Potensi Pasar Menggiurkan, Robinhood Akuisisi Buana Capital dan Pedagang Aset Kripto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Peta persaingan industri pasar modal Tanah Air makin sengit. Raksasa layanan keuangan asal Amerika Serikat (AS), Robinhood Market, Inc., sepakat mengakuisisi PT Buana Capital dan PT Pedagang Aset Kripto.
Manuver ini menjadi sinyal kuat bahwa pasar finansial Indonesia masih seksi di mata investor global. Sekaligus membuat persaingan di industri jasa keuangan bakal semakin sengit.
Reydi Octa, Pengamat Pasar Modal menilai, langkah Robinhood masuk ke pasar Indonesia bukanlah keputusan impulsif. Ini adalah strategi matang berbasis data yang membidik momentum pertumbuhan pasar ritel domestik.
Menurutnya, Robinhood mencium potensi pangsa pasar yang klop dengan target mereka: populasi muda yang melek investasi, adopsi digital tinggi, serta regulasi yang makin adaptif.
"Itu membuat Indonesia menarik sebagai target ekspansi baik di saham maupun kripto," ujarnya kepada KONTAN, Senin (8/12).
Data Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) mengonfirmasi tren positif tersebut. Per Oktober 2025, jumlah investor pasar modal menembus angka 19.197.263 investor. Angka ini melonjak dengan penambahan 4.325.624 investor baru dibandingkan posisi akhir Desember 2024.
Di jalur aset digital, antusiasme tak kalah tinggi. Nilai transaksi aset kripto tercatat menyentuh Rp 409,56 triliun per akhir Oktober 2025. Khusus pada Oktober 2025 saja, transaksi kripto mencapai Rp 49,28 triliun, melesat 27,6% secara bulanan atau Month on Month (MoM).
Baca Juga: Beda Nasib Hingga Prospek Anggota MIND ID di 2026: INCO dan PTBA (Bag 2 Selesai)
Bukan Barang Baru
Sebenarnya, masuknya pemain asing ke gelanggang sekuritas Indonesia bukan fenomena anyar. Keran investasi asing sudah terbuka lebar sejak era deregulasi pasar modal akhir 1980-an. Sederet nama besar internasional tercatat pernah—atau masih—memiliki porsi saham di sekuritas domestik, baik lewat skema joint venture maupun akuisisi langsung.
Reydi menambahkan, performa Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang berulang kali menembus rekor tertinggi sepanjang masa alias all time high (ATH) turut menjadi magnet.
Prospek pasar saham dan kripto diprediksi tetap kinclong, dengan catatan kondisi makroekonomi stabil, arus modal asing (foreign inflow) terjaga, dan adopsi aset digital terus meningkat.
Dalam 2–3 tahun ke depan, jumlah investor ritel diproyeksikan bakal terus menggelembung secara signifikan. Hal ini didorong oleh akses investasi yang kian mudah serta biaya transaksi yang makin efisien.
Selain bonus demografi, valuasi pasar modal Indonesia dinilai masih "murah" sebagai emerging market, namun dengan likuiditas yang terus membaik meski belum merata.
Baca Juga: Mengintip Strategi Bisnis RAAM, Tambah 3-5 Bioskop per Tahun & Genjot Pendapatan F&B
Efek Robinhood: Likuiditas dan Perang Fitur
Kehadiran Robinhood diyakini bakal menyuntikkan gairah baru. Reydi memprediksi dinamika pasar akan meningkat dan likuiditas perdagangan makin luas.
"Masuknya Robinhood mampu meramaikan likuiditas di IHSG, terutama dari investor muda," imbuhnya.
Kedatangan pemain sekelas Robinhood juga diperkirakan memicu perang inovasi. Kompetisi layanan digital akan semakin ketat, memaksa pemain lokal untuk memoles teknologi, fitur, hingga strategi biaya. Apalagi, Robinhood tersohor dengan skema bebas biaya transaksinya.
Namun, Reydi mengingatkan bahwa "kue" pendapatan sekuritas bukan cuma dari fee transaksi. "Melainkan juga margin financing, biaya bulanan atau tahunan, dan pemanfaatan dana idle nasabah melalui instrumen seperti reksadana pasar uang," terangnya.
Meski membawa nama besar, faktor keamanan tetap harga mati. Reydi mewanti-wanti regulator dan pelaku industri agar tidak terlena. Reputasi global tidak serta-merta menjadi jaminan keamanan dana nasabah yang anti-bobol, mengingat celah oknum internal selalu ada.
Baca Juga: Tantangan Penerapan Biodiesel B50 di 2026
Di sisi lain, ekspansi Robinhood menghadirkan tantangan baru bagi regulator. Isu perlindungan konsumen, integritas pasar, dan mitigasi risiko menjadi pekerjaan rumah yang mendesak.
Apakah momentum ini akan dimanfaatkan untuk mendongkrak pertumbuhan, atau justru memicu volatilitas baru akibat gelombang investor pemula yang minim pemahaman risiko?
Satu hal yang pasti, masuknya Robinhood adalah validasi bahwa pasar finansial Indonesia sedang naik kelas dalam lanskap investasi internasional.
