KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) melarang peredaran makanan dan minuman yang mencantumkan label tidak sesuai aturan.
Ini terutama makanan yang mencantumkan label palm oil free (bebas minyak sawit).
Larangan ini menyusul temuan sejumlah produk buatan pelaku usaha kecil yang mencantumkan label palm oil free.
Produk tersebut antara lain nut meg bar, granola energy bar, lemon biscuit, biscotti.
Produk itu hanya dijual terbatas di gerai tertentu di Jakarta.
Baca Juga: Kampanye negatif sawit oleh Uni Eropa tidak surutkan perbankan salurkan kredit
"Badan POM tidak menyetujui pendaftaran produk yang mencantumkan klaim bebas minyak sawit," ujar Kepala BPOM, Penny Lukito, Rabu (21/8).
Pencantuman label tersebut merupakan bagian dari kampanye negatif untuk melemahkan daya saing produk minyak sawit Indonesia.
Selain itu, sejauh ini belum ada kajian kesehatan yang menyatakan bahwa minyak sawit berbahaya bagi kesehatan.
Ada sanksi yang menanti
Ke depan, BPOM akan melakukan pembinaan kepada pelaku usaha agar mencantumkan label yang sesuai aturan.
BPOM juga akan terus memantau peredaran produk pangan olahan di pasar.
Jika masih ada yang ngeyel, BPOM tak segan menjatuhkan sanksi.
Meski demikian, Penny tidak menyebut secara rinci sanksi apa yang diberikan.
"Butuh upaya kita bersama mengedukasi masyarakat bahwa label itu (free palm oil) tidak boleh," kata Penny.
Pencantuman label produk pangan harus sesuai Peraturan Kepala BPOM Nomor 31 Tahun 2018.
Pasal 3 beleid itu menyebut, label yang dicantumkan di dalam dan atau pada kemasan pangan wajib sesuai dengan label yang disetujui pada saat izin edar.
Pelanggar aturan ini bisa dikenai sanksi administratif berupa penghentian sementara dari produksi dan atau peredaran, penarikan pangan dari peredaran, hingga pencabutan izin.
Ketua Umum Dewan Minyak Sawit Indonesia, Derom Bangun menyesalkan peredaran produk berlabel palm oil free di pasar.
Kampanye negatif itu memperburuk persepsi produk sawit Indonesia.
"Kami melihat citra sawit seolah-olah makanan tidak baik atau merusak lingkungan karena Eropa mengatakan kalau ikut makan, ikut merusak hutan," ujar Derom.