KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sepertinya masih sulit berharap mata uang Garuda bisa menguat tinggi ke level Rp 13.000 lagi tahun depan. Para analis memprediksi rupiah akan cenderung bergerak sideways tahun depan.
Senior Economist Samuel Sekuritas Fikri C. Permana memprediksi, tahun depan outlook rupiah akan cenderung stabil. Pasalnya, secara fundamental, ada tarik-menarik antara sentimen eksternal dan internal.
Ada sejumlah sentimen eksternal yang berpotensi mempengaruhi kurs rupiah pekan depan. Pertama, kebijakan hawkish The Fed, yang bisa menjadi katalis negatif bagi IHSG. Alasannya, kebijakan tersebut bisa memicu risiko capital outflow.
Baca Juga: Rupiah Jisdor Menguat 0,22% ke Rp 14.219 Per Dolar AS pada Perdagangan Jumat (24/12)
Kedua, rencana penerapan Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP). "Mulai tahun depan, Indonesia sudah harus berpartisipasi pada RCEP yang akan mendorong penggunaan mata uang lokal dengan 10 negara ASEAN dan lima negara non-ASEAN. Ini akan membuat volatilitas rupiah terbatas," jelas Fikri, Jumat (24/12).
Ketiga, perkembangan seputar Covid-19 global. Jika muncul varian baru yang mematikan, ada kemungkinan negara-negara melakukan lockdown. Ini juga bisa menekan kurs rupiah, karena bisa menyebabkan investor mengambil posisi risk off.
Tapi saat ini, kekhawatiran terhadap penyebaran Covid-19, terutama varian omicron, tengah mereda, seiring banyaknya berita yang menunjukkan omicron tidak mematikan seperti delta dan kabar produksi obat Covid-19. "Alhasil, pelaku pasar kembali risk-on. Mata uang berisiko, termasuk rupiah menjadi buruan," kata Faisyal, Analis Monex Investindo Futures.
Baca Juga: Perkasa, Rupiah Spot Menguat 0,25% ke Rp 14.197 Per Dolar AS pada Jumat (24/12)
Akhir pekan lalu, rupiah menguat ke Rp 14.197 per dollar Amerika Serikat (AS). Padahal, di Senin (20/12), kurs rupiah masih berada di level Rp 14.402 per dollar AS.
Faisyal mengungkapkan, penguatan rupiah juga terjadi di beberapa mata uang lain yang dianggap berisiko. Rupee India misalnya menguat 1,42% sepekan terakhir, jauh lebih baik dibandingkan rupiah yang menguat 1,1% terhadap dollar AS.
Dari dalam negeri juga ada sejumlah sentimen yang akan mewarnai pergerakan rupiah tahun depan. Pertama, pengendalian kasus Covid-19 di dalam negeri.
Kedua, data-data ekonomi dalam negeri. Sebelum ini, pelaku pasar merespons positif penurunan utang luar negeri Indonesia serta penerimaan pajak yang mencapai 98,07% dari target. Per 23 Desember, jumlah penerimaan pajak mencapai Rp 1.205,8 triliun dari target Rp 2.229,6 triliun.
Ketiga, kebijakan Bank Indonesia. BI diprediksi masih akan menerapkan kebijakan akomodatif, seperti melakukan burden sharing serta stabilisasi rupiah.
Fikri memperkirakan, rupiah tahun depan akan bergerak di kisaran Rp 14.300-Rp 14.500 per dollar AS. Sementara menurut hitungan Faisyal, rupiah pada tahun depan akan bergerak pada rentang Rp 14.100-Rp 14.400 per dollar AS.
Baca Juga: Kurs Dollar-Rupiah di BCA Hari Ini Jumat 24 Desember 2021, Cek Sebelum Tukar Valas