KIJA) Masih Dalam Pengawasan Negatif

Rabu, 07 Agustus 2019 | 17:13 WIB
Pengendalian Belum Jelas, Peringkat Jababeka (KIJA) Masih Dalam Pengawasan Negatif
[]
Reporter: Narita Indrastiti | Editor: Narita Indrastiti

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ketidakpastian soal pengendalian di PT Kawasan Industri Jababeka Tbk (KIJA) membuat peringkat utang perusahaan ini masih masuk dalam pengawasan negatif (rating watch negative/RWN). Dalam laporan terbarunya, Fitch Ratings menetapkan kembali peringkat jangka panjang KIJA di level B dengan peringkat nasional di level A-. 

Peringkat pengawasan negatif ini dipertahankan lantaran belum ada resolusi dan kejelasan, apakah terjadi perubahan pengendalian, seperti yang ditetapkan dalam prospektus obligasi US$ 300 juta yang jatuh tempo pada 2023 mendatang. Perubahan pengendalian atau change of control (CoC) mengharuskan perusahaan membeli kembali (buyback) obligasi. 

"Jika itu terjadi, Fitch menilai perusahaan akan menghadapi tantangan likuiditas dan refinancing," ujar analis Fitch, Rabu (7/8). 

Baca Juga: Curriculum Vitae Sugiharto, Dirut Baru Jababeka (KIJA) Versi RUPS 26 Juni 2019 

Saat ini posisi direksi KIJA memang masih simpang siur. KIJA juga perlu memberikan informasi ke pemegang obligasi dengan menunjukkan status perubahan pengendalian. Namun, wali amanat tidak memberikan batas waktu khusus soal pengajuan tersebut. 

Jika memang terjadi perubahan pengendalian dan KIJA harus melakukan buyback obligasi, Fitch menilai KIJA tak memiliki dana cukup untuk membeli kembali surat utang tersebut. Apalagi, belum tentu pemegang obligasi bakal menerima tawaran itu. Sehingga, jika ini terjadi, KIJA harus menggunakan pembiayaan alternatif seperti pinjaman ataupun penerbitan obligasi baru. 

Isu soal perubahan pengendali ini tercetus saat Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang mengusulkan Sugiharto sebagai direktur utama. Manajemen lama KIJA, menegaskan, susunan direksi dan komisaris yang berlaku adalah susunan yang ditetapkan per 31 Mei 2018. Di susunan direksi ini, Tedjo Budianto Liman menjabat sebagai Direktur Utama.

KIJA juga menerima tiga surat dari kontraktor dan pemasoknya pada 12 Juli 2019 yang menyatakan ketidaksetujuan atas perubahan anggota dewan. Dalam rilisnya ke Bursa Efek Indonesia pada 17 Juli 2019, KIJA menyatakan kalau dalam keputusan RUPS 26 Juni 2019, pengangkatan anggota dewan baru tergantung pada persetujuan pihak ketiga, termasuk perusahaan kreditur. 

Baca Juga: Bisnis Kawasan Industri Masih Menjanjikan 

Sehingga, KIJA menyatakan bahwa tidak ada perubahan dalam komposisi dewan direksi. Pada 24 Juli 2019, KIJA kemudian menyatakan bahwa dua anggota direksi baru yang diusulkan tidak dapat menjadi bagian dari dewan direksi lantaran ketidaksetujuan kontraktor. Selain itu, ada gugatan yang diajukan pada 22 Juli 2019 oleh sekelompok pemegang saham minoritas yang memiliki 5% saham gabungan. Kelompok ini juga menentang perubahan dewan direksi. 

Kinerja

Terlepas dari kemelut soal manajemen KIJA, Fitch memprediksi persaingan di antara pengembang properti industri di Cikarang, mempengaruhi penjualan lahan industri KIJA. Namun, penjualan lahan di Kendal berpotensi tumbuh karena masuknya anchor tenant, yakni produsen tekstil asal China, Jiangsu Lianfa, pada kuartal II 2019. 

KIJA pun menjual 17 hektar lahan ke Jiangsu pada Juni 2019. Hal ini dapat menarik lebih banyak investasi ke kawasan ini. Fitch juga memperkirakan penjualan perumahan akan meningkat pada kuartal II 2019 karena KIJA kemungkinan akan meluncurkan proyek baru. 

Baca Juga: Termasuk Sudwikatmono & Darmono, Berikut Daftar 21 Pengusaha Pendiri Jababeka (KIJA) 

Namun, ekspansi tersebut sempat terganggu dari ketidakpastian perubahan pengendalian KIJA. Penjualan KIJA meningkat sebesar 17% yoy pada semester I 2019, terutama karena penjualan tanah ke Jiangsu. Namun, penjualan residensial menurun 64% yoy, karena KIJA menahan peluncuran ini. 

Fitch juga memprediksi KIJA akan beralih ke pasar menengah dan menengah ke atas, yang memiliki kinerja lebih baik daripada pasar kelas bawah di Kota Jababeka. Di sisi lain, Fitch memperkirakan EBITDA dari pembangkit listrik KIJA akan meningkat 

Di sisi lain, peringkat KIJA juga dibatasi oleh bisnis perusahaan yang sangat terkonsentrasi di Kota Jababeka, yang diprediksi berkontribusi sekitar 60% -70% dari penjualan jangka menengah. Tapi, risiko ini bisa berkurang seiring meningkatnya kontribusi dari Kendal. 

KIJA juga terkena risiko fluktuasi mata uang, karena sebagian besar utangnya berdenominasi dollar AS sementara sebagian besar EBITDA-nya dalam rupiah. Saat ini, KIJA telah melakukan lindung nilai US$ 200 juta dari obligasi US$ 300 juta miliknya. 

Bagikan

Berita Terkait

Berita Terbaru

Jurus Kalbe Farma (KLBF) Kejar Cuan, Genjot Radiofarmaka hingga Pabrik Alkes
| Rabu, 17 Desember 2025 | 08:25 WIB

Jurus Kalbe Farma (KLBF) Kejar Cuan, Genjot Radiofarmaka hingga Pabrik Alkes

KLBF jaga dividen 50‑60% sambil menyiapkan produksi X‑Ray, dialyzer, dan kolaborasi CT Scan dengan GE.

Analisis Saham PPRE, Potensi Tekanan Jangka Pendek dan Prospek Fundamental
| Rabu, 17 Desember 2025 | 08:00 WIB

Analisis Saham PPRE, Potensi Tekanan Jangka Pendek dan Prospek Fundamental

Tekanan yang dialami saham PT PP Presisi Tbk (PPRE) berpotensi berlanjut namun dinilai belum membalikkan tren.

Perlu Segmentasi Pasar Kedelai Lokal dan Impor
| Rabu, 17 Desember 2025 | 08:00 WIB

Perlu Segmentasi Pasar Kedelai Lokal dan Impor

Segmentasi penggunaan kedelai lokal dan impor menjadi strategi kunci untuk menjaga keberlanjutan industri sekaligus menekan risiko inflasi pangan.

Incar Dana Rp 198 Miliar, Cahayasakti Investindo (CSIS) Gelar Rights Issue
| Rabu, 17 Desember 2025 | 07:46 WIB

Incar Dana Rp 198 Miliar, Cahayasakti Investindo (CSIS) Gelar Rights Issue

PT Cahayasakti Investindo Sukses Tbk (CSIS) akan menerbitkan saham baru maksimal 522.800.000 saham dengan nilai nominal Rp 100 per saham.

Harga Bahan Baku Melemah, Prospek Emiten Kertas Cerah
| Rabu, 17 Desember 2025 | 07:40 WIB

Harga Bahan Baku Melemah, Prospek Emiten Kertas Cerah

Pemulihan permintaan ekspor serta stabilnya pasar domestik menjadi penopang utama outlook kinerja emiten kertas pada 2026.

Prospek Emiten CPO Masih Belum Loyo
| Rabu, 17 Desember 2025 | 07:34 WIB

Prospek Emiten CPO Masih Belum Loyo

Di tengah tren penurunan harga CPO global, sejumlah emiten sawit tetap memasang target pertumbuhan kinerja pada 2026.

Anggaran MBG Sudah Terserap 81%
| Rabu, 17 Desember 2025 | 07:30 WIB

Anggaran MBG Sudah Terserap 81%

Hingga saat ini sudah ada 741.985 tenaga kerja yang terlibat dalam melayani program makan bergizi gratis.

Bukit Uluwatu Villa (BUVA) Akuisisi Aset SMRA di Bali Senilai Rp 536,38 Miliar
| Rabu, 17 Desember 2025 | 07:30 WIB

Bukit Uluwatu Villa (BUVA) Akuisisi Aset SMRA di Bali Senilai Rp 536,38 Miliar

Emiten yang berafiliasi dengan pengusaha Happy Hapsoro ini mengambil alih PT Bukit Permai Properti, anak usaha PT Summarecon Agung Tbk (SMRA).

Arah IHSG Hari Ini Rabu (17/12), Antara BI Rate dan Loyonya Kurs Rupiah
| Rabu, 17 Desember 2025 | 07:29 WIB

Arah IHSG Hari Ini Rabu (17/12), Antara BI Rate dan Loyonya Kurs Rupiah

Tekanan kehati-hatian datang dari pergerakan rupiah yang melemah ke Rp16.685 per dolar AS di pasar spot pada saat indeks dolar AS melemah. 

Minat Investor Tinggi, Penawaran Saham IPO Superbank (SUPA) Oversubscribed
| Rabu, 17 Desember 2025 | 07:25 WIB

Minat Investor Tinggi, Penawaran Saham IPO Superbank (SUPA) Oversubscribed

Penawaran umum perdana saham (IPO) PT Super Bank Indonesia Tbk (SUPA) kelebihan permintaan atau oversubscribed 318,69 kali.

INDEKS BERITA

Terpopuler