KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tiga hari lalu, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis rapor ekonomi sampai dengan kuartal ketiga 2024. Hasilnya tak terlalu menggembirakan. Dalam periode setahun hingga akhir September lalu, ekonomi kita hanya tumbuh 4,95%. Angka ini lebih rendah dari konsensus prediksi para ekonom (5%) dan juga lebih rendah dari pencapaian pertumbuhan di kuartal kedua 2024 yang masih 5,05%..
Selain kuantitas, kualitas pertumbuhan ekonomi juga merosot. Salah satu indikantornya, tingkat pengangguran terbuka (TPT) per akhir Agustus 2024 juga meningkat menjadi 4,91% dari 4,82% per Februari lalu. Di akhir Agustus lalu, jumlah angkatan kerja yang menganggur 7,47 juta orang. Jika kita bandingkan dengan angka akhir Februari, artinya ada tambahan 270.000 pengangguran baru selama enam bulan.
Laporan BPS ini menguatkan cerita pelemahan ekonomi yang telah muncul sebelumnya. Sebut saja laporan jumlah kelas menengah yang terus merosot. Juga, cerita pelemahan daya beli yang kemudian diikuti oleh penurunan konsumsi masyarakat. Pada kuartal III kemarin, secara tahunan, konsumsi masyarakat hanya tumbuh 4,91%; melemah dari 4,93% di kuartal sebelumnya.
Tampaknya, mendung ekonomi tak akan segera pergi hingga akhir tahun mendatang. Laporan kinerja keuangan para emiten di bursa saham hingga kuartal III yang dirilis baru-baru ini memberikan sinyal tak terlalu baik. Tak sedikit perusahaan di sektor barang konsumsi dan juga ritel melaporkan kinerja yang melemah. Bahkan, pertumbuhan laba sektor perbankan pun semakin menipis.
Yang mengkhawatirkan, beberapa korporasi, kemudian, menutup sebagian bisnis mereka demi menjaga keberlangsungan usaha. Salah satu contohnya adalah PT Fast Food Indonesia Tbk, pemegang lisensi gerai cepat saji KFC, yang telah menutup 47 gerai sepanjang tahun ini. Imbasnya, pengurangan karyawan tak terhindarkan lagi.
Dalam kondisi ekonomi yang tertekan, campur tangan pemerintah sangat diperlukan. Lewat instrument fiskal dan kebijakan, pemerintah harus bergerak gesit untuk menjaga daya beli masyarakat dan membantu para pebisnis.
Cuma, banyak pihak khawatir, pemerintahan baru justru tak bisa bergerak cepat karena terjebak oleh kesibukan administrasi. Salah satunya, penyesuaian organisasi, administrasi, serta perubahan nomenklatur kementerian dan lembaga sebagai akibat banyaknya penambahan atau pemecahan kementerian.