Pola Pikir yang Menentukan Legacy Sang Pemimpin

Minggu, 27 Desember 2020 | 11:45 WIB
Pola Pikir yang Menentukan Legacy Sang Pemimpin
[]
Reporter: Sumber: Tabloid Kontan | Editor: Hendrika

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pembaca, Anda pasti pernah mendengar kata legacy. Kata ini seringkali muncul sebagai pertanyaan, tatkala seseorang akan melewati suatu masa, entah itu masa jabatan, kepemimpinan, atau bahkan kehidupan itu sendiri.

Ketika seorang profesional akan pensiun dari tugas pekerjaannya, orang akan bertanya, Apa legacy yang diwariskan selama ia bekerja? Saat seorang pemimpin politik akan berlalu dari tampuk kekuasaan, orang juga akan bertanya Apa legacy yang hendak ia tinggalkan selama periode kepemimpinannya?

Demikian halnya, saat orangtua meninggalkan dunia fana, orang pun sering bertanya Apa legacy hidupnya yang akan dikenang oleh anak-anak dan kerabat di sekitarnya?.

Kamus Merriam-Webster mengartikan legacy dalam dua perspektif. Perspektif pertama adalah legacy sebagai uang atau harta fisik yang diwariskan kepada seseorang.

Sementara perspektif kedua bersifat lebih luas, yakni legacy sebagai sesuatu yang dialihkan oleh generasi pendahulu kepada generasi berikutnya. Dalam konteks ini, legacy terutama dilihat sebagai sebuah sifat atau pun kondisi yang diwariskan. Tak heran, kita sering mendengar kalimat, Si A mewariskan sifat kasih-sayang dan peduli sosial kepada anak-anaknya, ataupun ujaran Si B mewariskan kondisi perusahaan yang sangat menguntungkan kepada penggantinya.

Dalam bukunya, The 8th Habit (2004), mendiang Stephen Covey mengatakan bahwa secara asali, manusia memiliki empat panggilan berikut, yakni: to live (hidup), to learn (belajar), to love (mencintai), dan yang terakhir, to leave a legacy (meninggalkan legacy).

Niat untuk meninggalkan legacy itulah yang seringkali membuat seseorang, khususnya para pemimpin, berlomba-lomba melakukan gebrakan dan perubahan. Kalau bisa, secepat dan sebanyak mungkin, supaya khalayak semakin mahfum akan legacy yang ditinggalkannya. Semakin cepat gebrakan itu dilakukan, semakin berkibarlah nama baik sang pemimpin.

Sama halnya pula, semakin banyak perubahan yang bisa dilihat orang, semakin keren lah reputasi yang bersangkutan. Apalagi, kita sering diingatkan dengan kalimat bijak berbunyi, harimau mati meninggalkan belang, gajah mati meninggalkan gading, dan manusia mati meninggalkan karya-karyanya. Akibatnya, tanpa disadari orang berlomba dan bergegas untuk meninggalkan legacy.

Dua pola pikir

Pada dasarnya, semua ini hal yang wajar sekaligus baik adanya, karena bukankah itu salah satu panggilan asali hidup kita sebagai manusia? Lagipula, meninggalkan legacy adalah suatu tugas dan tuntutan yang sangat mulia dari seorang pemimpin.

Legacy menunjukkan jejak sumbangsih yang diberikan oleh sang pemimpin kepada lingkungan sekitar dan masyarakat luas.

Namun, ada dua pola pikir yang mendasari seorang pemimpin saat ingin meninggalkan legacy. Yang satu berpikir dengan kerangka legacy from, dan yang lainnya berpikir dengan kerangka legacy for. Mereka yang berpikir dalam kerangka legacy from akan mengutamakan keharuman nama dan prestasi pribadi, sementara yang berpikir menurut sudut pandang legacy for lebih mendahulukan kepentingan dan kontribusi kepada stakeholders, lingkungan sekitar dan masyarakat luas.

Dalam konteks legacy from, sang pemimpin tak akan peduli apakah langkah perubahan yang dilakukannya akan benar-benar membawa kemaslahatan bagi banyak orang dan berjalan sinambung secara jangka panjang. Yang penting, namanya tercatat dalam prasasti publikasi.

Sementara, dalam konteks legacy for, sang pemimpin bahkan sudi bekerja dalam sabar dan sepi, karena ingin memastikan bahwa langkah perubahan yang dilakukannya memang akan berjalan langgeng sesuai kebutuhan lingkungan atau masyarakat luas. Kemaslahatan publik jauh lebih penting daripada keharuman nama pribadi.

Dalam buku legendarisnya bertajuk Good to Great (2001), Jim Collins memperkenalkan konsep kepemimpinan level 5 (level-5 leadership). Collins mengatakan bahwa seorang pemimpin dalam derajatnya yang tertinggi (yakni tingkat 5) adalah seseorang yang berhasil memadukan kerendahan hati pribadi (personal humility) dengan tekad profesional yang kuat (professional will).

Bagi pemimpin level-5, yang penting adalah kelangsungan dan kejayaan organisasi, bukannya prestasi dan keharuman nama pribadi. Ini selaras dengan apa yang dikatakan oleh mantan CEO General Electric yang legendaris, almarhum Jack Welch, bahwa before you are a leader, successs is all about growing yourself. When you become a leader, success is all about growing others.

Bukankah ini juga bisa dibaca, before you are a leader, success is all about legacy from yourself. But, when you become a leader, success is all about legacy for others.

Kita berharap, terobosan-terobosan kebijakan yang diambil oleh para pemimpin di negeri ini sungguh-sungguh dilandasi pola pikir legacy for; bukannya legacy from, yang sama artinya sedang berlomba untuk mengumpulkan credit-points dan nama harum bagi diri mereka sendiri.

Bagikan

Berita Terbaru

Harga Emas Bisa Mencapai US$ 5.000, Saham MDKA dan ANTM Menjadi Sorotan
| Minggu, 07 September 2025 | 17:34 WIB

Harga Emas Bisa Mencapai US$ 5.000, Saham MDKA dan ANTM Menjadi Sorotan

Secara historis, lemahnya dolar AS dan turunnya suku bunga mendorong daya tarik emas sebagai aset safe haven.

Cek Skor Kredit demi Pencapaian Penting dalam Hidup
| Minggu, 07 September 2025 | 07:00 WIB

Cek Skor Kredit demi Pencapaian Penting dalam Hidup

Jangan hanya tahu platform pinjaman, tapi unduh juga aplikasi cek skor kredit biar berimbang dalam memanfaatkan fasilitas utang.

Asuransi Perjalanan Jadi Kontributor Utama saat Makin Banyak yang Jalan-Jalan
| Minggu, 07 September 2025 | 06:30 WIB

Asuransi Perjalanan Jadi Kontributor Utama saat Makin Banyak yang Jalan-Jalan

Bisnis asuransi perjalanan menunjukkan pertumbuhan positif. Online travel agent dan platform digital lainnya bisa memperluas akses.

Balik ke Fase Ekspansif, Prospek Industri Hijau Positif
| Minggu, 07 September 2025 | 06:15 WIB

Balik ke Fase Ekspansif, Prospek Industri Hijau Positif

Industri manufaktur kembali ke fase ekspansif. Ini sekaligus berpeluang mengembangkan industri hijau di Tanah Air.

Tambang Emas Itu Bernama Sampah Rumah Tangga
| Minggu, 07 September 2025 | 05:45 WIB

Tambang Emas Itu Bernama Sampah Rumah Tangga

Lewat program konversi sampah menjadi emas, Pegadaian meramu dua hal sekaligus, membangun literasi investasi dan budaya ramah lingkungan.

Cuan Cetar dari Produksi Camilan Bar
| Minggu, 07 September 2025 | 05:35 WIB

Cuan Cetar dari Produksi Camilan Bar

Tren gaya hidup sehat butuh sumber nutrisi sehat. Salah satunya camilan bar yang mengenyangkan. Belakangan camilan bar diminati banyak orang.

 
BI dan Pemerintah Berbagi Beban
| Minggu, 07 September 2025 | 05:10 WIB

BI dan Pemerintah Berbagi Beban

BI dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sepakat menanggung beban sama besar alias separo-separo atas bunga surat utang pemerintah.​

Banyak Aksi Unjuk Rasa, IHSG Sepekan Cuma Naik Tipis
| Minggu, 07 September 2025 | 04:25 WIB

Banyak Aksi Unjuk Rasa, IHSG Sepekan Cuma Naik Tipis

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup di level 7.867,35 pada perdagangan Kamis (4/9) atau melemah 0,23% dibandingkan hari sebelumnya

Risiko Tambahan Emiten Komoditas Nikel
| Minggu, 07 September 2025 | 04:15 WIB

Risiko Tambahan Emiten Komoditas Nikel

Konsumsi baterai FLP yang semakin meningkat bisa membuat pengelola smelter berpotensi kehilangan pasar strategis

Ketidakpastian Masih Tinggi, Begini Catatan Sekuritas Asing Soal IHSG
| Minggu, 07 September 2025 | 04:10 WIB

Ketidakpastian Masih Tinggi, Begini Catatan Sekuritas Asing Soal IHSG

Sepekan dalna asing net sell Rp 5,28 triliun, analis berharap pasar modal akan kembali membaik di jangka panjang

INDEKS BERITA

Terpopuler