Perlambatan Ekonomi AS dan Defisit Neraca Dagang Hambat Pasar obligasi

Selasa, 18 Desember 2018 | 12:17 WIB
Perlambatan Ekonomi AS dan Defisit Neraca Dagang Hambat Pasar obligasi
[ILUSTRASI. ]
Reporter: Danielisa Putriadita, Dimas Andi | Editor: Yuwono triatmojo

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Di pengujung tahun, pasar obligasi Indonesia kembali tertekan. Harga surat utang negara (SUN) turun. Sebaliknya yield naik sepanjang Desember ini.

Sejak akhir November hingga Jumat (14/12), yield SUN seri acuan tenor 10 tahun naik 25 basis poin (bps) ke level 8,07%. Tekanan didominasi faktor eksternal.

Ekonom Samuel Sekuritas Indonesia Ahmad Mikail menyampaikan, kenaikan yield SUN merupakan imbas kekhawatiran investor terhadap perlambatan ekonomi Amerika Serikat (AS) pada tahun depan. Sebab, mulai terlihat fenomena inverted yield.

Ini fenomena di mana yield US Treasury tenor pendek lebih tinggi ketimbang yield tenor lebih panjang. "Investor global cenderung menghindari aset finansial dari emerging market dan lebih memilih instrumen pasar uang," papar Mikail, Jumat (16/12).

Menurut I Made Adi Saputra, analis Fixed Income MNC Sekuritas, yield US Treasury tenor 10 tahun sebenarnya masih bergerak melandai di bawah 3%. Namun, di saat yang sama, dollar AS beberapa kali menguat, sehingga menekan nilai tukar rupiah.

Apalagi, tren penguatan rupiah pada November lalu lebih didominasi masuknya dana investor asing ke pasar saham dan obligasi, atau bukan karena perbaikan fundamental ekonomi nasional. "Ketika capital outflow kembali terjadi, rupiah akhirnya melemah dan yield SUN langsung bergerak naik," ujar Made, akhir pekan lalu.

Yield SUN masih memiliki momentum turun lagi dalam waktu dekat. Sekalipun kenaikan Fed fund rate (FFR) terlaksana bulan ini, namun, berpotensi diikuti dengan pernyataan bernada dovish dari The Federal Reserves.

Bank sentral AS kemungkinan mengurangi agresivitas menaikkan FFR pada tahun depan. Hal ini muncul setelah pertumbuhan ekonomi AS diprediksi melambat atau berada di bawah 2%. Sentimen inilah yang menjadi fokus utama pelaku pasar global.

Mikail menilai, jika The Fed melontarkan pernyataan dovish, yield SUN akan bergerak turun dan harga obligasi Indonesia berpotensi rally di awal tahun depan. Apalagi, perkiraan dia, Bank Indonesia tidak akan menaikkan suku bunga acuan pada bulan ini. Meski begitu, yield SUN tenor 10 tahun masih akan bergerak di kisaran 7% di tahun depan.

Menurut Made, pasar SUN masih rawan tertekan pada 2019. Isu kenaikan FFR boleh saja mereda, tapi masih ada ancaman normalisasi kebijakan moneter European Central Bank (ECB).

Setelah memutuskan mengakhiri stimulus akhir tahun ini, zona Eropa mulai memasuki fase normalisasi. ECB pelan tapi pasti akan mengerek suku bunga, sebagaimana yang dilakukan The Fed. Normalisasi ECB tetap berpengaruh pada pasar obligasi Indonesia, karena sebagian investor asing berasal dari Eropa. "Sehingga meski yield SUN turun pada 2019 akan sulit ke bawah 7%," prediksi dia.

Apalagi di dalam negeri masih ada tantangan fundamental. Pada November, defisit neraca dagang membengkak menjadi US$ 2,05 miliar dari bulan sebelumnya US$ 1,82 miliar. Analis Fixed Income Fund Manager Ashmore Asset Management Anil Kumar menilai, apabila defisit kian membesar, imbal hasil obligasi akan terus naik.
Selain itu, Indonesia sangat bergantung pada arus modal asing. Saat rupiah volatil, dana asing akan terpicu keluar. "BI harus menaikkan suku bunga untuk menarik dana asing. Kebijakan itu akan berimbas pada pasar SUN, yield akan naik," kata Anil.

Bagikan

Berita Terbaru

Profit 31,63%% Setahun, Harga Emas Antam Hari Ini Bergeming (8 Juni 2025)
| Minggu, 08 Juni 2025 | 09:23 WIB

Profit 31,63%% Setahun, Harga Emas Antam Hari Ini Bergeming (8 Juni 2025)

Harga emas Antam hari ini (8 Juni 2025) Rp 1.904.000 per gram. Di atas kertas pembeli setahun lalu bisa untung 31,63% jika menjual hari ini.

Dari Kamar Murah ke Pemberdayaan Komunitas
| Minggu, 08 Juni 2025 | 06:35 WIB

Dari Kamar Murah ke Pemberdayaan Komunitas

Di balik reputasinya sebagai penyedia kamar murah dan layanan check-in kilat, OYO punya ambisi lebih besar. Apa itu?

 
Tak Sekadar Batal Haji, Layanan Furoda Berbuntut Panjang
| Minggu, 08 Juni 2025 | 06:20 WIB

Tak Sekadar Batal Haji, Layanan Furoda Berbuntut Panjang

Ribuan calon jemaah haji furoda gagal berangkat ke Tanah Suci. Tak hanya calon jemaah yang gundah gulana, agen travel juga pusing alang kepalang. 

 
Yuk, Menikmati Cuan dari Permainan untuk Mantan Anak Kecil
| Minggu, 08 Juni 2025 | 05:50 WIB

Yuk, Menikmati Cuan dari Permainan untuk Mantan Anak Kecil

Bermain kini bukan hanya urusan anak-anak. Playground kini menjadi ruang pelepas penat bagi orang dewasa. Apa peluang bisnisnya?

 
Kopdes Melaju Buat Siapa?
| Minggu, 08 Juni 2025 | 05:10 WIB

Kopdes Melaju Buat Siapa?

​Hingga awal Juni, sebanyak 78.000 lembaga Kopdes Merah Putih sudah terbentuk melalui musyawarah desa khusus.

Menadah Peluang dari Aksi Jual Asing
| Sabtu, 07 Juni 2025 | 09:32 WIB

Menadah Peluang dari Aksi Jual Asing

Beberapa saham yang terkena aksi jual asing dalam sepekan terakhir ini, masih dapat dicermati untuk trading jangka pendek

Emiten Memperluas Diversifikasi Bisnis
| Sabtu, 07 Juni 2025 | 09:25 WIB

Emiten Memperluas Diversifikasi Bisnis

 Sejumlah emiten mulai dari sektor teknologi, kesehatan, hingga energi, memperluas bisnis dengan membentuk anak usaha baru.

Prospek Saham DSNG yang Siap  Menebar Dividen Rp 24 Per Saham
| Sabtu, 07 Juni 2025 | 09:23 WIB

Prospek Saham DSNG yang Siap Menebar Dividen Rp 24 Per Saham

PT Dharma Satya Nusantara Tbk (DSNG) akan membagikan dividen tunai sebesar Rp 254,39 miliar dari buku tahun 2024.

Strategi Mega Perintis (ZONE) Bertahan di Bisnis Fesyen
| Sabtu, 07 Juni 2025 | 09:19 WIB

Strategi Mega Perintis (ZONE) Bertahan di Bisnis Fesyen

Mengupas rencana bisnis perusahaan ritel fesyen, PT Mega Perintis Tbk (ZONE) di tengah persaingan industri yang ketat

PMI yang Terkontraksi Tampaknya Tak Berpengaruh ke Emiten-Emiten Ini
| Sabtu, 07 Juni 2025 | 09:00 WIB

PMI yang Terkontraksi Tampaknya Tak Berpengaruh ke Emiten-Emiten Ini

Potensi kontraksi PMI masih dapat berlanjut, terlebih jika pasca negosiasi tarif dalam 90 hari tidak mendapatkan keputusan win-win.

INDEKS BERITA

Terpopuler