KONTAN.CO.ID - SHANGHAI. Tingkat pertumbuhan ekonomi China yang sesungguhnya kemungkinan hanya separuh dari yang selama ini dilaporkan secara resmi oleh pemerintah. Kondisi itu akan terlihat jika utang-utang berkualitas buruk negeri tirai bambu ikut diperhitungkan.
Pernyataan tersebut disampaikan Michael Pettis di Shanghai pekan ini. Ia adalah ekonom Amerika Serikat (AS) yang juga profesor di Universitas Peking. Ia menuding pemerintah China memelihara keberadaan "perusahaan zombie", dengan memberikan pinjaman kepada perusahaan yang merugi. Pada gilirannya, bank memperlakukan perusahaan-perusahaan ini sebagai institusi yang layak diberikan kredit.
Ia memperingatkan bahwa utang China terkait erat dengan persepsi berlebihan pemerintah terhadap produk domestik bruto (PDB). "Jika kita dapat menghitung PDB dengan benar, itu mungkin setengah dari jumlah yang tercatat." katanya.
Sejatinya bukan hanya Pettis yang melihat masalah dalam catatan resmi pertumbuhan ekonomi yang dirilis pemerintah China. Pekan ini empat ekonom menerbitkan sebuah makalah bersama yang menyebut, China kemungkinan telah melebih-lebihkan tingkat pertumbuhan tahunannya rata-rata sebesar 2% dari 2008 hingga 2016.
Pada Desember 2018, Xiang Songzuo, seorang profesor dari Universitas Renmin Cina yang pernah menjabat sebagai Kepala Ekonom Bank Pertanian Tiongkok juga menyampaikan hal senada. Ia mengutip laporan internal yang menyebutkan, pertumbuhan PDB China untuk 2018 bisa 1,67% atau bahkan negatif.
Sebagai perbandingan, publikasi resmi Badan Statistik China menyebut, tingkat pertumbuhan ekonomi China pada 2018 adalah 6,6%. Tahun ini pemerintah China berusaha mencapai target pertumuhan ekonomi antara 6,0% hingga 6,5%. Lebih rendah dari tahun lalu, namun tetap jauh lebih tinggi ketimbang negara-negara besar lainnya.
Utang membengkak
Sementara itu, Chen Yulu, Wakil Gubernur Bank Sentral China menyampaikan, rasio total utang China terhadap PDB turun 1,5 poin persentase pada tahun 2018. Namun sejumlah kalangan khawatir angkanya bakal terus meningkat. Pettis sendiri yakin, pertumbuhan ekonomi China akan melambat secara signifikan karena tingkat utang negara yang terus membengkak.
Maklum, pemerintah China memang mendorong ekspansi kredit perbankan demi membantu mendorong pertumbuhan ekonomi. Sekaligus untuk mencegah perlambatan ekonomi global dan meredam dampak perang perdagangan AS-Cina.
Meski demikian, Pettis menilai potensi terjadinya krisis utang China kecil. Hanya saja, upaya pemerintah merestrukturisasi utangnya bisa berbahaya bagi perekonomian dalam jangka panjang.
Untuk menghindari tekanan lebih jauh ke pertumbuhan ekonomi sekaligus mengurangi hutang, ia menyarankan pemerintah China untuk mengalihkan 2%-3% PDB dari sektor negara ke rumah tangga dalam bentuk pengeluaran konsumen. Meski secara politis ia ragu langkah itu akan diambil, namun, dampaknya akan positif dalam bentuk kenaikan konsumsi rumah tangga China secara signifikan.