Peniti dan Jarum

Selasa, 17 Juni 2025 | 06:11 WIB
Peniti dan Jarum
[ILUSTRASI. TAJUK - Hendrika Yunapritta]
Hendrika Yunapritta | Managing Editor

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dampak regulasi tarif yang diterapkan Presiden Trump kepada puluhan negara sudah terjadi di depan mata. Seperti sudah diduga, China, yang paling berat dihajar tarif, segera mencari pasar untuk menyalurkan produk-produk mereka. ASEAN menjadi salah satu tujuannya. Hal ini tampak dari data Lembaga Bea Cukai China yang lantas dikutip di mana-mana.  

Nilai ekspor China ke negara-negara di Asia Tenggara, naik 13% secara tahunan, menjadi US$51,3 miliar. Indonesia adalah negara ketiga terbesar di ASEAN yang jadi tujuan ekspor para produsen China. Nilai impor barang dari negeri panda ke Indonesia selama bulan Mei 2025 yang lalu  saja, senilai U$6,8 miliar atau sekitar Rp 110,5 triliun dengan kurs Rp 16.277/US$.

Dilihat dari besaran nilainya, pantas saja jika banyak orang terkaget-kaget dengan lonjakan impor barang dari China tersebut. 

Tidak heran jika impor barang dari China itu merajalela. Beberapa tahun belakangan, kita sudah sangat terbiasa dengan kehadiran barang-barang made in China. Tengok saja, yang sempat ramai dibicarakan: tray untuk Makan Bergizi Gratis (MBG) yang diimpor dari sana. Perihal baki (tray) impor ini, sempat dibahas di DPR ketika evaluasi MBG bulan lalu. Sampai sekarang pun belum ada solusi pengganti dari produk lokal, karena saat itu, Ketua BGN mengakui  tray bikinan China ini harganya kompetitif. 

Tray itu hanya salah satu item saja. Dalam catatan, pasar Indonesia banyak diserbu impor barang-barang elektronik, mesin-mesin, baja, bahan baku plastik, pupuk, tekstil, peralatan rumah tangga, mainan, dan sebagainya. 

Serbuan barang di atas, bukan baru terjadi usai perang tarif, tapi jauh sebelumnya. Selama itu juga, wacana penguatan produk lokal terus berkembang, tapi tetap tidak kompetitif dan tak mampu menyaingi barang impor. 

Jangankan barang elektronik atau mesin yang rumit dan perlu investasi besar. Untuk pengadaan jarum serta peniti, kita pun masih tetap mengandalkan barang made in China. Menurut data BPS 2023, kita mengimpor jarum mesin jahit, jarum jahit serta peniti sampai US$ 20 juta per tahun. China bisa membuat jarum dan peniti dalam skala besar dan efisien. Mereka juga tidak kesulitan kawat logam halus untuk bahan baku jarum/peniti. 

Kini, mungkin waktunya kita bangun setelah lama terlena jadi pasar. Sulit bendung barang impor seperti ini, tapi menemukan keunggulan lokal bisa kita lakukan.

Bagikan
Topik Terkait

Berita Terbaru

Produksi Timah TINS Mulai Tumbuh Positif, Laba Bersih 2025 Diprediksi Bakal Moncer
| Senin, 22 September 2025 | 09:16 WIB

Produksi Timah TINS Mulai Tumbuh Positif, Laba Bersih 2025 Diprediksi Bakal Moncer

Konsensus analis yang dihimpun Bloomberg mematok target harga saham TINS rata-rata Rp 1.500 untuk 12 bulan ke depan.

Dua Minggu Jadi Menteri Keuangan, Ini Berbagai Gebrakan Purbaya Yudhi Sadewa
| Senin, 22 September 2025 | 08:59 WIB

Dua Minggu Jadi Menteri Keuangan, Ini Berbagai Gebrakan Purbaya Yudhi Sadewa

Menteri Keuangan baru telah memindahkan duit pemerintah Rp 200 triliun ke bank umum hingga berencana menarik dolar masyarakat di luar negeri

Prospek Cerah Emiten Emas HRTA Seiring Kerja Sama Dengan Grup Astra, Bakrie & Salim
| Senin, 22 September 2025 | 08:00 WIB

Prospek Cerah Emiten Emas HRTA Seiring Kerja Sama Dengan Grup Astra, Bakrie & Salim

HRTA disukai karena kepastian pasokan bahan baku emas, serta katalis jangka menengah dari sertifikasi London Bullion Market Association (LBMA).

Menengok Amunisi Reli Saham-Saham Prajogo Pangestu, Bukan Sekadar Faktor Teknikal
| Senin, 22 September 2025 | 07:40 WIB

Menengok Amunisi Reli Saham-Saham Prajogo Pangestu, Bukan Sekadar Faktor Teknikal

Saham emiten terafiliasi Prajogo Pangestu seperti BRPT, TPIA, BREN, CUAN, CDIA dan PTRO masih menarik perhatian investor.

Mencermati Geliat Reksadana Berbasis Sukuk
| Senin, 22 September 2025 | 07:21 WIB

Mencermati Geliat Reksadana Berbasis Sukuk

Tantangan reksadana berbasis sukuk tetap ada, terutama likuiditas sukuk sekunder yang rendah dibanding obligasi konvensional. 

Prospek Margin Bunga Bank Semakin Cerah
| Senin, 22 September 2025 | 06:25 WIB

Prospek Margin Bunga Bank Semakin Cerah

Margin bunga bunga bersih alias net interst margin (NIM) perbankan berpotensi membaik akhir tahun ini​

Prediksi Rupiah Senin (22/9) Akan Melemah Lagi, BI Siap Intervensi?
| Senin, 22 September 2025 | 06:20 WIB

Prediksi Rupiah Senin (22/9) Akan Melemah Lagi, BI Siap Intervensi?

Rupiah melemah tajam pada Jumat (19/9). Simak prediksi nilai tukar dolar AS vs rupiah terbaru pada Senin (22/9)

Bank Ramai-ramai Kerek Biaya Layanan
| Senin, 22 September 2025 | 06:20 WIB

Bank Ramai-ramai Kerek Biaya Layanan

Sejumlah bank mengerek berbagai biaya layanannya. Ini dilakukan bahkan di saat BI rate tengah bergerak turun.

Suku Bunga Turun, Likuiditas Valas Perbankan Semakin Menantang
| Senin, 22 September 2025 | 06:15 WIB

Suku Bunga Turun, Likuiditas Valas Perbankan Semakin Menantang

Kondisi likuiditas valuta asing (valas) perbankan terlihat semakin menyempit. Ini sejalan dengan laju pertumbuhan DPK valas yang semakin tertekan

Independensi BI
| Senin, 22 September 2025 | 06:12 WIB

Independensi BI

Indonesia selama ini dipuji karena kehati-hatian fiskalnya dan independensi BI dalam menjaga stabilitas makroekonomi.

INDEKS BERITA

Terpopuler