Beda Nasib Hingga Prospek Anggota MIND ID di 2026: INCO dan PTBA (Bag 2 Selesai)
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Gambaran nasib dua raksasa tambang milik MIND ID; PT Vale Indonesia Tbk (INCO) dan PT Bukit Asam Tbk (PTBA) tampak begitu kontras. Emiten nikel sedang di atas angin dengan potensi bisnis yang seksi, sementara emiten batubara harus siap-siap mengencangkan ikat pinggang menghadapi tahun yang menantang.
Secara makro, angin segar masih berhembus ke komoditas nikel. Data Trading Economics menunjukkan futures nikel di Inggris bertengger di level US$ 14.800 per ton, rebound dari level terendah empat tahun di US$ 14.455 pada 20 November lalu. Pasar mulai rasional menilai ulang persoalan oversupply yang sempat menghantui.
Di sisi lain, Pemerintah Indonesia makin agresif. Aturan baru membatasi izin pemurnian nikel hanya bagi pabrik yang menghasilkan produk menengah. Ini strategi "sapu jagat" untuk mengerem kelebihan pasokan pasca-banjir ekspor bijih sejak 2020. Hasilnya instan: kuota penambangan dipangkas menjadi 120 juta ton dari 150 juta ton tahun ini, memotong 35% pasokan global.
Sementara itu, harga "emas hitam" batubara diprediksi jalan di tempat alias stagnan. Meski sempat memantul ke US$ 110 per ton karena sentimen PLTU India dan China, ketergantungan dua raksasa Asia ini belum cukup mendongkrak optimisme jangka panjang.
Baca Juga: Mengupas Kinerja Hingga Prospek Emiten Anggota MIND ID di 2026: ANTM dan TINS (Bag 1)
INCO: Tancap Gas dengan Tambang Baru
Kinerja INCO pada kuartal III-2025 benar-benar membuat investor tersenyum lebar. Laba bersih perseroan meroket gila-gilaan hingga 687,7% secara kuartalan (quarter over quarter/QoQ) menjadi US$ 27 juta. Alhasil, akumulasi laba per September 2025 tembus US$ 52 juta, naik tipis 2,8% secara tahunan (year on year/YoY).
"Capaian ini sudah memenuhi 55% dari estimasi tahun 2025. Penjualan besar-besaran kami ramalkan terjadi di kuartal pamungkas tahun ini," ujar Analis Maybank Sekuritas, Hasan Barakwan dan Jeffrosenberg Chenlim dalam risetnya (4/11/2025).
Dari sisi top line, pendapatan INCO tumbuh 26,5% QoQ menjadi US$ 279 juta di kuartal ketiga. Pendorong utamanya jelas: volume penjualan yang makin gemuk.
Maybank Sekuritas menyoroti keberhasilan INCO memonetisasi tambang Bahodopi. Penjualan bijih nikel dari tambang ini melonjak sepuluh kali lipat menjadi 748.772 ton di kuartal III saja.
Phintraco Sekuritas menambahkan, INCO tak segan merogoh kocek dalam-dalam untuk investasi masa depan. Realisasi belanja modal (capex) melonjak 64,96% YoY menjadi US$ 331,4 juta, mayoritas digelontorkan untuk percepatan proyek Bahodopi (progres 90%) dan Pomalaa (progres 44%).
Dengan fundamental sekuat ini, 23 sekuritas kompak merekomendasikan Beli saham INCO. Berdasarkan konsensus analis yang dihimpun Bloomberg, target harga 12 bulan ke depan berada di level Rp 5.232 per saham.
Bahkan, Maybank Sekuritas berani mematok target lebih tinggi di Rp 5.500, didukung proyeksi laba yang direvisi naik untuk 2026-2027.
