Phapros (PEHA) Saham Farmasi Pelat Merah Paling Murah, Sayang Likuiditasnya Rendah
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tidak bisa dipungkiri, saham-saham di sektor farmasi belakangan ini menarik untuk dicermati.
Sektor farmasi bukan saja defensif. Mereka juga menjadi salah satu andalan dalam melawan pandemi virus corona.
Dus, sebagian harga sahamnya pun terapresiasi, termasuk trio emiten anggota holding Badan Usaha Milik Negara (BUMN) farmasi.
Ketiga anak usaha PT Bio Farma (Persero) yang dimaksud adalah PT Kimia Farma Tbk (KAEF), PT Indofarma Tbk (INAF) dan PT Phapros Tbk (PEHA).
Namun, bicara dari sisi valuasi, saham yang paling menarik adalah PEHA, yang kini berstatus anak usaha KAEF.
Berdasar harga penutupan kemarin (30/3), price to earning ratio (PER) PEHA hanya 9,47 kali.
Bandingkan dengan INAF yang punya PER lebih dari -65 kali.
Baca Juga: Harga Saham Metro Healthcare (CARE) Terus Melejit, Sayang Valuasinya Kurang Menarik
Induk usaha PEHA, yakni KAEF malah lebih parah lantaran punya PER-nya lebih dari -500 kali.
PER PEHA juga lebih murah ketimbang PER sektoral farmasi yang ada di sekitar 16,55 kali.
Dus, tidak heran jika Masrizal A. Syarief menambah kepemilikannya di PEHA.
Merujuk keterbukaan informasi yang dipublikasikan Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 30 Maret 2020 malam, Komisaris PT Phapros Tbk itu membeli 60.600 saham PEHA pada 19 Maret 2020.
Sebanyak 21.100 lembar dibeli di harga Rp 700 dan sisanya di harga Rp 740 per saham.
Pada penutupan perdagangan Senin, 30 Maret 2020 harga saham PEHA ada di Rp 900.
Oh ya, tambahan 60.600 saham tersebut membuat porsi kepemilikan Masrizal A. Syarief bertambah dari 9,07% menjadi 9,08%.
Baca Juga: Phapros (PEHA) gunakan fasilitas pembiayaan bersama Rp 1,35 triliun
Sayangnya, likuiditas PEHA sangat kering. Jumlah saham beredarnya hanya 840 juta lembar, 34,18% diantaranya berada di tangan investor ritel.
Sepanjang bulan ini hingga tanggal 30, jumlah saham yang ditransaksikan hanya 2.250.500 lembar senilai Rp 2 miliar.
Sebagai perbandingan, jumlah saham KAEF yang diperdagangkan pada 30 Maret 2020 saja lebih dari 34 juta lembar senilai sekitar Rp 42,2 miliar.